Assalamu'alaykum, Terima kasih sudah mau mampir disini.
***
Pagi itu aku berangkat kerja melewati Buk sumpung
nama sebuah jembatan kecil
, kebetulan tempat kerjaku bersebrangan dengan jembatan itu. Suasana masih agak sepi, sepertinya para karyawan belum banyak yang datang.
" Cepat kali jalannya Rin?"ucap Bang Riqo dari belakang.
Sambil menoleh kebelakang," Eh, Bang Riqo, kirain siapa bikin kaget saja. Iya ni Bang, soalnya aku kebagian piket, mumpung masih agak sepi"
" Oh gitu, ya sudah saya mau masuk dulu ya Rin, hati-hati saja!" ucapnya sambil berpamitan, lalu membelokkan badan ke sebuah pintu gedung satu.
Bang Roqi bekerja digedung satu, sedang aku digedung dua belakang gedung satu. Gedung dua ini baru selesai dibangun dan baru 2 hari ditempati untuk produksi. Sampai digedung dua akupun langsung masuk lewat pintu kecil yang berada disamping, suasana dalam gedung begitu mencengkram, sepi tanpa penghuni. Ya, aku paling awal datang, pintu gerbang yang depan belum dibuka.
Sesampai dipertengahan aku melihat seseorang berbaju putih dan rambut digerai, yang tengah duduk didekat mesin, badannya membelakangiku.
Sambil berjalan mendekati pintu gerbang depan aku bertanya ," Mbak, datang duluan ko pintu gerbang depan gak dibuka si?" tanyaku tanpa menoleh kearahnya.
Tak ada jawaban dari siMbaknya, akupun langsung menoleh kebelakang. Setelah membuka pintu gerbang depan, ternyata dibelakangku kosong tak ada orang. Aku mulai kebingungan mencari si Mbak itu namun tak kudapati.
Aku langsung bergegas menuju arah pintu samping dan membukanya, tiba-tiba "Braak" terdengar suara benda jatuh dibelakang.
Dengan rasa penasaran aku mencoba mengeceknya sambil sedikit berteriak dan membrondong pertanyaan, " Siapa itu? siapa disana? ada orangkah disana?"
Beberapa pertanyaan keluar dari mulutku, namun tak ada yang menjawab.
Suasana semakin mencengkram, membuat bulu kuduk tiba-tiba berdiri. Padahal, itu sudah pagi pukul 06:15 menit. Namun, entah kenapa suasana dalam gedung terasa seperti malam, sepi hening tak ada orang satupun ditambah dalam gedung itu agak begitu gelap karna lampu penerang belum dinyalakan.
Kulangkahkan kaki menuju lemari tempat penyimpanan alat-alat kebersihan, aku pun langsung mengambil sapu "Biarlah aku yang nyapu lantai dan Mira yang ngepel lantai."gerutuku sambil sibuk mengambil sapu dilemari itu.
Mira teman piketku jadi setiap orang punya jadwal piket masing-masing. Setiap hari yang piket orangnya beda-beda. Hari ini bagian Aku, Mira dan Reno. Tapi diantara mereka yang datang lebih awal selalu aku, Mira datang setelah aku selesai nyapu, sementara Reno datang pas mau mulai masuk kerja.
Tiba-tiba aku mencium bau amis darah yang sangat kuat, walaupun agak sedikit takut aku coba mencari sumber itu, pas menoleh kebelakang dan membalikan tubuhku setengah teriak ," Aaarrgh, siapa kamu?Astaghfirullahil'adzim, astaghfirullahil'adzim, astaghfirullahil'adzim" aku beristighfar 3x sambil menutup kedua mataku dengan kedua telapak tangan. Kakiku tiba-tiba menjadi kaku tak bisa bergerak, mulutku mengalami hal yang sama, saat itu hanya berdiri mematung yang bisa aku lakukan dengan detak jantung yang berdetak begitu cepat seperti saat bertemu sang pujaan hati. Hmm dalam situasi tegang seperti ini masih saja ngebucin.
" Rin, Rindha, kamu lagi apa berdiri disitu sambil tutup mata, apa lagi main petak umpet?" celetuk Bang Rio yg entah sejak kapan sudah berdiri didepanku?
" Sepertinya aku kenal pemilik suara itu " gumamku, tapi aku masih belum mau untuk membuka mataku dan masih betah berada dalam posisiku itu. Lagi-lagi Bang Rio mengagetkanku.
" Rin, malah diam saja, kamu kenapa si? Tanya Bang Rio penuh selidik.
"Bang Rio sejak kapan berdiri disitu?" tanyaku lirih sambil membuka mata.
" Ya elah, malah tanya balik, yang ada kamu sedang apa berdiri disitu sambil menutup mata?"ucap Bang Rio dengan suara agak tinggi.
"Eu-a-ku,bang i-tu..." aku jawab dengan suara terbata-bata, belum selesai bicara sudah dipotong oleh Bang Rio.
"Bicaralah Rin!, ada apa?ko tiba-tiba kamu jadi gugup gitu." tanya Bang Rio penuh penasaran.
"Tidak ada apa-apa ko bang, iya tidak ada apa-apa."jawabku dengan menyunggingkan senyum seolah-olah aku baik-baik saja.
" Aku tahu, kamu bohong Rin. Kamu itu orangnya gak bisa bohong, karena kelihatan dari raut wajahmu seperti ada yang kamu sembunyikan."selidik Bang Rio.
