PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Youre Eyes Tell The Love

Youre Eyes Tell The Love

Penulis:sharaha.kata

Berlangsung

Pengantar
Reina mahasiswi 21 tahun sekaligus penulis novel fiksi yang suka menghabiskan waktunya untuk menjelajah novel remaja dan duduk di kafe favoritnya Rainbow Caffe. Takdir mempertemukannya dengan Aldo seorang Barista ceria yang selalu membuatkan menu favoritnya vanilla latte dan Dimas pria berkepala tiga seorang penulis kolom puisi dan seorang kurator ternama dengan kepribadian dingin namun berwibawa. Reina dipertemukan oleh takdir yang harus membuatnya memilih antara dua pilihan. Aldo atau Dimas.
Buka▼
Bab

Sebelum memulainya mari kita kenalan dulu.

Aku Reina, panggil saja Rein. Aku takkan memberikan nama lengkapku sekarang karena kalian akan mengetahuinya nanti, saat kalian membaca seluruh kisah ku ini.

"Rein... tugas Ms. Rina udah lo kerjain belum" Reina menutup buku yang sedang ia baca dan mengalihkan pandanganku pada Febby temannya di Kampus. Kelas saat ini tidak begitu ramai hanya 5-7 orang karena kelas akan dimulai sekitar 1 jam lagi.

Febby mengatur nafasnya karena ia berlarian menuju kelas. "Gua tau lu pasti belum ngerjain kan Feb. Pantesan lu on time banget." Sahut Reina sembari mengeluarkan binder dari dalam tas yang berisikan tugas yang sudah ia selesaikan kemarin.

"Tau aja lu.. tapi daripada kerajinan datang kelas 2 jam sebelum kelas mulai. Ada angin apa mbak?" Balas Febby yang menatap Reina cemberut. Reina pun memberikan binder dan Febby menerimanya dengan mata berbinar.

"Lagian Mrs. Rina gak ngabarin awalnya kalo dia mau datang telat. Kalo gitu mendingan gua ngelasoh dulu di kos-kosan tadi." Keluh Reina. dunia perkuliahan tidak semudah kelihatannya. Dosen yang terkadang mengubah jadwal. Dunia baru ini memang harus kubiasakan terlebih lagi ini di ibukota harus tahan banting.

Kelas terasa sepi, menurutku hidupku masih sama aja. Kosong, tapi ia menyukainya. Febby hanya satu-satunya teman dekat Reina di Kampus.

Aku bukannya sulit untuk bergaul, tapi Aku menyukai keheningan. Sejak bertemu dengan Febby hidupku berubah. Febby memiliki kepribadian yang berbeda denganku. Walau dia sangat berisik, dia tetap temanku dan dia juga memahami arti keterdiamanku, paham dengan segala sifatku ini.

Reina mengetukan pulpen sambil memperhatikan materi dari dosen. Mrs. Rina datang telat karena harus memgurus dokumen-dokumen penting katanya.

Reina cukup kesal karena harus menunggu terlalu lama.

Mrs. Rina adalah Dosen favoritku di kelas. Beliau memiliki ciri khasnya sendiri. Beetubuh ramping, mata teduh dan segala kata bijaknya keluar ketika memberi nasehat di kelas.

Waktu menunjukan pukul 2 siang. Matahari yang meninggi mulai turun tidak terlalu panas dan menyengat siang itu intip ku di sela-sela jendela. Febby. jangan tanyakan dia, dia sudah pergi ke alam mimpi. Materi kali ini adalah membedah kesusasteraan. Pak Husein dosen paruh baya yang bisa membuat muridnya tidur begitu beliau menyampaikan materi.

Untungnya bebarapa menit kemudian jam matkul habis. Anak-anak yang lain langsung berhamburan keluar setelah Pak Husein mengucapkan salam. Setelahnya aku akan kembali ke kos'an mengerjakan novel barunya yang belum kelar. Febby, dia pergi bersama pacarnya. Jangan tanyakan aku yang masih jomblo ini.

"Ehh.. Rein.. duluannya Yoga udh nungguin diparkiran. Oiya Bella rekomendasi kafe bagus di belakang kampus, katanya si kafe baru. namanya Rainbow Caffe, Kali aja lu mau nulis disana?" Reina terdiam sejenak. Berusaha menyimpan kata Rainbow Caffe dalam benak lalu aku mengangguk sekilas "oke.. kalau gue sempet ya.. oke sukses datenya ya.." Febby tersenyum kemudian pergi meninggalkanku di depan kelas yang masih menatap punggungnya dari kejauhan.

