PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Hidden Marriage

Hidden Marriage

Penulis:Hayu Ayaka

Berlangsung

Pengantar
Sudah lima tahun menikah, nyatanya Aneska belum juga dikenalkan ke khalayak atas kehadir dirinya di sisi Brian. Entah apa sebab yang menyebabkan suaminya tak pernah menyebut namanya saat di tempat umum. Setia mendapat undangan untuk hadir pun, Brian memilih datang seorang diri. Seakan tak sudi jika Aneska mengekor di sampingnya. Sebuah pertemuan di acara malam yang mempertemukan mereka, menjadi titik balik dari perlawanan Aneska. Lima tahun terkurung, saatnya dia berani menyuarakan haknya. Tidak peduli jikalau pernikahannya harus berakhir saat itu juga. Terlebih dirinya selalu menginginkan anak yang tumbuh dari rahimnya. Yang mana hal itu pun tak luput dari larangan Brian. Apa Brian bertekad melepaskan Aneska, atau tetap mencengkram kuat kebebasannya?
Buka▼
Bab

“Kau mau ke mana?” tanya Aneska menatap tajam ke arah Brian.

“Ada pertemuan kolega. Kau tidur dulu. Aku pulang larut.”

Aneska mendengkus kesal. Selalu seperti itu. Jika ada pertemuan, Brian enggan mengajak istrinya. Tidak ada alasan pasti, pria jangkung itu selalu berkilah.

“Baiklah. Kau memang bebas pergi kemanapun kau mau tanpa melibatkan diriku, bukan?”

Cup. Satu kecupan mendarat manis di pipi Aneska. Hal yang biasa dia dapatkan saat protes kepada suaminya sendiri.

“Baik-baik di rumah. Aku jalan dulu.”

Tak lama berselang, terdengar deru mobil meninggalkan garasi rumah mereka. Menyisakan nyeri di ulu hatinya. Sampai kapan, dia akan bertahan dalam bingkai yang memuakkan begini?

Aneska melirik jam yang berdetak pelan. Sama seperti detak jantungnya yang serasa melambat, seperti sudah di desain akan ada masanya pensiun. Mungkin sebentar lagi. Menunggu waktu bom di dadanya meledak. Hingga saat itulah, semua apa yang ada di depan matanya akan tidak berguna lagi.

Memutuskan untuk menutup malam dengan memejamkan mata, tiba-tiba terbesit ide brilian dalam benak Aneska. Kartu kredit yang biasa bertengger di dompet manis suaminya kini berada di atas nakas.

Bergegas, Aneska mengganti pakaiannya dan menyambar benda tipis tersebut. Langkahnya lihai menyambangi mobil Honda Jazz miliknya, lantas melesat pergi.

“Lihat saja Brian Sasongko. Kau tidak bisa memberikanmu pengakuan, tapi aku tetap bisa menikmati hartamu. Lihatlah akan kubuat kau bangkrut dalam semalam. Hahaha.”

Aneska tertawa nyaring. Mobilnya melesat menggelinding di atas aspal. Tujuannya saat ini cuma satu, yaitu Pondok Indah Mall. Tempatnya akan menggesek kartu kredit ini sebanyak yang ia mau.

***

Ayana MidPlaza Hotel Jakarta.

Semua tamu mengenakan setelan baju yang cukup mentereng. Dandanan kelas atas terbit di tubuh masing-masing. Pria maupun wanita seperti berlomba memamerkan kekayaan mereka yang berlimpah.

“Ah Pak Brian, terima kasih telah hadir di acara saya yang amat sederhana ini,” tegur Pak Barjo — pemilik acara yang juga pimpinan Jp Corp.

Brian menyambut uluran tangan koleganya. Tersenyum ramah dan membalas, “acaranya luar biasa Pak. Saya yang patut bangga bisa diundang ke sini.”

Mereka larut dalam euforia pesta. Tak lupa selipan bisnis mendominasi pembicaraan di antara keduanya. Apa lagi, beberapa rekan mulai datang dan memberikan selamat atas pencapaian Pak Barjo dalam menjalankan perusahaan.

“Wah ada Pak Brian Sasongko. Sama siapa Pak?” tegur Indra — menantu Pak Barjo.

“Sendiri Pak Indra,” jawab Brian singkat.

“Masih betah saja sendiri nih Pak. Gak bosan apa jalan sendiri, kayak gak laku aja.”

Sontak semua orang yang mendengar tertawa. Betapa tidak, diusia yang terbilang sudah matang, Brian tak pernah resmi menunjukan pasangannya. Ada atau tidak sosoknya masih menjadi misteri di semua kalangan.

“Laku atau tidak, bukan menjadi tolak ukur dalam berbisnis kan?” ujar Brian dengan tenang.

Semua yang tadi menertawakannya terdiam. Jelas betul dirinya sedang menyindir Indra. Menantu di keluarga Barjo yang tidak punya prestasi apapun. Dia berdiri di bawah kaki mertuanya. Mendapatkan istrinya saat ini juga dengan cara yang licik.

Wajah Indra memerah. Kelopak tangannya memanas hendak menampar mulut laknat Brian. Sudah ribuan kali dirinya diolok-olok perihal demikian. Membuatnya kesal setengah mati.

