PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Between Love And Contract

Between Love And Contract

Penulis:Ladyocean

Berlangsung

Pengantar
Ganeil Hagan seorang pria yang memiliki karir cemerlang dengan prinsip hidup yang tenang dan bebas. Namun, hidupnya menjadi berubah seketika saat keluarga besar mulai mendesaknya untuk menikah. Pertama kali dalam hidupnya, Aisa Soraya harus mengabaikan prinsip strict miliknya demi mendapatkan uang pengobatan ayahnya yang sedang sakit. Neil membutuhkan istri, sementara Aya membutuhkan uang untuk pengobatan sang Ayah. Awal pertemuan yang tidak terduga, membuat keduanya menjadi sering bertemu. Sebuah perjanjian pun terjadi!
Buka▼
Bab

Prang!!!

Suara vas bunga yang dipecahkan oleh seorang wanita sudah membuat suasana semakin menegang.

"Kamu sudah gila, Aya!" Teriak seorang wanita dengan nada kesal.

"Benar! Memangnya kenapa hah?" tanya wanita lain yang lebih muda sudah menatap tajam wanita di depannya, "aku tidak percaya kakakku menikahi perempuan sepertimu!"

"Suka atau tidak rumah ini akan segera aku jual. Lebih baik kau mulai mencari tempat lain untuk kau tinggali," balasnya terdengar acuh.

Aisa soraya sudah menatap geram kakak iparnya tersebut. Dia memang sudah bisa menduga di awal bahwa kehadiran wanita itu hanya akan membuat keluarganya semakin sengsara.

Akan tetapi, keputusan yang baru saja Arsina zoe sampaikan padanya benar-benar tidak bisa dia terima begitu saja.

"Sudah berapa kali aku bilang? Ini rumah milik ayah!" teriak Aya menggelegar diruangan tersebut.

"Toh ayah juga sudah mewariskannya untuk kakakmu," tukasnya tidak peduli.

"Kalau kamu tidak menghasutnya, kakakku tidak akan sampai bertengkar dengan ayah. Meminta sertifikat tanah dan rumah hanya untuk menikahi perempuan matre sepertimu!"

Istri kakaknya itu sudah menatapnya dengan tajam sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Melihatnya dari ujung kepala hingga ke ujung kakinya seolah meremehkan.

"Kalimatmu itu kasar sekali, sama sekali tidak mencerminkan pendidikanmu."

"Masa bodoh! Aku tidak akan membiarkanmu seenaknya menjual tempat ini. Apa kakakku tahu niatanmu ini ha?" tanya wanita yang memiliki rambut panjang bergelombang itu dengan amarah yang membara.

"Ya ... dia tahu."

"A-apa?"

Aya terdiam sejenak. Apa wanita itu mengatakan yang sesungguhnya? Apa kakaknya benar-benar sudah tunduk pada wanita mengerikan di hadapannya itu.

"Satu minggu. Aku memberimu waktu satu minggu untuk berkemas, tinggal di rumah sebesar ini ... barang-barangmu pasti banyak kan?"

"Perlu aku ingatkan, ayah masih hidup hingga saat ini! Dasar perempuan sinting!"

"Perlu aku ingatkan kondisi ayah saat ini?"

Aya terdiam mendengar pertanyaan menyindir dari kakak iparnya tersebut.

masih memiliki keyakinan bahwa ayahnya akan sembuh, tapi apa yang dilakukan oleh wanita jahat itu?

"Cukup Mbak Sina! Apa belum cukup merenggangkan hubungan keluargaku? Jangan jadi orang yang tidak tahu diri seperti itu!"

Bagaimana mereka bisa setega itu? Jelas Aya masih belum mau menyerah dengan pendiriannya.

"Jangan memancing emosiku Aya! Terima saja kenyataan itu, ini bukan lagi rumahmu," kata Sina penuh penekanan di akhir kalimatnya.

"Mbak pikir aku mau menerimanya begitu saja tanpa alasan yang jelas? Apa sih tujuan Mbak yang sebenarnya?" tanya adik ipar Sina itu untuk kesekian kalinya belum mendapatkan alasan yang memuaskannya.

"Kau hanya perlu tahu aku melakukannya demi Kakakmu! Mas Sony sedang ada masalah keuangan saat ini. Kalian sebagai keluarganya kenapa sulit sekali untuk membantunya sih?" tanya Sina dengan tatapan menyebalkan.

