PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Jerat Cinta CEO Arogan

Jerat Cinta CEO Arogan

Penulis:AmandaLisa

Berlangsung

Pengantar
Demi melunasi hutang yang ditinggalkan oleh orangtuanya, Senja terpaksa menerima tawaran dari seorang CEO arogan untuk menikah kontrak. Brian, pria berdarah dingin yang terpaksa melakukan perjanjian kontrak dengan Senja demi mendapatkan harta warisan sang ayah. Nyatanya, pernikahan tanpa cinta membuat badai masalah sering menghantam kehidupan mereka. Akankah Brian mempertahankan Senja setelah waktu kontrak selesai? Atau melepaskan Senja untuk selamanya?
Buka▼
Bab

Adisty Senja Aquela atau kerap disapa Senja. Gadis lugu yang memiliki paras cantik serta senyum manis. Namun, hidup Senja tak semanis senyumnya.

 Kurang lebih satu minggu yang lalu, kedua orangtuanya meninggal dunia, setelah menjadi korban tabrak lari oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Kenapa kalian pergi secepat ini, dan meninggalkan Senja seorang diri?" Air mata Senja tumpah ketika memandangi foto orangtuanya.

"Senja rindu kalian, Senja selalu berdoa yang terbaik agar ayah dan ibu diterima di surga," sambung Senja tak berhenti menangis, yang membuat foto almarhum orangtuanya basah terkena air mata.

Perlahan Senja mengusap air mata yang membasahi pipinya. Kecupan hangat dilayangkan Senja kepada foto itu. 

Tok Tok Tok

Ketukan pintu membuat Senja terkejut, dia heran, siapa yang bertamu di gelapnya malam. Dia meletakkan foto di atas meja, lalu bergegas membukakan pintu. 

"Ada apa ya Pak? Mau cari siapa?" tanya Senja nada lembut sambil menatap heran pria di depannya.

"Saya mencari kamu!" dengus Prapto–rentenir paruh baya berkumis tebal. 

"Ke-kenapa Bapak mencari saya?" tanya Senja kikuk serta sedikit takut.

"Saya mau menagih hutang!" gerutu Prapto melipat tangannya.

Senja membisu, dia tidak pernah meminjam uang kepada Prapto, tapi kenapa pria paruh baya nan berkumis tebal itu menagihnya? 

"Maaf Pak, tapi saya tidak pernah meminjam uang kepada Anda," cetus Senja menatap datar wajah Prapto. 

"Kamu memang tidak berhutang! Tapi Beni dan Sarah mempunyai hutang enam puluh juta kepada saya! Karena mereka telah meninggal, otomatis kamu yang harus membayar!" pekik Prapto menaikkan kumis tebalnya. 

Senja terkejut ketika mengetahui hal itu. Dia hanya terdiam sambil memandang ngeri wajah Prapto. 

"Saya berikan waktu satu bulan untuk melunasi hutang! Jika dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kamu tidak bisa membayar, maka saya berhak menjadikan dirimu yang ayu ini sebagai istri," jelas Prapto memegang dagu Senja. 

Secepat kilat Senja menyingkirkan tangan keriput Prapto dari dagunya. 

"Tapi hutang itu tidaklah sedikit Pak, tolong berikan saya tambahan waktu," pinta Senja tanpa melihat wajah bengis Prapto. 

"No! No! No! Satu bulan itu sudah cukup! Kalau kamu tidak sanggup membayar tak apa, sebagai gantinya, saya akan menjadikan kamu istri ketiga.  Kamu pilih mana?" terang Prapto mengusap kumis tebalnya. 

Senja tidak banyak berbicara, dia hanya berkata, "Saya belum bisa menjawab Pak, ini sudah malam,"

"Oh oke, kita lanjutkan besok ya cantik, sampai jumpa, muah!" ucap Prapto melakukan kiss bye pada Senja. 

Rasanya sangat jijik mendapatkan kiss bye dari pria paruh baya berkumis tebal. Namun Senja hanya diam menatap kepergian Prapto sembari menutup mulut–menahan muntah. 

Senja segera masuk ke dalam kontrakan sederhana. Sudah jatuh, tertimpa tangga. Itulah peribahasa yang tersemat di kehidupan Senja. Hutang yang ditinggalkan orangtuannya, semakin menambah kesengsaraan tiada tara. 

"Ya Tuhan, bagaimana ini? Enam puluh juta bukanlah nominal yang kecil, jika aku tak bisa melunasi dalam waktu sebulan, maka Pak Prapto akan menjadikan diriku istri ketiga," kata Senja nada rendah diiringi kecemasan.

Senja merupakan fresh graduated yang lolos jalur SNMPTN. Namun, karena hutang  orangtuanya, dia mengurangkan niat kuliah, dan  memilih mencari pekerjaan.

                              ******

Di ufuk timur, sinar matahari sedang bersiap menggantikan sang rembulan kembali ke peraduan.

Jam weker mini milik Senja berbunyi saat pukul 05.30 WIB. Tubuhnya menggeliat hangat menyambut sang surya. 

Senja bangkit dari kasur kecilnya, mencuci muka, lalu membersihkan kontrakan. Meski bukan rumahnya, Senja tetap menjaga kontrakan dalam keadaan lindang. 

