PopNovel

Baca Buku di PopNovel

WEDDING

WEDDING

Penulis:Michiko_Jauzaa

Berlangsung

Pengantar
Pertemuan kembali Mihran dan Amaliya dengan sahabat lama mereka, Eliza menjadi sebuah kebahagiaan sekaligus malapetaka bagi rumah tangga Amaliya dan Mihran. Cinta yang sudah lama dipendam Eliza sejak ketiganya duduk dibangku SMA pun menjadi alasannya untuk tidak membuka hati dengan pria lain. Di hatinya, hanya ada Mihran. Namun, Eliza sadar, cinta Mihran hanyalah Amaliya, sahabatnya sendiri. Hingga akhirnya ia pun memilih pergi ke Amerika, membawa luka hatinya. Namun, takdir membawa Eliza kembali bertemu dengan kedua sahabatnya. Rasa rindu pada sang sahabat, membuat Amaliya tidak sadar jika ada cinta di antara 2 sahabatnya itu. Akankah Amaliya mempertahankan rumah tangganya dengan Mihran di saat ia tahu sang sahabat justru tengah mengandung buah cintanya dengan Mihran?
Buka▼
Bab

"Saat ketulusan hadir dalam sebuah hubungan, beratnya ujian akan mudah dilewati."

Mohon subscribe, follow dan rate ya, agar author rajin update. Ini cerbung terbaru yang terinspirasi dari kisah nyata seorang sahabat. Semoga dapat diambil ibrohnya.

****

"Mihran, aku takut!" teriak Amaliya dengan suara keras.

"Jangan takut, Sayang, aku punya kejutan spesial untuk kamu!" teriak Mihran.

Wajah penuh ketakutan. Jantung yang berdegup sangat kencang. Netra Amaliya melihat ke sekeliling di atas jembatan gantung itu. Bagi seorang Amaliya yang takut akan ketinggian, itu hal yang menyeramkan.

Namun, Mihran, kekasih Amaliya sejak mereka sama-sama duduk dibangku SMA ingin agar phobia ketinggian kekasihnya itu lenyap. Ia pun sengaja memberikan sebuah surprise di atas ketinggian.

"Mihran! Kamu sengaja ya?" teriak Amaliya dengan wajah merenggut.

Kekasih Mihran itu menolak, ia memilih berjalan berbalik arah daripada harus berjalan ke depan menuju ujung jembatan gantung itu. Di mana Mihran sedang menunggunya.

"Ok, Sayang! Sekarang kamu jalan, aku juga jalan. Kita ketemu ditengah. Adil bukan? Kamu percaya kan sama aku?" bujuk Mihran.

Amaliya pun mengikuti keinginan kekasihnya itu. Akhirnya, ia memberanikan diri melangkahkan kakinya satu per satu, pandangannya lurus ke depan, sesuai perintah Mihran.

Dan akhirnya ... Mihran berhasil memeluk Amaliya dengan wajah ketakutannya. Ia memeluk sangat erat, agar Amaliya menjadi tenang.

"Kamu jahat!" pekik Amaliya berkaca-kaca.

Mihran tertawa, ia akhirnya berhasil membuat Amaliya yang phobia ketinggian akhirnya berhasil melewati semuanya.

Mihran pun menatap gadis tomboy itu dengan penuh cinta. Tangannya memegang wajah Amaliya dan sikap Mihran membuatnya gugup.

"Aku bahagia, kamu percaya sama aku. Kepercayaan ini akan menjadi kunci kuatnya hubungan kita ke depan."

Mihran menarik nafas panjang.

"Aku yakin, sebesar apapun ujian yang akan kita lewati nanti, selama aku sama kamu punya cinta dan kepercayaan, semua pasti bisa kita lewati," kata Mihran membuat Amaliya tersenyum. Mereka pun berpelukan sangat erat.

"Aku punya sesuatu buat kamu. Sayang, aku mau melamar kamu, dengan sebuah cincin yang indah, tetapi .... " Mihran pun mengeluarkan sebuah kotak cincin berwarna ungu dan ... Amaliya pun tertawa.

"Loh, ini kan cincin yang dulu?" ujar Amaliya.

