PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Empat Bidadari Surga

Empat Bidadari Surga

Penulis:Romansa Universe

Berlangsung

Pengantar
Langkah, rezeki, pertemuan dan maut. Keempat hal ini tidak dapat dirubah oleh manusia. Ketentuan sudah digariskan. Manusia telah diberitahu pada saat di alam rahim bahwa semuanya sudah diatur. Ketika rezekinya habis di dunia, maka habislah umur dan akan kembali kepada Tuhan. Suhaila Nadira merupakan seorang perempuan muda yang telah ditinggal suami. Sang suami meninggalkan tiga orang anak yang masih kecil berstatus yatim. Babak baru dalam kehidupannya dimulai ketika suaminya meninggalkan dirinya. Perjuangan hidup berusaha dijalani dengan pantang menyerah. Keterampilan yang dimiliki, walaupun minim, merupakan modal untuk bertahan hidup. Gunjingan dan cemoohan masyarakat dan keluarga berusaha ditepis dengan sabar dan kerja keras. Akankah Suhaila Nadira bisa melalui semua penghalang, cobaan dan rintangan di dalam kehidupan? Akankah dia menyerah akan takdir yang telah digariskan? Atau tetap berjuang demi anak-anaknya?
Buka▼
Bab

Selamat membaca

Siang itu pada jam istirahat Gina bersantai di balkon ruangannya. Ia duduk seorang diri sembari menatap hiruk pikuk suasana kota Bukittinggi. Ia membatin tentang hidupnya yang mulai diselimuti rasa kebosanan.

“Ternyata sudah 4 tahun, aku bekerja sebagai staf di kantor walikota,” gumam Gina.

“Jujur aku merasa bosan bekerja disini, ada baiknya aku bisa pindah kerja saja tapi kemana yaa?” tanyanya dalam hati.

Ia mulai bertanya-tanya dalam hatinya, ia akan pindah kerja kemana. Kemudian terlintas dalam pikirannya untuk mencari lowongan kerja di media social. Berharap ia menemukan pekerjaan yang tepat dengan posisi jabatan yang lebih baik dari pekerjaannya sekarang. Lalu ia merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya dan bergegas melakukan pencarian lowongan kerja di media social. Tak lama kemudian ia menemukan lowongan kerja sebagai manager di sebuah perusahaan startup di Jakarta.

Gina mengukir senyumannya dan berkata, “Nah ketemu lowongan kerjanya. Semoga saja aku diterima bekerja disana ahaha, biar gak ada yang melayangkan pertanyaan kramat untukku, ‘sudah menikah? ayo kapan lagi Gin’ brisik deh mereka itu.”

Tidak hanya pekerjaannya yang telah membuat Gina diselimuti rasa kebosanan tapi pertanyaan tentang pernikahan juga membuat ia risih, oleh sebab itu Ia berusaha menghindari dari pertanyaan-pertanyaan itu.

Hari semakin sore, semua pekerja kantor walikota pulang termasuk Gina.

“Akhirnya pulang juga,” ucap Gina menghela nafasnya. Ia membereskan barang-barangnya kemudian menggunci ruangannya lalu Ia meluncur pulang menuju ke rumahnya.

Tiba-tiba ia teringat dengan sahabatnya, Farah. “Kasian banget kau Farah. Mengapa kau begitu percaya dengan lelaki yang baru kau kenal? bukannya ini sudah pernah aku katakana tapi kau abaikan. Walau bagaimanapun aku takkan meninggalkan kau. Aku sahabat kau dan gak akan meninggalkan sahabatnya saat kau bersedih. Kuharap kau bisa mengambil hikmah dengan kejadian yang menimpa kau 4 tahun yang lalu,” gumam Gina lirih.

“Itulah kenapa alasan aku menjomblo sampai saat ini, trauma kulihat kau. Andai aja ada Jerry di depanku saat itu, aku akan buat ia ayam geprek tapi sayang ia tak kunjung datang saat seharusnya kau berbahagia dengannya tapi ia merusak dan mempermalukan keluargamu. tapi apa boleh buat, aku tak bisa berbuat apapun untuk kau selain mendoakanmu agar kau kuat menjalani semua cobaan ini,” ucap Gina yang mengenang peristiwa yang terjadi pada sahabatnya, Farah.

