PopNovel

Baca Buku di PopNovel

DESAHAN PANAS KAKAK IPAR

DESAHAN PANAS KAKAK IPAR

Penulis:ALWA

Berlangsung

Pengantar
ZONA DEWASA (21+) Ketika nafsu telah mengalahkan logika maka pada saat itu pengkhianatanlah yang akan muncul sebagai pemenangnya. “Aaah … Mas, ohhh yeay ini sungguh nikmat. Lebih dalam, Mas. Ayo, aaahh.” Desahan panas dari Gistara Dianti yang tidak lain tidak bukan adalah kakak iparnya sendiri membuat Gema Madana selalu candu untuk mendengarnya.
Buka▼
Bab

“Ahh … Mas. Oh, ini sungguh nikmat,” racau Gista yang saat ini akal sehatnya tidak bisa lagi difungsikan dengan baik.

“Oooh, Gista kenapa punyamu masih saja sempit. Ohh, kamu sangat tahu bagaimana caranya untuk memuaskanku, Sayang.” Dan kini Gema pun ikut meracau tak karuan karena servis yang diberikan Gista untuknya.

Kalau kalian berpikir kalau Gista adalah seorang jalang yang Gema sewa, maka itu sungguh adalah hal yang sangat keliru. Gista memang nakal, tapi dia juga tidak mungkin menjajahkan tubuhnya ke sembarang pria.

“Lebih dalam, Mas. Ahhh … ayo, Mas dorong lebih dalam lagi. Ahhh, ohh yeay nice, Boy.” Gema menarik salah satu sudut bibirnya saat melihat raut wajah Gista yang terlihat sange akut tersebut.

Antara Gista dan juga Gema keduanya seperti lupa kalau ada Galuh dan juga Genta yang telah mereka lukai hatinya. Pasangan halal mereka, tapi mereka justru memilih untuk melakukan kesalahan besar. Zina.

“Teruslah mendesah, Gis. Jangan berhenti, desahanmu itu adalah candu yang tidak akan bosan untuk aku dengar.”

“Loh … Mas, kok kamu keluarkan?” tanya Gista yang tiba-tiba saja terperanjat kaget tak percaya. Mereka berdua belum mencapai klimaks bagaimana bisa Gema lantas menyudahi ini semua.

“Kita coba gaya baru,” jawab Gema singkat lalu menggendong Gista menuju sofa yang masih ada dalam satu kamar hotel yang sama.

“Mas … ini bisa kita lakukan di ranjang. Kenapa harus di sofa sih?” tanya Gista yang masih tidak mengerti dengan apa yang sedang ada di dalam pikiran sang kekasih.

“Aku akan memberikanmu sensasi yang jauh lebih nikmat bahkan Genta pun tidak pernah membuatmu merasakan ini, Sayang.”

“Menungginglah, Sayang!” Tanpa ada rasa curiga sama sekali, Gista langsung saja mengindahkan apa yang menjadi titah dari Gema. Untuk saat ini semuanya memang terlihat baik-baik saja, sayangnya hal ini tidaklah berlangsung lama. Tiba-tiba saja kedua manik mata milik Gista seperti ingin melompat keluar karena sakit dan juga perih yang Gema berikan untuk dirinya.

“AUW SAKIT! PERIH MAS!” pekik Gista tak tertahankan, tapi Gema seperti tidak menaruh peduli yang besar untuk ini. Dia terus saja melakukan apa yang ingin lakukan, terus berusaha mencapai apa yang hendak dia capai.

Semua yang keluar dari kedua bibir milik Gista, hanya sebatas angin lalu untuk Gema.

“MAS AKU MOHON BERHENTILAH!” pinta Gista sekali lagi. Namun tetap saja hasilnya adalah zonk. Gema tidak memberikan respons apa pun.

“Ahh … bokongmu ini sungguh sangat nikmat, Sayang.” Kedua manik mata Gista seperti ingin melompat keluar saat mengetahui batang ajaib milik Gema kini bersarang di lubang bokongnya. Pantas saja rasanya sungguh sangat berbeda dari yang biasa.

“Mas, kamu bisa berhenti nggak?!” pinta Gista sembari memelas pada Gema, meski pada akhirnya juga dia tahu kalau apa yang menjadi keinginannya itu tidak akan dibuat mudah oleh Gema.

“Sayang, jangan buat aku berhenti untuk hal yang menjadi canduku. Kamu rileks saja. Ini sakitnya juga nggak akan lama kok.” Enteng sekali perkataan itu keluar dari mulut durjana Gema tanpa dia paham kalau Gista juga sedang menahan perih karena ulah lelaki itu.