Amaliya menerawang, di masa SMA dulu, ia ingin membeli sebuah cincin mainan cantik bermata ungu, warna kesukaannya. Namun, Mihran mengejeknya seperti anak kecil. Ah, ternyata dia membelikannya untukku.

Amaliya pun tersenyum bahagia, ia memeluk erat pujaan hatinya itu. Amaliya pun melupakan ketakutannya. Akhirnya, Amaliya pun mengajak sang kekasih pulang untuk bertemu dengan orangtuanya dan membahas soal pernikahan ini.

****

"Kamu sudah punya apa, melamar anak saya? ucap Pak Taher, Ayah Amaliya.

Mihran terdiam, matanya nanar menatap ke arah orangtua serta Oma Amaliya yang duduk dihadapannya.

"Saya sekarang memang belum sukses, Om, tetapi saya janji akan membahagiakan Amaliya dan sukses demi Amaliya," ucap Mihran dengan lantang dan penuh keyakinan.

Pak Taher pun tersenyum sinis.

"Pa, Amaliya yakin kok, Mihran akan sukses nanti. Dan Liya mau kok memulai dari nol sama Mihran," ujar Amaliya meyakinkan Papanya.

Pak Taher sinis, ia marah besar.

"Amaliya. Papa itu kerja keras untuk membahagiakan kamu. Sejak kecil, kamu hidup berkecukupan dan ....

Belum Pak Taher menyelesaikan ucapannya, Oma Amaliya membela sang cucu.

"Taher, sudahlah. Dengarkan dulu anak-anak ini bicara maunya mereka," ujar Ibu Siska membela cucu kesayangannya.

"Bu, tolong! Biarkan aku berbicara dulu. Ok?" ucapnya tegas.

Pak Taher menarik nafas panjang.

"Amaliya, kamu belum tahu bagaimana hidup, bukan hanya butuh cinta. Kamu sakit, harus ke rumah sakit, butuh uang! Kamu melahirkan, juga butuh uang dan saat kamu punya anak, kamu juga butuh uang untuk membeli susu anakmu!" ucap Pak Taher tegas.

"Silakan kamu pulang dan jangan datang melamar sebelum kamu bisa tunjukkan pada saya kalau kamu sudah sukses!" kata Pak Taher dengan lantang, membuat mental Mihran down. Niat tulusnya pun ditolak.

Pak Taher menolak tegas keinginan Mihran untuk menikahi putri kesayangannya, Amaliya Nahra Zaretha. Pak Taher pun memilih pergi, meninggalkan mereka yang terdiam di ruang tamu besar itu. Ibu Arumi, Mama Amaliya pun menyusul sang suami atas perintah mertuanya.

"Jangan diambil hati omongan Papa Amaliya. Dia memang keras, tetapi hatinya baik. Nanti biar Oma yang akan bicara dengannya. Kalau Oma, Oma merestui kalian," ujar Ibu Siska menepuk pundak Mihran, memberinya semangat.

Mihran dan Amaliya pun tersenyum

Mihran pun melangkahkan kakinya ke luar rumah mewah milik Oma Siska.Mihran dan Amaliya memang dua orang yang berbeda. Amaliya terlahir dari keluarga yang kaya raya. Oma dan almarhum opanya membangun sebuah perusahaan hingga akhirnya mereka dikenal sebagai pengusaha sukses. Bukan sekadar di Indonesia tetapi juga dunia internasional.Sedangkan Mihran, hanya berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang dokter spesialis, Ibunya sudah meninggal sejak Mihran SMP.

"Sayang, kamu jangan ambil hati ya omongan Papa tadi. Aku percaya, kamu akan sukses," ujar Amaliya memberi semangat pada calon suaminya itu.

"Aku akan tetap menikah dengan kamu, meski Papa tidak merestui pernikahan kita." Amaliya pun tersenyum, agar Mihran kembali semangat.

"Nggak mungkin, Ly, gimana kita menikah tanpa restu orangtua kamu?" ujar Mihran pesimis.

"Kamu yang sekarang harus percaya sama aku. Kita akan hidup bahagia dan sukses bersama-sama memulai semua dari nol," kata Amaliya yakin. Akhirnya Mihran pun tersenyum.

Mihran pun mencium kening Amaliya sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan rumah mewah itu.

bersambung ....