PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Your Husband Is My Sugar Daddy

Your Husband Is My Sugar Daddy

Penulis:G. Yan Fa

Berlangsung

Pengantar
Demi membalas rasa sakit hati dan penderitaan ibunya, Clara rela menjadi gadis simpanan lelaki yang seusia ayahnya. Kegilaan Martha yang siap membunuhnya pun tak ia hiraukan. Hanya satu keinginan nan kuat dan telah terpatri kuat, yaitu menjadikan hidup Martha seperti neraka. Setiap luka dan air mata Sang Ibu ingin ia balaskan.
Buka▼
Bab

"Clara!" Sebuah suara menghentikan langkahku saat hendak menuju pintu kamar kos.

Suara yang teramat kukenali, yaitu Martha--pemilik suara melengking itu. Untuk kesekian kali ia mendatangiku hanya untuk suatu hal yang sia-sia.

Plak!

Sebuah sambutan yang mengejutkan mampir begitu saja ke pipi kanan saat kepalaku menoleh ke arah suara. Serangan yang tak bisa aku hindari. Belum hilang rasa nyeri bekas telapak tangan, kembali rasa perih terasa di kulit kepala.

Beberapa kali aku berusaha melepas tangan yang mencengkeram kuat helaian rambut, akan tetapi justru membuat wanita itu semakin membabi buta. Wajahku tak luput dari cakaran kuku tajam wanita yang sedang dikuasai emosi.

Mendengar kegaduhan, akhirnya para penghuni kos keluar untuk melihat adegan duel yang tak seimbang antara aku dengan Martha. Tubuhku yang mungil seperti Cita Citata harus menahan serangan dari seorang wanita bertubuh tambun yang tak sadar diri kalau dirinya berukuran jumbo.

Beberapa penghuni kos segera berusaha melerai, meski wanita itu masih terus berusaha menyerang. Tiga gadis teman kos berusaha memegangi dan menarik wanita tambun itu keluar dari pagar. Tak henti mulutnya terus saja meracau, mengumpat, bahkan sumpah serapah ia lontarkan.

Ressy, kawan baikku segera memapah tubuh yang mulai limbung dan terhuyung untuk masuk ke kamar kos. Ia membantu mengobati luka bekas cakaran dan lebam di wajah mulus hasil perawatan mahal selama ini.

"Siapa wanita itu, Cla?" tanya Ressy sembari membersihkan darah di sudut bibirku, perih sekali kurasakan.

"Istrinya Om Suryo," jawabku singkat seraya meringis menahan sakit kala kapas basah itu mengenai luka.

"Kamu belum putus dengan Om Suryo?"

Aku hanya menggeleng lemah. Kurasakan sekujur tubuh teramat sakit, seolah tulang-tulang di tubuh ini remuk semua gegara sempat ditindih oleh wanita berbobot 85 kg itu.

"Kamu bener-bener cari mati, Cla."

"Kamu tak tahu rasanya kehilangan, Res. Wanita itu harus membayar setiap tetes air mata dari ibuku," ucapku penuh penekanan.

Kuremas ujung sprei dengan kuat seakan makin membulatkan tekad untuk memberi pelajaran pada wanita jahanam itu. Luka fisik bahkan batin telah banyak ia toreh pada sosok malaikatku yang berjuang demi menghidupi tiga anak.

Masih jelas dalam ingatanku. Malam itu ibu pulang dalam keadaan memprihatinkan. Banyak bekas luka di sekujur badannya. Tubuh kurus dan napas tersengal ketika memasuki ambang pintu rumah, setelah itu tak sadarkan diri.

Beberapa hari setelah menjalani perawatan, luka di badan memang membaik. Namun, tidak untuk kesehatan mentalnya. Ya, ibuku mengalami depresi akibat semua hal yang ia terima.

Usahaku untuk melapor ke pihak berwajib terkendala oleh kondisi kejiwaan ibu. Ia tak bisa memberi keterangan apa pun. Ditambah tak ada saksi yang bisa membantu. Semua gugatan terbantahkan oleh pernyataan wanita jahanam itu. Sungguh, ia pandai bersilat lidah.

Saat itu usiaku masih 17 tahun, buta akan ilmu hukum. Tak tahu harus ke mana mencari bantuan, sedangkan kami tinggal di tanah rantau tanpa sanak saudara.

"Cla," panggil Ressy membuyarkan kenangan pahit lima tahun lalu. Ia mencoba menelisik setiap inci wajahku.

"Kenapa memandangku seperti itu?" Kukerutkan dahi dan memandang bola manik yang masih berusaha menerka.

"Dia bisa membunuhmu, Cla."