“Sudah ... sudah. Saya buat pesta kan tidak untuk memamerkan pasangan. Mau sendiri atau berdua sama saja. Sebaiknya kita nikmati pesta ini. Mari bersulang.”

Pak Barjo mengambil gelas wine dari pelayan. Mengangkatnya tinggi, dan meminta relasinya melakukan hal yang sama.

“Mari bersulang demi kejayaan kita semua!”

***

[“Nes ... Lu di mana sih Beb?”]

Suara di balik benda pipih tadi memekikan telinga Aneska yang baru saja hendak masuk ke salah satu butik.

“Ugh ngapain sih Lu Damar, ganggu kesenangan orang!”

Terdengar nada cekikikan dari bilik telpon. [“Sorry Beb yailah. Gue butuh Lu nih!”]

Aneska memutar bola matanya malas. Memilih mundur jauh dari pintu butik.

“Cepat katakan!”

[“Temani gue ke pesta malam ini. Nanti gue bayar deh.”]

Aneska mendengkus. Dia merasa kesal dengan temannya Damar. Sekian lama kenal dengannya, tidak ada sama sekali raut sopan dalam berbicara. Dan ini apa? Dia meminta Aneska menemaninya dengan jaminan akan dibayar.

“Lu bisa beli saham Sasongko Corp.?” sembur Aneska to the point.

[“Ish jahatnya!”]

Si penelepon kembali bersuara, [“gimana Nes, gue butuh Lu nih. Temani gue ya. Ini ulah bokap nih, gak tanggung jawab. Malah nyuruh gue seenaknya. Malas banget gue hadir di jamuan begitu.”]

Aneska berpikir sejenak, lantas setuju. Dia meminta waktu membeli gaun dan langsung ke lokasi. Karena dia membawa mobil dan tak mungkin meninggalkan kendaraannya di sini.

***

Sepasang mata menatap tajam ke arah wanita yang berjalan bersisian dengan pemuda tampan. Dibalut gaun berwarna pastel selutut dengan sepatu tumit tinggi, membuat kaki jenjangnya bebas terekspos.

Aneska sadar ada yang memperhatikannya. Ia sendiri bingung hendak bersikap bagaimana. Dirinya sendiri juga tak tahu jika undangan yang dimaksud Damar sama dengan Brian—suaminya.

“Mar ... gue di sini aja ya. Lu bisa kali ketemu yang punya acara sendiri,” bisik Aneska pada Damar.

Damar menggeleng kuat. “Buat apa Nes ... gue ajak Lu kemari. Oonnya gak kira-kira,” balas Damar.

Aneska menoyor pelan kepala Damar. Dia tak ingin masuk dan dikenali orang-orang di pesta ini, yang dia yakini pasti rekan suaminya juga. Terlebih memang ada Brian yang bermata elang sedang mengawasinya.

“Ayo buruan!”

Tanpa sungkan, Damar menggenggam tangan Aneska dan mengajaknya ke depan. Sontak saja kehadirannya menjadikan sorotan puluhan pasang mata yang diam-diam mengagumi kecantikannya.

“Malam Pak Barjo, selamat atas kesuksesan usaha barunya.” Damar menyalami ramah tangan Pak Barjo.

Lelaki tua itu mengangguk dan menepuk pelan pundak Damar.

“Makasih loh Nak Damar sudah berkenan hadir. Papanya masih di Semarang ya? Ke sini sama siapa?”

“Iya masih. Saya ke sini sama teman ....”

Damar menoleh dan tak mendapati Aneska di sampingnya. “Loh teman saya mana Pak?”

Damar kebingungan, begitu juga Pak Barjo yang tidak tahu teman yang pemuda itu maksudkan.

Sementara di parkiran, kedua pasangan suami istri sedang terlibat pembicaraan serius.

“Sejak kapan aku ijinkan kau pergi bersama pria lain hah?” ucap Brian dingin. Dipepetnya tubuh Aneska di body mobilnya.

“Dia Damar bukan orang lain,” sahut Aneska tenang. Ditegakkan wajahnya hingga pandangan mereka beradu dan amat dekat.

Embusan napas Aneska yang harum, sedikit mengecoh Brian. Dia lantas menggeleng dan berseru lantang tepat di telinga istrinya.

“Mau dia siapa, aku tak peduli. Selama kau masih menjadi Nyonya Sasongko, kau harus patuh dalam bingkai kekuasaanku. Tak ada teman jika berbeda kelamin.”

Ucapan dingin Brian, meremangkan bulu kuduk Aneska. Dia tak sempat menjawab, bibirnya lebih dulu disapu oleh Brian.

Brian begitu buas memangsa Aneska. Tangannya memeluk pinggang sang istri dan merapatkannya. Tak cukup puas sampai di situ, dia membuka pintu penumpang dan mendudukkan Aneska di sana.

“Kita lanjutkan ini di rumah!” ujar Brian dengan napas masih terengah.

“Aku bawa mobil.”

Ucapan Aneska tak diindahkan Brian. Peduli apa soal mobil, Brian bisa menggantinya dengan ribuan mobil yang Aneska mau. Satu hal yang tak boleh lepas dan tak terganti, yaitu tubuh Aneska itu sendiri.

---