Aya ingin sekali segera mengusir wanita tidak tahu malu itu secepatnya, tetapi dia mengurungkan niatnya.

Hal itu karena Sina memperlihatkan beberapa lembar sertifikat rumah dan tanah yang telah berubah kepemilikan, dari nama sang ayah menjadi nama istri dari kakaknya beberapa saat yang lalu.

"Kenapa bukan Mas Sony yang datang sendiri ke sini untuk meminta bantuan kami? Itu sangat tidak masuk akal," ujar Aya menyindir.

"Dia sedang sibuk Aya," balas Sina terdengar tenang.

"Jangan memerintahku untuk melakukan hal yang tidak mungkin Mbak Sina!"

"Terpenting aku sudah memberitahumu. Jangan salahkan aku, kalau nanti ada yang datang mengusir paksa kalian," tutur Sina sudah mengambil tas tangan dan melangkahkan kakinya keluar dari tempat itu.

Aya sudah jatuh terduduk sekarang, hanya dia seorang yang berada di sana. Wanita itu berpikir memang lebih baik seperti itu dari pada sang ayah juga ikut mendengarkan kalimat menyakitkan yang dilontarkan oleh wanita ular tersebut.

Tanpa sadar kedua matanya mulai memanas sekarang, wanita yang memiliki manik mata berwarna abu-abu tersebut tidak tahu harus berbuat apa lagi.

Dalam hatinya dia hanya berpikir bagaimana bisa Mas Sony yang notabene adalah kakak kandungnya tega mengusir sang ayah pergi dari rumah yang sudah berpuluh-puluh tahun ditinggali?

‘Aku tidak peduli denganku, tapi bagaimana dengan ayah, Mas?’ tanya Aya dalam hatinya, ‘apa kalian harus sampai melakukannya sejauh ini?’ tanyanya lebih lanjut.

Hal yang paling membuatnya takut untuk menceritakan semua kejadian itu adalah karena kondisi kesehatan ayahnya yang belakangan ini kian memburuk.

Menggadaikan surat rumah dan tanah adalah opsi terakhir yang dia miliki untuk membayar biaya rumah sakit ayah, oleh karena itu dia masih memilih untuk berjuang mencari uang sendiri.

Lalu dengan santainya wanita matre itu tiba-tiba saja datang setelah sekian lama dan mengatakan ingin menjual rumah dan tanahnya? Holy shit, yang benar saja!

‘Apa yang harus aku lakukan?’ tanya Aya sudah menghapus air mata yang terjatu melewati pipinya dengan kasar.

Wanita yang menguncir satu rambutnya tersebut berusaha untuk bangkit dan membersihkan pecahan vas keramik yang dia lempar karena emosi dengan Sina.

Dia bahkan berpikir akan lebih baik jika salah satu pecahan tersebut mengenai kakak ipar yang tidak tahu diri itu.

Rumah ini memiliki berbagai kenangan di dalamnya, termasuk kenangan sang ibu yang telah tiada tujuh tahun yang lalu. Bagaimana dia meninggalkannya begitu tiba-tiba?

Tidak. Dia bahkan tidak pernah berpikir akan meninggalkan rumah ini sama sekali.

Deringan ponsel membuyarkan lamunannya, Aya kembali mengusap air matanya dan berusaha mentralkan suara untuk mengangkatnya.

“Halo?”

“Halo selamat pagi, apa benar ini dengan Nona Aisa Soraya wali dari Tuan Edgar Hild?”

“Benar saya sendiri,”

Aya kembali menegang, wanita itu sudah tahu ke mana arah pembicaraan si peneleponnya sekarang. Marah dengan Sina tadi, membuatnya sempat lupa harus segera menemui seseorang hari ini.

“... mengonfirmasi kapan bisa melakukan pembayarannya Nona?” tanyanya setelah panjang lebar, sementara Aya tidak mendengarkan bagian detailnya karena sedikit melamun tadi.

“Tolong berikan saya waktu satu minggu lagi Bu,” balas Aya terdengar memelas, “saya usahakan untuk melunasi semuanya minggu depan.”

“Baiklah, kalau sampai minggu depan Nona tidak bisa menepati perkataan tersebut, mohon maaf kami tidak bisa melanjutkan proses pengobatan untuk Tuan Edgar.”

Setelah menutup panggilan itu, ponselnya kembali bergetar pertanda ada pesan yang masuk.

From: Jessi

[Aku di Bar Lovely, kau di mana?]

***LO***