Beberapa menit kemudian, Gina tiba di rumah sore itu. Ia memarkirkan mobilnya dan berjalan memasuki rumahnya. Ternyata di teras depan ayah ibunya sedang bersantai. Mereka menyungging sebuah senyuman untuk putri sulungnya.

“Gina? kamu sudah pulang, Nak,” panggil ibunya. Seketika langkahnya terhenti dan berjalan menghampiri ibunya. Ia menyalami ayah dan ibunya. Ia membalas senyuman kedua orang tuanya. Ia mengangguk lalu pamit untuk bersiap-siap untuk membersihkan dirinya. Kedua orang tuanya mengangguk setuju. Gina beranjak memasuki kamarnya. Ia merebahkan dirinya sejenak, “Huuuft ngantuk. Aku mandi dulu agar lelahku segera pergi, aku sangat jenuh dengan kehidupanku.”

Malam itu Gina dan kedua orang tuanya menikmati makan malam bersama. Ayahnya bertanya tentang status asmaranya, “Gina, apa kamu sudah punya pacar, ayo kenalin ke ayah dan bunda, jangan nunda-nunda lagi, kamu sudah boleh menikah.”

“Huuuft, belum ayah. Lelaki itu gak bisa dipercaya, tukang pemberi harapan palsu. Untuk sementara waktu Gina mau buru cuan,” sahut Gina sembari menghela nafasnya.

“Gak semua lelaki itu sama, ayah tidak seperti itu!” tegas ayahnya

“Itukan ayah, Gina percaya tapi di luar sana ada kok lelaki hidung belang, tukang bohong. Tuh contohnya Farah, kasian ditinggal nikah hari itu, jadi trauma lihat dia, ayah. Pokoknya ayah gak usah khawatirin Gina yaa, doain aja kalau suatu hari nanti Gina jadi berubah fikiran untuk menikah haha,” sahut Gina sembari menyungging senyumannya.

“Tapi Nak, kamu itu sudah berusia 27 tahun hemm?, ada baiknya kamu memperluas pertemanan dan sudah boleh melirik kiri kanan untuk menentukan siapa yang menjadi pendamping kamu nanti. Atau biar ayah bunda yang carikan yaa?” celutuk bundanya.

Gina menggelengkan kepalanya tanda tidak menyetujui ucapan sang bunda. “Bunda, bunda, bunda please jangan paksa Gina untuk menikah, Gina belum siap bunda,” lirih Gina mengerucut mulutnya yang menatap satu persatu bunda dan ayahnya.

“Iyaa Nak, yang dikatakan bunda itu benar. Ayah dan bunda hanya ingin yang terbaik untuk kamu” timpal ayahnya sambil menggelengkan kepalanya.

“Ayah please jangan bahas itu, kita lanjut makan malam yaa,” pinta Gina menutup pembicaraan tentang statusnya.

“Semoga aja aku bisa diterima di perusahaan tersebut jadi gak ada yang terror lagi hahaha,” tawanya dalam hati

“Ayah bunda dan semua selalu bahas ‘kapan nikah? nyebelin banget deh. Lelaki itu baj1ngan, mau enaknya aja,” ngedumel Gina dalam hatinya. Ia semakin yakin bahwa lelaki itu hanya singgah sesuka hatinya. Ia mengibaratkan lelaki itu adalah sebuah angkutan umum yang akan singgah disepanjang jalan dengan waktu tertentu.

Setelah makan malam Gina pamit masuk ke dalam kamarnya. Di kamar, Gina sibuk mempersiapkan berkas laamaran tersebut untuk di apply di sebuah perusahaan startup yang terletak di Jakarta. Setelah semua berkas terkumpulkan menjadi satu file kemudian berkas lamaran tersebut disubmitte Gina melalui online.

“Bimillah, semoga diterima,” batinnya dengan penuh harapan. Ia sangat berharap kalau ia diterima di perusahaan tersebut untuk menghindari pertanyaan keramat.

1 minggu kemudian, Gina mendapatkan kabar dari pihak perusahaan yang ia apply lamaran, bahwa dirinya diterima di perusahaan tersebut dan pihak perusahaan meminta agar Gina segera untuk masuk bekerja minggu depan. Gina menghubungi adiknya yang sekarang tinggal di Jakarta untuk membantunya pindah ke Jakarta.