"Setelah ini, aku harus menyiapkan surat lamaran kerja." Senja mengelap keringat yang menetes menggunakan  punggung tangan.

Dengan langkah mungilnya, Senja mengambil kertas dan membuat surat lamaran pekerjaan serta menyiapkan dokumen yang harus dibawanya. 

Jarum jam menunjukkan pukul 06.30 WIB. Sekiranya sudah satu jam Senja sibuk menyiapkan semua itu.

"Sudah jam segini, aku harus bergegas mandi!" Sejurus jitu Senja melangkah menuju kamar mandi. 

Dinginya udara pagi tidak menyurutkan semangat Senja untuk mencari pekerjaan. 

Senja memakai pakaian layaknya orang magang dengan tote bag yang melekat di bahu. Setelah siap, dia mengeluarkan sepeda pink miliknya.

"Halo cantik, mau pergi ke mana? Kok rapi?" tanya Prapto hampir membuat jantung Senja copot. 

"Kenapa Bapak ke sini?" Senja menampilkan wajah datar sekaligus heran. 

"Loh, apa kamu lupa? Saya ke sini mau membahas masalah tadi malam." Prapto merapikan rambut klimis yang telah diolesi pomade.

Senja memalingkan pandangan, dia tidak menyangka jika rentenir peruh baya itu kembali datang.

"Kenapa pak tua ini datang tak diundang, pulang tak diantar, seperti jalangkung saja." Senja membatin. 

"Cah ayu, kenapa kamu tidak menyuruh saya masuk? Dibuatkan teh atau kopi begitu?" gerutu Prapto melihat Senja genit.

Omongan Prapto semakin membuat Senja tidak betah lama-lama di dekatnya. Dia meninggalkan rentenir paruh baya itu begitu saja, tanpa berpamitan.

"Wanita kurang ajar! Kenapa saya dicampakan seperti ini?! Tua-tua begini masih mempunyai harga diri! Awas ya kamu!" batin Prapto bengis menatap kepergian Senja. 

Senja menuntun sepedanya hingga di tepi jalan, dan segera mengayuhnya.

"Untunglah aku bisa pergi dari hadapan pak tua, bisa-bisa aku stress melihatnya terus!" batin Senja merasa lega. 

Senja mempercepat kayuhannya. Tiba-tiba, sepedanya oleng hingga menabrak bodi belakang mobil Hummer H3 yang sedang berhenti di tepi jalan.

BRAK!!! 

Sontak pengendara mobil keluar, dan mengecek kondisi mobil mewahnya. 

"Astagfirullah, sepedaku," cetus Senja turun dari sepeda.

"Woy! Sini kamu!" teriak garang pemilik mobil membidik mata Senja. 

"Ada apa Om?" dengan polosnya Senja berjalan ke arah orang itu sembari menuntun sepeda.

"Aku bukan om-om!" Pengendara mengerutkan kening karena dipanggil om. 

"MATA KAMU DI MANA?!" 

Entah saking polosnya atau bagaimana, Senja menunjuk matanya–bermaksud menjawab pertanyaan pengendara mobil. 

"Argh! Mobilku lecet! Kamu harus ganti rugi!" gerutunya beringas. 

"Memangnya aku harus ganti berapa Om?." Senja bertanya dengan datar. 

"Satu juta rupiah!" pekiknya menatap Senja tajam.

"Maaf Om, kalau satu juta aku tidak punya, tapi kalau seribu aku punya, Om mau?" Senja mengeluarkan uang seribu dari tasnya. 

"Dengar ya! Mobilku ini mahal, uang recehmu itu masih kurang!" dengusnya kasar. 

"Ya sudah kalau Om tidak mau, aku pergi dulu, masih ada urusan." Senja mengayuh sepeda lalu meninggalkan pengendara begitu saja.

Pengendara mobil geram terhadap tingkah Senja, dia tak akan memberi ampun jika bertemu kembali dengan wanita polos itu.

Senja mencari pekerjaan dari ujung timur hingga barat, namun hasilnya nihil. Di situ, dia merasa letih, dan ingin menyerah.

"Ya Tuhan, rasanya sangat lelah, sedari tadi belum ada tempat yang menerimaku." Senja berhenti di tepi jalan.

Di saat rasa putus asa melanda, Senja kembali teringat akan konsekuensi jika dia tidak membayar hutang. 

"Aku tidak boleh menyerah! Senja! Ayo semangat!" bisiknya penuh semangat.

Senja kembali mengayuh sepeda untuk mencari pekerjaan. Terik matahari mulai terasa, dan menyengat tubuh mungilnya, namun Senja terus menyusuri jalan dan mendatangi tempat yang sekiranya membutuhkan pegawai baru.

Namun apa? Senja mendapatkan hasil zonk. Tidak ada satu tempat pun yang membuka lowongan pekerjaan.

"Lelah sekali rasanya, tidak ada satu pun yang menerimaku, apa aku pulang saja?" batin Senja tetap mengayuh sepedanya. 

"Ya sudah lah, aku pulang saja, semoga besok ada tempat yang menerimaku."

Senja memutuskan kembali ke kontrakan, karena rasa letih telah merajai tubuhnya.