"Kamu pikir aku takut? Dia yang telah mengajarkan bagaimana cara menjadi lawan yang tangguh."

"Tangguh gimana? Hari ini saja kamu dihajar lagi oleh dia. Kenapa nggak kapok juga, sih, kamu?"

Kusunggingkan senyum kecil di sudut bibir, kemudian berdiri dan melangkah menuju meja kecil. Sejenak kupandangi wajah lelaki berusia hampir 50 tahun dengan gurat karismatik. "Kamu lihat foto ini, Res? Laki-laki inilah yang akan membalaskan semua rasa sakit hati ini."

"Gila kamu, Cla. Sudah kamu porotin uangnya dan sekarang kamu manfaatin pula untuk menghancurkan istrinya!" ucap Ressy terhenyak tak percaya dengan apa yang aku lakukan.

"Itu belum seberapa."

Melihat sikapku, Ressy hanya bisa geleng kepala. Ia tahu betul karakterku yang sering nekat dan berani mengambil keputusan tanpa perlu berpikir panjang. Bagiku, masa penantian lima tahun sudah cukup matang untuk mempersiapkan semua rencana.

Beberapa detik kami terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Namun, sejurus kemudian aku punya ide. Segera kuraih ponsel yang ada di dalam tas, beruntung benda pipih kesayanganku ini tak rusak.

Kusebut sebagai barang kesayangan karena ponsel itu adalah kado spesial dari Om Suryo saat ulang tahunku bulan kemarin. Bagiku benda seharga 16 juta rupiah itu sudah cukup mahal, terlalu mewah malah.

Segera kucari kontak whatsapp Om Surya dan menekan ikon video call. "Om, istri Om Surya datang lagi ... coba lihat wajahku! Dia arogan dan brutal, Om." Aku langsung mengadu dengan ekspresi wajah kubuat sesedih mungkin saat wajah lelaki itu muncul dalam layar.

Tentu saja Om Surya terhenyak kala melihat beberapa goresan di wajah cantikku. Seketika amarah tampak dalam raut muka itu, tangannya mengepal dan rahang mengeras.

Sikap Om Surya semakin membuatku ingin berakting lebih menyedihkan lagi. Kali ini aku harus beri pelajaran wanita berhati iblis yang sudah merenggut kehidupan ibuku.

"Om, ini sudah kesekian kalinya. Bisa-bisa dia akan membunuhku ... hiks ... hiks!" Kuseka air mata bawang yang bergulir di pipi dan sesekali meringis kesakitan.

"Martha! Keterlaluan sekali dia!" geram lelaki berusia hampir setengah abad itu.

"Apa aku pergi saja dari kehidupan Om Suryo? Jujur, aku sangat mencintai Om. Tapi wanita itu sangat menakutkan. Aku tidak bisa mengorbankan nyawa demi bertahan dengan cinta terlarang ini, Om."

"No, no, no! Jika harus memilih, maka aku akan lebih memilih kamu, Clara. Sekarang, kamu tenang saja. Biar Om yang akan selesaikan semua masalah ini."

"Tapi, Om ...."

"Tak ada tapi-tapian. Lebih baik kamu ke dokter. Nanti Om transfer biaya berobat, ok?"

Dalam hati sontak bersorak. Bukan semata karena akan mendapat transfer uang, melainkan juga terbayang nasib Martha setelah ini. Wanita berusia 44 tahun itu sebentar lagi akan terusir dari istana mewah yang selama ini menjadi kediamannya.

Tanpa kusadari seulas senyum puas tersungging di bibir tipisku. Sungguh, baru membayangkan saja sudah membuatku begitu puas. Bagaimana jika melihat langsung peristiwa yang akan menjadi sejarah dalam rangkaian hidup Martha?

Ah, ini benar-benar terlalu cepat. Usahaku membalas sakit hati yang tertoreh baru saja berlangsung lima bulan. Namun, suami Martha sudah berhasil aku kuasai. Sebenarnya belum puas aku bermain-main, tapi mengingat keselamatanku yang semakin terancam ... ya, sudahlah. Percepat semua rencana.

"Ibu, tenanglah di sana. Setiap rasa sakitmu akan ia bayar dengan perih siksa batin. Setiap tetes air mata juga akan ia bayar dengan tangis darah," ujarku semakin memantapkan tekad.

Perlahan kubaringkan tubuh yang terasa remuk, kemudian memejamkan mata. Kubiarkan Ressy pergi dengan gelengan kepala, mungkin ia khawatir tapi juga heran.

Ah ... biarlah. Aku sudah terbiasa dengan kesedihan dan rasa sakit. Kini saatnya aku membalas, kemudian melepas segala duka yang menaungi relung batin selama ini.