“Tut tut tut..” beberapa detik kemudian telpon Gina tersambung pada adiknya

Vina segera mengangkat telpon dari sang kakak, “Hallo kak.”

“Iyaa, hallo Vin. Kamu sedang dimana? kakak butuh bantuan kamu,” ucap Gina

“Aku di apartement kak, apa yang bisa dibantu?” tanya Vina pada sang kakak

Gina kemudian bercerita pada sang adik, bahwa lamarannya diterima di sebuah perusahaan startup di Jakarta sebagai manager marketing. Ia meminta tolong kepada sang adik untuk membantunya pindah ke Jakarta. “Kamu tolong bantu kakak untuk mengurus pindah karena minggu depan kakak harus mulai bekerja di perusahaan itu.”

“Iyaa kaak, aku akan bantuin kakak,” sahut Vina setuju

“Terima kasih adiku sayang,” gumam Gina dan mengakhiri telponnya. Beberapa hari berlalu, Gina kini tinggal di Jakarta bersama adiknya.

Gina akhirnya tinggal di Jakarta bersama adiknya. Pagi-pagi ia sudah rapi, ia hendak berangkat ke kantor barunya. Setelah sarapan pagi ia bergegas untuk pergi ke kantor barunya.

“Selamat bekerja kak, semoga ketemu calon abang ipar hahaha,” ganggu Vina

Gina melipat bibirnya ke bawah, “Anak ingusan tau apa soal cinta, abang ipar, yang ada disana aku keemu pak satpam hahaha,” gumam Gina terkekeh.

“Kakak pergi dulu yaa,” pamitnya pada sang adik.

Vina menengangguk dan kembali menggunci pintu kamarnya, sedangkan Gina berjalan memasuki lift untuk menuju ke lantai paling bawah.

“Tiiiing..” lift terbuka. Kemudian ia keluar dari lift dan menuju parkiran untuk memasuki mobilnya.

“Hari ini hari pertama, semoga aja hari ini gak terjebak macet,” serunya lalu menjalankan mobilnya dan meluncur mobilnya menuju kantor barunya.

Beberapa menit kemudian Gina tiba di kantor. Ia segera memarkirkan mobilnya dan memasuki gedung tinggi yang merupakan kantor barunya. Pagi itu semua karyawan dibrifing sebelum melakukan aktivitas. Gina berbaris dan mengikuti arahan dari direktur perusahaan.

Clara adalah bos baru Gina. Sifatnya tegas dan sedikit arogan. Setelah mengikui arahan dari Clara, Gina pergi ke ruangannya. Ruangannya ada di lantai 14 sebuah gedung perkantoran di Kuningan. Hari ini adalah hari pertama ia bekerja. Ia kelihatan begitu sibuk. Ia menjumpai bagian It untuk meminta sharing folder di computer.

“Permisi,” gumam Gina sembari mengetuk pintu ruangan IT.

“Iyaa, silahkan masuk,” sahut seorang pemuda dari dalam ruangan tersebut. Lalu Gina masuk ke dalam ruangan tersebut dan menjumpai petugas IT.

“Ada yang bisa dibantu?” tanya Memed yang fokus dengan pekerjaannya.

“Iyaa, saya mau meminta tolong untuk sharing folder ke computer saya.” sahut Gina.

“Oke, segera silahkan tunggu,” sahut Memed. Saat Memed menoleh ke arah Gina, matanya membelalak kaget. Ia langsung mengingat Gina. Ternyata pria yang 4 tahun lalu disiramnya bekerja sebagai petugas IT di kantor barunya.

“Kau?” seru Memed sembari menujukan jarinya ke wajah Gina.

“Ternyata kau bekerja disini? tapi sepertinya kau baru yaa? Kau ingat denganku?” ucap Memed memborong pertanyaan untuk Gina.

Gina menggelengkan kepalanya dan bertanya pada Memed, “Kau siapa?” Ia tak ingat dengan kejadian 4 tahun yang lalu.

“Aku adalah lelaki yang kau siram di café 4 tahun yang lalu, hemm. Semoga kau tidak lupa dengan semua itu. Pertemuan pertama kita yang sangat mengesankan,” jelas Memed sambil mengukir senyuman.

Gina mencoba mengingat peristiwa 4 tahun yang lalu. Kemudian berlalu pergi menuju ruangannya.

“Kita akan sering bertemu, cantik!” goda Memed.

**Bersambung…