PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Waiting On You

Waiting On You

Penulis:Romansa Universe

Tamat

Pengantar
Tumbuh dan besar bersama di panti asuhan membuat Zira memiliki perasaan terlarang terhadap Zayn, saudaranya sendiri. Di saat keduanya telah lama berpisah, takdir mempertemukan keduanya kembali dalam keadaan berbeda. Masing-masing dengan pasangannya, kendati demikian perasaan itu semakin kuat Zira rasakan. Akankah Zira bisa melupakan Zayn dan hidup bahagia bersama Alex, ataukah cinta terlarang ini hanya akan membuatnya menjadi seorang wanita perusak rumah tangga Zayn bersama istrinya?
Buka▼
Bab

Di tengah heningnya kesunyian malam, tiba-tiba terdengar suara isak tangis bayi di sekitar area Panti Asuhan Kasih. Saat itu, Caroline sang kepala panti bersama dua orang karyawan lainnya tengah berkeliling mengontrol kondisi panti sebelum mereka beristirahat.

“Apa kalian mendengar suara tangis bayi?” tanya Caroline kepada Adriana dan Elisabeth.

“Iya Bu Caroline, saya juga mendengarkannya, sepertinya asal suaranya berada di sekitar pintu gerbang,” balas Adriana.

Dengan langkah yang dipercepat mereka melangkah menuju ke pintu gerbang, semakin dekat mereka berjalan ke sana, suara isak tangis bayi itu semakin keras terdengar. Benar dugaan mereka, ada dua orang bayi mungil yang tak berdosa sengaja ditinggalkan oleh orang tuanya di sana.

“Sungguh, bayi-bayi yang malang,” ucap Caroline.

Kedua bayi lucu itu diberi nama oleh Caroline, bayi laki-laki bernama Zayn dan bayi perempuan bernama Zira. Mereka berdua tumbuh bersama dan saling menyayangi satu sama lain. Suatu hari Zayn dan Zira pernah bertanya kepada Caroline, apakah mereka bersaudara, Caroline pun mengatakan ya, ia berasumsi demikian karena mereka berdua sama-sama di temukan di depan gerbang saat itu.

Sampai suatu hari, keluarga Priyadi ingin mengadopsi Zayn, dan mereka pun berpisah setelah sepuluh tahun tinggal bersama di panti asuhan. Selang setahun kemudian, Zira juga diadopsi oleh keluarga Darmawan. Beruntungnya Zayn dan Zira, keluarga yang mengadopsi mereka tinggal dikota yang sama. Mereka berdua kembali bertemu setelah setahun berpisah. Kebetulan sekali kedua keluarga tersebut menyekolahkan mereka di sekolah yang sama sampai ke jenjang SMA.

Zayn tumbuh menjadi anak laki-laki yang tampan dan pandai, selain itu ia juga berbakat di bidang olahraga khususnya basket, tentu saja ia menjadi idola di sekolahnya. Sedangkan Zira sedari dulu tetap sama dengan kepolosan dan kesederhanaannya. Sebenarnya, ia gadis yang cantik dan manis, hanya saja ia tak seperti remaja lainnya yang suka memperhatikan penampilannya, menurutnya otak yang cerdas adalah yang terutama.

Hingga suatu hari, Zira menyadari ada perasaan aneh yang menghinggapi dirinya. Dia selalu kesal apabila ada wanita lain yang mendekati Zayn. Bukan itu saja, ia bahkan akan terlihat gugup jika berdekatan dengan Zayn, menatap bola matanya saja membuat detak jantungnya berdetak tak karuan. Entah dimulai sejak kapan perasaan aneh ini tumbuh, Zira juga tak pernah menyadarinya. Mungkin saja, karena Zayn selalu memberikan perhatian yang lebih terhadapnya.

***

Siang ini di kelas terlihat ramai, Sally salah satu teman Zira ingin menyatakan perasaannya terhadap Zayn. Untuk itu, Sally meminta Zira membantunya karena hanya dia satu-satunya wanita di sekolah ini yang akrab terhadap Zayn. Tentu saja Zira menolak permintaan temannya itu, tetapi hal itu tak membuat Sally patah semangat.

“Zayn, maukah kau jadi kekasihku?”

Sally menatap Zayn dengan penuh harap, sedangkan Zayn sendiri tidak memedulikannya sama sekali. Pandangan matanya mengedar mencari sosok Zira ke setiap sudut ruang kelas yang dipenuhi dengan siswa-siswi yang terus saja menyorakinya untuk segera menerima pernyataan cinta Sally.

“Dimana Zira?” tanya Zayn dalam hati.

Ternyata Zira bersembunyi di balik tubuh salah satu teman sekelasnya. Dia terlihat lesu dan menundukkan kepalanya menatap lantai. Namun, ketika ia mendongak di saat itu juga Zayn sedang melihat ke arahnya. Pandangan mata mereka bertemu, seperti ada sesuatu yang tersirat di dalam sorot mata keduanya yang tidak bisa mereka artikan.