Untungnya.. suasana kampus mendukung saat ini, tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa mahasiswi yang berlalu-lalang atau duduk di pinggiran kampus. Aku menghirup dalam-dalam angin sore itu. Menatap lukisan ilahi yang begitu memanjanhkan mata. Langit-langit biru tercampur warna orange karena memang senja sudah mulai memancarkan sinarnya.

Tak butuh waktu lama untuk mencapai halte bus depan Kampus.  Banyak yg bilang aku ini Kupu-kupu. Kuliah pulang, Kuliah pulang. Tapi itu tidak sepenuhnya, karena mereka belum melihat kegiatan ku di kost'an. Kasur adalah tempat terbaik untuk melanjutkan segala fantasi liar dalam otakku ini. Meminum susu cokelat hangat, mulai merangkai kata di atas benda kotak bernama notebook dan memutar lagu kesukaan. Kegiatan kecil yang berharga yang membuat diri ini bersyukur.

Sesekali aku mengangguk mendengar alunan musik lewat earphone yg tersambung ke ponselku.

"Tunggu.. Kak Reina kan? Kakak kacamata yang dulu nolongin aku di depan sekolah." Reina memandang gadis berseragam SMA yang sibuk memandangku dengan senyuman lebar. Reina pun mulai mengingat-ingat siapakah gadis ini sebenarnya.

Flashback on

Kala itu sepulang sekolah aku selalu menunggu di depan Sekolah. Menunggu Ayah datang menjemput. Sayangnya Ayah ingkar janji. Hatiku berkecamuk. Aku pun memilih pulang dengan jalan kaki.

Cuaca saat itu sungguh mendukung semuanya. Hujan, petir angin kencang. Aku kecewa karena biasanya Ayah tidak pernah ingkar janji. Ibu juga tidak menghubungiku sama sekali.

Aku berteduh di seberang Sekolah Dasar karena tubuh sudah sangat basah, kacamataku pun berembun. Semuanya lengkap sudah.

Tak jauh.. aku melihat segerombola anak SD sedang berkumpul. Aku menajamkan pandanganku. Seorang gadis di dorong, di maki dan tak jarang mereka menamparnya. 'Ada apa dengan mereka?' Aku pun menghampirinya berusaha melerainya.

"Hey.. kaliann.. polisi sebentar lagi akan datang menangkap kalian!!" Ucapku lantang sambil menatap mereka tajam. Mereka menciut dan langsung kabur begitu saja. Meninggalkan kawannya yang bergemetar menempel pada dinding sekolah yang terlihat kusam. Aku menatapnya cemas karena dia terus-terusan menunduk.

Aku pun menarik tangannya lembut dan menggandengnya " Gak papa.. kamu aman, sekarang ada kakak kok."

Hujan sama sekali tak ada niatan tuk pergi. Malahh... mengalir dengan deras seakan aku dan anak ini tertimpa hujaman kesedihan. Seakan-akan takdir kami ini sama sekarang.

Aku pun membawanya ke warung makam tak jauh dari sekolahnya. Setelah 2 teh hangat datang dia masih bungkam. Aku cukup mengerti memang berat untuknya. Aku mengelus pundaknya lembut.

"Ada kakak sekarang, semuanya baik-baik aja. Keluargamu sudah tau soal ini?" Dia langsung menggeleng. "Belum kak aku terlalu takut untuk cerita. Tapi aku akan minta pindah sekolah secepatnya. Terima kasih banyak ya kak.." matanya menatapku sendu aku tersenyum hangat "iya udah jangan nangis lagi dong."

"Nama kakak siapa? Aku Lisa.." Aku sempat ingin merahasiakan namaku. Tapi ku pikir hujan sedang memdukung kami saat ini.

"Reina.."

Flashback Off

"Kak, aku gak tau kalau gak ada kakak saat itu. Makasih banyak ya kak." Reina tersenyum mendengarnya, memutar balik masa lalu. Reina berpikir ternyata dia  bisa bermanfaat untuk orang lain. Orang seperti dirinya yang selalu membentangi sebuah jarak. Bus alamatku sudah datang aku tersentak dan langsung saja bangkit.

"Sama-sama, terima kasih juga telah mengungkapkan bagian diriku yang lain. Semoga kita bisa bertemu lagi di lain kesempatan." Setelah mengatakan itu, Reina masuk ke dalam bis dan mencari tempat duduk paling nyaman. Sebelah kanan dekat jendela. Ia memandangi anak itu lewat pantulan kaca. Dia masih disana, masih tersenyum pada Reina.

Sederhana pertemuan membuatku mulai menyadari bahwa memang ada orang lain yang membutuhkan diriku dan aku juga tidak sungkan jika orang lain ada di dekatku.