PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Nafsu Si Perkasa

Nafsu Si Perkasa

Penulis:Blacksugar

Berlangsung

Pengantar
"Kau mau macam-macam juga padaku?" Tuduh Gera curiga pada Roy.  "Jangan berpikir negatif, Nona! Bagaimana mungkin aku membiarkanmu keluar menggunakan pakaian seperti itu? Dasar bodoh!" Sergah Roy membela diri.  "Lalu, berbaliklah! Jangan menatap tubuhku seperti itu!" Seru Gera kembali menutup tubuhnya.  "Panas! Tolong bantu aku!" Gerutu Gera. Ia sudah sangat kewalahan dengan respon tubuhnya. Dengan gerakan erotis ia mengelus setiap inci tubuh indahnya. Logikanya memang bertentangan dengan apa yang ia lakukan, namun birahi sudah menguasainya sekarang.  "Hei! Bagaimana cara meredakan efek obat perangsang, Tuan binal?"Gera bertanya pada Roy dengan disertai desahan.  'Astaga! Bagaimana bisa dia mendesah? Sungguh, wanita itu selalu membuat nafsuku memuncak.' Batin Roy kesal. "Apa?! Kamu bilang aku binal? Lalu kau apa, Nona bikini hitam?!" Skakmat! "Ayo! Beritahu padaku, bagaimana cara menghentikan efek obat perangsang?" Tanya Gera sekali lagi.  Roy tersentak, ia baru sadar kenapa Gera sampai bertingkah aneh seperti itu. "Wait, kau bilang apa, obat perangsang?"  Tanya Roy meyakinkan diri.          Gera mengangguk. Kini ia semakin gelisah. Rupanya memang benar, dosis yang Adit berikan memang tinggi.  "Bagaimana bisa? Jangan bilang, lelaki itu lagi yang mau memperkosamu. Lelaki yang dirumahmu tadi malam?" Tanya Roy. "Bagaimana kau tahu? Jangan bilang, kau yang menolongku?!" Teriak Gera histeris.  Roy hanya mengangguk. "Hanya ada satu cara." Tutur Roy simpel. "Bagaimana? Aaahh! Ayo cepatlah! Aku sudah tidak tahan." Erang Gera. Kini ia sudah bisa merasakan bagian bawahnya basah. Sangat basah.  "Kita harus menyatu." Singkat, padat, jelas! Gera tersentak mendengar jawaban Roy.  "Apa?! Tidak adakah cara lain?"
Buka▼
Bab

Gera melangkah masuk ke dalam apartmen pacarnya, Adit. Langkah Gera terhenti ketika mendengar suara lenguhan erotis. Semakin lama menjadi desahan yang begitu nyaring di telinga Gera. Gera segera menggeleng, berusaha menepis pikiran negatifnya. 'Ah, tidak mungkin ini Adit. Tapi siapa itu?' Batin Gera berkecamuk. 

"Adit!" Semakin dekat menuju kamar Adit, suara desahan itu semakin terdengar jelas. 

       Wajah Gera memucat mendengar suara menjijikkan itu. Namun rasa jijiknya berhasil dikalahkan oleh egonya yang ingin mengetahui siapa yang menyebut nama Adit dibarengi desah erotis itu. 

"Kau sangat hebat, Adit. Hujam lebih dalam lagi." Erang si wanita. Air mata sudah membendung di pelupuk mata Gera. Yang ia takutkan terjadi. Hatinya semakin terpancing untuk melihat siapa wanita itu, yang baru saja memuji Adit, kekasihnya.

Dengan pelan ia melangkah. "Lalu, lebih memuaskan siapa, aku atau wanita sok polos itu?" Tanya si wanita, membuat langkah Gera terhenti lagi. 

"Jelas kau lebih seribu kali. Boro-boro melayaniku, dia sibuk dengan hidupnya yang sok suci itu. Gera tidak ada apa-apanya dibanding kau, Andin! Goyanglah terus." Gera semakin terluka ketika mendengar itu adalah suara Adit. Terlebih lagi Adit merendahkannya. Pipi Gera kini sudah basah. 