Akhirnya Zira memilih pergi meninggalkan ruang kelas itu. Semakin lama ia berada disana, hanya akan membuat perih hatinya.

Dengan sekencangnya ia berlari menjauh sampai tak lagi terdengar sorakan di telinganya. Langkah kakinya baru terhenti saat keluar dari gerbang sekolah. Tanpa ia sadari, bulir bening itu mulai keluar dari sudut matanya.

“Tunggu! Kenapa kau meninggalkanku?”

Segera Zira mengusap air matanya lalu menoleh saat mendengar suara Zayn. Dia menjadi gelagapan, tak tahu apa yang harus ia lakukan.

“Kau menangis?”

Zira menggeleng. “Tidak. Mataku tadi kemasukan debu,” ucapnya berkelit.

“Mari kita pulang!” Zayn menggenggam tangan Zira dan melangkah bersama. Di sepanjang perjalanan, Zira memberanikan dirinya hendak bertanya mengenai kejadian tadi, apakah Zayn menerima Sally menjadi kekasihnya atau tidak, tetapi Zira mengurung-kan niatnya itu karena Zayn sudah memberitahunya sebelum ia bertanya.

“Mengenai kejadian tadi … aku menolaknya,” kata Zayn.

Zira berdehem pelan. “Kenapa kau menjelaskan padaku, aku tidak bertanya?”

“Ya aku tahu Zira, kau memang tidak bertanya, tapi kau penasaran kan?”

“Tidak, untuk apa? Eh, tapi kenapa kau menolaknya? Bukankah Sally gadis yang manis?”

Langkah kaki Zayn terhenti sebentar lalu menatap Zira. “Tidak! Dia itu tidak semanis dirimu.”

Seketika itu juga pipi Zira merona, detak jantungnya pun berdegup kencang. Kata-kata Zayn barusan telah membuat hatinya berbunga-bunga. Dia sadar dan tahu benar, tak seharusnya ia menyimpan perasaan yang tak wajar ini untuk Zayn.

“Hei, jangan melamun lagi, mau pulang tidak? Busnya sudah datang.” ucap Zayn.

Selama berada di dalam bus, keduanya hanya terdiam. Zayn mengambil ponselnya dan menyambungkan dengan headset, lalu memasangkan salah satu headset tersebut ke telinga Zira. Mereka selalu seperti ini saat berada di dalam bus dan anehnya lagi hanya satu lagu saja yang diputar oleh Zayn. Pernah Zira bertanya kepadanya, mengapa hanya lagu thinking loud milik Ed Sheeran yang selalu di putarnya. Mendengarkan hal itu, Zayn hanya membalasnya dengan tersenyum.

Setiap harinya, Zayn selalu mengantarkan Zira kembali ke rumahnya. Walaupun mereka tinggal di kota yang sama, tempat tinggal mereka berjauhan. Sudah Zira katakan untuk tidak mengantarnya lagi, tapi Zayn terlalu keras kepala. Alasannya, ia hanya ingin memastikan jika Zira telah kembali ke rumah dengan aman.

***

Tak lama kemudian, busnya telah sampai di halte berikutnya. Zayn dan Zira keluar dari bus tersebut dan melanjutkan perjalanan. Jarak rumah Zira dengan halte tidak terlalu jauh, cukup berjalan kaki saja bisa.

“Zayn, kenapa kamu memasang foto ku sebagai wallpaper di ponselmu?”

“Kenapa? Kau tidak menyukainya?” tanya Zayn.

“Bukan seperti itu, hanya saja setiap orang yang melihatnya akan mengira kalau aku adalah kekasihmu. Kau kan saudara kandungku,” ucap Zira dengan nada suara yang kian pelan.

“Biarkan saja mereka berpikir seperti itu, toh tak ada yang tahu kalau kau saudariku. Lagian aku jenuh dengan setiap perempuan yang selalu mengejarku setiap hari. Jadi, aku pinjam foto mu saja.”

“Kau jahat ya Zayn, menjadikan aku sebagai tameng.”

Zira kesal dan mengejar Zayn sampai di depan rumahnya. Nafasnya terengah, peluhnya sampai bercucuran membasahi tubuhnya.

“Huh, aku lelah,” ucap Zira sambil mengatur kembali nafasnya. “Kembalilah, terima kasih sudah mengantarku pulang.”

“Tidak. Aku akan pergi setelah kau masuk!” kata Zayn.

“Baiklah, sampai jumpa besok.”

Zayn baru meninggalkan tempat itu setelah bayangan Zira hilang dari pandangan matanya.

Setiap harinya mereka terus seperti ini, hingga suatu hari di saat acara kelulusan berakhir. Zayn mengatakan akan mengikuti orang tua angkatnya ke luar negeri dan tidak tahu kapan ia akan kembali lagi ke sini. Dia hanya berpesan kepada Zira untuk hidup dengan baik dan jangan menunggunya kembali.