" Ko Bang Rio tahu, kalau aku lagi menyembunyikan sesuatu?" tanyaku sambil mengernyitkan kening.
"Ya gimana aku gak curiga sama kamu Rin, pas aku lihat kamu sudah seperti patung, ditutup pula kedua matanya. Kupikir kamu lagi main petak umpet."
Penjelasan Bang Rio sambil ketawa kecil.
" Main petak umpet sama hantu ya Bang" Ucapku sekenanya.
Sambil ketawa," Hantu mana ada disiang bolong gini Rin, ada -ada saja kamu Rindha, Rindha." Ucapnya bernada mengejek.
" Kata siapa gak ada? buktinya tadi aku melihatnya, jelas lagi." ucapku keceplosan.
" Hah, yang benar kamu Rin? Paling kamu cuma halu saja ya. Karna mana ada hantu siang bolong gini, kepanasan nanti." Masih dengan nada mengejek.
" Ya sudah kalau gak percaya, percuma saja 'kan, aku katakan juga. Pasti aku dianggapnya lagi halu." ucapku sambil mengerucutkan bibir tanda ngambek.
" Eh, jangan ngambek dong Rin, damai ya damai! "ucap Bang Rio sambil mengacungkan jari-jarinya.
" Gak ah, gak mau berdamai" ucapku pura-pura masih ngambek.
" Ya elah, kita 'kan teman Rin, damai ya damai.!"ucapnya sambil menaik turunkan alis.
" Ya deh, kasihan anak orang." ucapku sambil tersenyum sinis.
" Nah gitu dong itu baru teman. Tapi, Rin emang benaran kamu tadi lihat hantu disini?" tanya Bang Rio untuk memastikan.
" Laah, emang tadi aku sedang apa yang Bang Rio lihat itu ?" Tanyaku balik.
Sambil ketawa lalu berkata," aku mendapati kamu sudah seperti patung. Diam berdiri disitu sambil menutup mata lagi. Ya pikirku ini anak lagi apa disitu, apa lagi maen petak umpet?"
" Tadi aku kaget Bang, dan mendadak tubuhku mematung pas lihat sosok berwajah hancur dan berlubang dipenuhi dengan belatung. Pokoknya gitulah, sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata."ucapku sambil membayangkan sosok itu dan bergidik ngeri membuatku menutup dan membuka mata dengan telapak tangan.
" Yang benar Rin, sosok itu benar-benar ada apa kamu hanya halu?"tanyanya memastikan.
" Ya Allah, benarlah Bang, mana mungkin aku bohong masalah serius ini. Kalau gak percaya Bang Rio buka saja mata batinnya biar bisa melihat sosok gitu sepertiku!" ucapku pada Bang Rio.
Sambil naik turunkan bahunya," Ish, gak mau ah Rin, aku ingin hidup tenang, mendengarnya saja aku langsung sedikit merinding apalagi melihat langsung, ish sereeem" tutur Bang Rio.
" Gak ko Bang, gak serem kalau sudah terbiasa, bisa dijadikan teman kalau lagi gabut Bang."candaku pada Bang Rio.
" Amit-amit Rin, masih banyak teman manusia." ungkapnya dengan ekspresi yang kataku lucu.
"Hhehe"tawaku.
"Oya,jejak kapan mata batinmu dibuka Rin?"tanya Bang Rio padaku.
" Nah itu, aku bisa melihat tapi mata batinku sebelumnya gak pernah aku buka. Jadi sudah dari sananya seperti ini." terangku
" Turunan apa gimana Rin, biasanya yang seperti itu turunan dari orang tuanya atau sodaranya gitu, apa orang tuamu juga sama sepertimu?" tanya Bang Rio sambil agak berlari kecil kearahku.
Aku lagi menyapu lantai dan Bang Rio ngikuti aku dari belakang, jadi kami mengobrol sambil aku menyapu.
Sambil terus menyapu lantai aku berkata, " orang tuaku tidak sepertiku. Tapi, kakekku yang punya kebiasaan yang sama sepertiku."
" Nah itu bisa jadi Rin, karna turunan dari kakekmu itu, apa sodaramu yang lain juga sama?"tanyanya penuh penasaran.
Aku menggeleng," Tidak, hanya aku saja dan kakek yang seperti ini."jawabku sambil meneruskan nyapu.
Ternyata temanku yang bawel dan kepo ini masih terus bertanya, mungkin dia begitu penasaran.
" Rin?"
Aku langsung menoleh ke arah suara itu,"Iya, apa lagi Bang?"tanyaku pada Bang Rio.
"Rin, apa kamu gak merasa tersiksa atau stres gitu? Kalau setiap saat selalu melihat hantu.
Temanku saja seperti orang stres ketika dia membuka mata batinnya, padahal dia laki-laki"
" dibilang merasa tersiksa iya. Tapi, bagaimana lagi kalau sudah takdirnya. Pernah aku tanya-tanya pada orang, agar mata batinku ditutup, tapi kata mereka tidak bisa kalau turunan itu."pungkasku sambil menundukkan kepala.
"Oh begitu ya, Sabar ya Rin!"
"iya Bang, sudah ish, aku mau piket dulu sudah siang ini." ucapku mengakhiri obrolan kami dan sambil melihat jam digawaiku yang menunjukkan ke angka 06:40 menit.