        Suara kecipak terdengar semakin besar sekarang. Gera merasa telinganya begitu sakit mendengar erangan, desahan, dan lenguhan yang tiada henti. 

        Terlebih, wanita yang kini bercinta dengan kekasihnya adalah teman baiknya sendiri. Andin. Orang tempatnya berbagi cerita. Gera tidak percaya dengan semua ini. 

Dengan pelan Gera membuka pintu kamar itu. "Adit!" Gera berteriak histeris ketika melihat apa yang ada di depannya sekarang. 

        Andin yang menindih Adit dengan liarnya. Dan Adit, ia terlihat begitu menikmatinya. Ironis sekali. 

"Ge-Gera! Bagaimana bisa?" Tanya Adit terkejut. Ia langsung beranjak memakai bathrobenya. 

"Bisa. Jadi ini alasan kamu nggak bisa hadir? Hebat!" Ujar Gera dengan suara terputus-putus akibat tangisnya yang hebat. 

"Aku bisa jelasin, Ge!" Kata Adit berusaha membujuk Gera. 

"Stop! Kamu diam disana! Mau jelasin apalagi? Jelasin aku yang nggak bisa puasin batin kamu? Atau mau jelasin kalau pelacur itu lebih baik seribu kali dari aku? Nggak perlu, Adit!" Sergah Gera dengan emosi yang membuncah. 

"Dan kamu Andin, aku nggak akan pernah nyangka apa yang kamu lakuin sekarang. Kamu bilang aku sok polos? Kamu lebih dari hewan!" Teriak Gera menunjuk Andin. Konyolnya, Andin hanya menatap Gera datar. Tanpa rasa bersalah. 

"Ge, apa yang kamu lihat-" 

"Sangat luar biasa!" Potong Gera. 

         Dengan hati yang sudah pecah, Gera berlari keluar dari kamar kotor itu dan..

Gera membanting pintu apartmen Adit dengan sangat keras. Sambil menghapus air matanya ia berlari kemanapun kakinya membawanya.

***

"Dasar laki-laki tak berperasaan! Aku akan buat kamu nyesel, Adit!" Teriak Gera di tepi pantai yang sepi. Ia menangis sejadi-jadinya. 

        Gera terduduk diatas pasir putih yang membentang luas. Sambil menghapus sisa-sisa air mata yang mulai mengering di pipinya, ia mengeluarkan sumpah serapah. 

"Ngapain nangis, Ger? Dia aja nggak peduliin kamu." Gera menertawakan dirinya sendiri. Masih dengan kebaya yang melekat sempurna di tubuh indahnya. 

         Gera mengambil kaca dari tas kecilnya. Melihat pantulan dirinya di cermin. Make up yang tadinya sangat sempurna di wajah cantiknya, kini sudah luntur. Abstrak. 

***

        Sudah jam delapan malam. Gera segera membersihkan diri setelah kembali ke rumah kecilnya. Membersihkan matanya dari sisa-sisa kesedihan. 

        Gera keluar setelah selesai mandi, hanya menggunakan kemben dari handuknya. Namun sesuatu mengejutkannya.

"Hai, Gera!"

Adit tersenyum licik sambil menghirup rokok di tangannya. Gera refleks menutupi bagian tubuhnya yang terlihat, walaupun itu percuma. 

"Adit! Ka-kamu ngapain datang kesini? Cepat keluar dan jangan pernah menemuiku lagi!" Bentak Gera. 

Adit berjalan mendekatinya. Pelan, namun langkahnya pasti. "Jangan menutupi tubuhmu, aku suka melihatnya." Sekarang Adit sudah di depan Gera. 

"Dan jangan pura-pura polos. Aku yakin, kau sama seperti temanmu. Murahan!" Gera benar-benar tak terima. Hatinya begitu sakit. Dengan kasar ia menampar Adit hingga membuat pria itu meringis.

"Kau sama sekali tidak memiliki hak untuk berkata seperti itu!" Geram Gera tanpa takut. Ia ingin sekali berlari menuju kamarnya, namun tidak ada jalan keluar karena Adit sudah memblokade tubuhnya. 