Gista sungguh tidak habis pikir tentang apa yang ada di dalam pikiran Gema sampai hal konyol ini bisa dia lakukan. Sudah diberikan lubang kenikmatan, tapi yang dia masuki justru adalah lubang yang kotor.

“Nikmatilah, Sayang. Aku akan memperlihatkanmu sensasi yang tak biasa.”

“Ahhh … ini sakit, Mas. Aduuuh. Ahhh, oh Mas.”

Gema kian memperdalam tusukannya dan juga menambah tempo goyangannya. Kini tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Gista selain hanya pasrah dengan semua perbuatan Gema yang memang selalu di luar nalar manusia normal pada umumnya.

“Ahh, Mas aku mau keluar,” akui Gista.

“Ahhh, ini sungguh nikmat, Sayang. Sangat nikmat,” ucap Gema tanpa rasa berdosa setelah dia menumpahkan semua cairan miliknya di dalam lubang bokong milik Gista.

“Masih perih?” Dan dari semua pertanyaan yang terlontar dari kedua bibir milik Gema hanya itu yang bisa membuat Gista meradang kala mendengarkannya.

“Aku bantu bersihkan, ya?” tawar Gema penuh rasa prihatin. Secepat yang dia bisa langsung saja Gema meraih tissue basah dan dengan telatennya dia membersihkan lubang bokong milik Gista.

“Mas?!” panggil Gista dengan nada yang menurut Gema itu penuh dengan nanar.

“Ada apa, Sayang?” tanya Gema lengkap dengan lengkungan senyum manis di kedua sudut bibirnya.

“Galuh beruntung banget ya punya kamu.” Lesu mungkin satu kata itu yang paling pantas untuk menggambarkan bagaimana perasaan Gista saat ini. Ingatan tentang apa yang terjadi 3 tahun yang lalu langsung saja membuat dirinya merasa menjadi orang yang paling malang di muka bumi ini.

“Galuh hanya beruntung dapat raga aku, Sayang. Sedangkan kamu? Kamu dapat cintaku, berhenti membandingkan dirimu dan juga Galuh karena kalian tidak mungkin sama di mataku. Kamu jauh lebih berharga.”

Tanpa aba-aba sama sekali Gista lantas saja membawa dirinya masuk ke dalam dekapan sang kekasih yang tidak lain dan tidak bukan juga adalah kakak iparnya, Gema Madana.

“Sayang … kamu mau janji nggak ama aku?” tanya Gema setelah dirinya mempertimbangkan untung dan juga ruginya hal tersebut.

“Janji apa, Mas?” tanya Gista tanpa sedikit pun dia memiliki niat untuk merenggangkan pelukan mereka saat ini.

“Janji untuk meninggalkan Genta.” Sekujur tubuh milik Gista langsung saja membeku saat mendengar apa yang dikatakan oleh Gema. Dia ingin menganggap kalau ini hanyalah kekeliruan, sayangnya dia langsung saja sadar kalau saat ini dia sama sekali tak memiliki masalah apa pun dengan indra pendengarannya.

“Kamu jangan melantur gitu dong, Mas!” ucap Gista memperingatkan Gema. Mendengar hal tersebut Gema tidak tahu lagi bagaimana cara yang tepat untuk membuat Gista paham kalau apa yang dia katakan ini memang adalah hal yang seharusnya dia percayai.

“Aku nggak sedang ngajak kamu untuk bernegosiasi, Sayang. Aku mau milikin kamu lagi.” Gista menilik dengan sangat tajamnya ke dalam dua manik mata milik Gema dan tidak ada setitik pun celah yang bisa dia gunakan untuk menganggap perkataan Gema barusan adalah hal yang tidak bersumber dari hati kecilnya.

“Aku mau tanya satu hal sama kamu, Mas.” Gema lalu mengulum senyumnya dan juga menganggukkan kepalanya sebagai tanda kalau dia mengerti dengan apa yang dikatakan wanita itu.

“Katakanlah, Sayang!” titah Gema karena sampai saat ini Gista masih tak mengutarakan apa yang sebenarnya ingin untuk dia katakan.

“Kalau aku bersedia untuk meninggalkan mas Genta apakah kamu juga akan menceraikan Galuh?” tanya Gista dengan kedua manik matanya yang terus saja menyorot secara tajam ke dalam dua manik mata milik Gema Madana.