Adit menyeringai licik. "Ah benarkah? Boleh kubuktikan sendiri kesucianmu?" Bisik Adit membuat Gera meremang. 

Gera mendorong tubuh Adit keras hingga terjungkal. "Sadarlah Adit! Kau tidak waras! Dan aku bodoh, tidak menyadari semua ini sebelumnya." Tutur Gera emosi. 

"Kau memang bodoh, Gera!" Teriak Adit lalu tertawa sendiri. Aroma aneh menguar disekitar ruangan. Sudah jelas, ia dalam kondisi mabuk sekarang. 

"Dan aku tidak akan pergi darimu sebelum aku bisa mencicipi tubuhmu yang membuatku menegang setiap waktu." Adit lagi-lagi mendekati Gera. Airmata sudah membasahi gundukan kenyal dikedua sisi wajahnya. 

"Pergi kau!" Teriak Gera. 

        Semakin Gera memberontak, membuat Adit semakin gencar dan liar mencari celah untuk menyentuh tubuh Gera. 

      Gera sudah lemas dan tidak memiliki tenaga untuk melawan lagi. Alhasil, ketika Gera lengah sedikit, Adit langsung membuka paksa bathrobe yang Gera pakai. 

"Tolong, jangan lakukan itu, Adit!"  Gera berteriak memohon. 

"Menangislah, akan kuanggap itu desahanmu, Gera." Tutur Adit dengan seringai nakalnya. 

Gera mundur dan menutupi tubuh telanjangnya sebisa mungkin. "Tolong, pergilah!" Tangis Gera tertahan karena rasa takutnya.

      Adit kembali mendekati Gera dengan senyuman iblisnya. Perlahan ia mulai membuka ikat pinggangnya, membuat Gera terbelalak. Ia sangat tidak menyangka Adit akan seburuk ini. 

"Malam ini semua akan terbukti, kau suci atau tidak. Dasar bodoh!" Maki Adit semakin mendekati Gera. 

         Kini kemeja Adit sudah terbuka. Hanya tersisa celana saja. Gera semakin kalap dan bingung harus bagaimana. Mau menghindar, sudah tidak ada jalan. 

"Menjauhlah Adit! Jangan menjadi laki-laki tak bermoral seperti ini! Sampai kapanpun aku tidak akan membiarkanmu menyentuh mahkotaku, sampai kapan pun!" Gera histeris melihat Adit yang sudah begitu dekat dengannya. 

"Cobalah!" Tantang Adit. 

       Mata indah yang dulu Gera sukai, kini berubah menghitam dipenuhi kabut nafsu. Tangan Adit sudah menjalar kemana-mana. 

"Pergi!" Sekali lagi Gera mendorong Adit hingga terjungkal. Mengingat ia sedang mabuk, lumayan memudahkan untuk melawannya. 

Ekspresi Adit kini berubah geram. Tatapan nyalangnya menusuk mata Gera. "Beraninya kau melawanku. Rasakan apa yang akan aku lakukan sekarang!" Adit sudah sangat emosi karena Gera terus saja memberontak. 

"Wanita murahan!" Maki Adit setelah menampar pipi kanan Gera. Gera merasa seperti tertusuk paku besar. 

" Murahan! Kotor! Tidak akan kuampuni kau!" Dua kali Adit menendang tubuh telanjang Gera. Membuat si empunya meringis. 

"Stop! Kumohon hentikan, Adit!" Gera terus saja memohon dengan sisa tenaganya. 

        Tubuhnya sudah lemas. Ia pasrah. Sudah tidak ada lagi tenaga untuk melawan. Mungkin malam ini kesuciannya harus ia relakan. 

Pintu terbuka. Seseorang mendobrak paksa pintu rumah Gera. Membuat Adit yang kini hanya mengenakan kolor menjadi semakin meradang. 

         Pikiran Gera berkecamuk. Ia sangat bersyukur. Namun siapa pria yang hendak menolongnya itu?