PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Young Love

Young Love

Penulis:Lucienne

Berlangsung

Pengantar
Saat bersama kekasih, dunia terasa lebih indah. Namun, hal ini berbeda rasanya jika memiliki pasangan toxic. Alih-alih mendapat kebahagiaan, Rena justru lebih sering meneteskan air matanya. Rena tidak hanya cantik, dia pun pintar. Sayangnya, dia kurang beruntung soal percintaan. Pacar Rena bernama Rivaldo, cowok populer di kampusnya yang tajir dan tampan. Suatu hari, Rival menghilang tanpa kabar. Rena kalang kabut. Ia berusaha mencari ke berbagai tempat namun hasilnya nihil. Baginya, Rival adalah segalanya. Dunianya seolah runtuh saat pacarnya pergi tanpa sepatah kata pun. Saat Rena terpuruk, Rico datang dan menawarkan cinta. Bagaimana kisah percintaan Rena? Apakah Rena akan berpaling?
Buka▼
Bab

“Renaaa! REN!” teriak seorang gadis berambut pirang di sebuah kafe seberang jalan.

“Apaan sih Mei. Kenapa tetiba teriak?” sahut Rena dengan muka asam.

“Eh aku udah manggil kamu berulang kali. Tapi kamu malah bengong sambil ngeliat jendela. Kamu ngelamunin apaan sih?”

Rena menatap wajah sahabatnya dengan tatapan sendu. Dia menghela nafas.

“Jangan bilang ini tentang Rival?” tanya Mei menyelidik. Wajahnya didekatkan ke Rena untuk melihat ekspresinya. Rena masih menatap Mei dengan tatapan sedih. Tidak lama kemudian, matanya berkaca-kaca.

“Eh eh Rena. Kok nangis?” Mei sedikit panik dan langsung mengeluarkan tisu dari tas kecilnya. Dia menyedorokan tisu tersebut dan Rena mengambilnya dengan pelan.

Rena terdiam sembari mengusap matanya yang basah oleh air mata. Hatinya begitu terpukul mengingat Rival, lelaki yang sangat dicintainya. Kepergiannya begitu tiba-tiba. Tidak ada kata pamit darinya. Ia seperti kehilangan arah usai Rival pergi dari hidupnya.

“Aku belum bisa melupakannya, Mei. It hurts me a lot,” kata Rena setelah menyeka air matanya.

“Aku ngerti Ren. Hubungan kalian udah 3 tahun. Pasti banyak kenangan yang kalian buat. Tapi kamu juga harus makan. Tuh lihat badanmu kurus banget sekarang. Makan dulu ya.” Mei menyodorkan sebuah piring berisi nasi goreng yang sudah agak dingin.

“Iya, Mei. Makasih udah selalu ada saat aku susah.”

Tak lama kemudian Rena mulai menyentuh makanan yang ada di hadapannya. Raut wajahnya menjadi cerah setelah memasukkan suapan pertama.

“Ternyata nasi goreng di kafe ini enak banget.” ucap Rena di sela-sela makan.

“Hahahah. Kamu sih dari kemarin diajakin ke sini nggak mau. Udah buruan abisin makanannya. Biar cepet gendutan,” celetuk Mei sambil terkekeh-kekeh.

“Nggak mau gendut. Maunya badan berisi aja.”

“HAHAHA. Iya..iya buruan gih diabisin. Waktu kita nggak banyak. Kita harus ke perpustakaan habis ini. Pendaftaran wisuda kita belum kelar.”

Rena mengangguk kemudian menghabiskan sepiring nasi goreng miliknya secepat kilat. Dia seolah sudah tidak makan selama beberapa hari. Mei hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakukan Rena. Di sisi lain, Mei bahagia akhirnya nafsu makan sahabatnya itu telah kembali.

Ketika sedang asyik menyantap nasi goreng, tetiba seorang laki-laki muda memasuki café dan duduk tak jauh dari meja mereka. Lelaki itu mengeluarkan sebuah laptop kemudian seorang pelayan menghampirinya. Mei menatap lelaki di depannya tanpa berkedip. Matanya terpana, seolah sedang mengagumi makhluk ciptaan Tuhan.

Lelaki itu memiliki tubuh atletis dengan kulit kuning langsat dan rambut hitam. Matanya yang coklat sedang sibuk memandangi buku menu sambil berbicara dengan pelayan. Pandangannya begitu serius namun sesekali ia menanyakan perihal menu kepada pelayan tersebut. Tak lama kemudian, pelayan meninggalkan meja lelaki tersebut.

“Mei, lihat belakang deh. Ada cogan barusan masuk. Super ganteng banget!!” bisik Mei saat Rena menghabiskan suapan terakhirnya.

Rena hanya menatap sahabatnya dengan tatapan datar. Seolah tidak peduli dengan keberadaan lelaki tampan yang ada di belakangnya. Memang, sejak berpacaran dengan Rival, Rena menjadi kurang berminat dengan cowok selain pacarnya. Baginya, hanya Rival makhluk paling ganteng sedunia.

Usai Rival pergi meninggalkannya, Rena sangat sedih. Sudah banyak lelaki yang mendekatinya. Bahkan, setiap hari selalu ada yang mengiriminya chat Whatsapp atau DM via Instagram. Namun, ia belum berminat sama sekali. Akan tetapi, Rena tak pernah menanggapi chat-chat pria tersebut. Hatinya seolah membeku dan hingga kini masih mengharapkan kekasihnya datang kembali.

Akhirnya Rena meletakkan piringnya dan menyeruput jus mangga yang menyegarkan. Mei masih memandangi lelaki yang ada di belakangnya dengan senyum penuh takjub. Rena menjadi penasaran. Seganteng apakah cowok yang ada di belakangnya?

“Kamu nggak penasaran sama cowok ganteng itu? Kamu harus liat Rennnn! Nyesel kalo nggak liat” bisik Mei sambil memperlihatkan raut wajah antusias.

Akhirnya Rene membalikkan tubuhnya secara perlahan. Di belakangnya terdapat seorang pria muda yang mungkin seumuran dengannya. Pria itu sedang sibuk menatap laptop berlogo apel dan mengetikkan sesuatu. Ia mengenakan kemeja berwarna coklat muda dengan celana hitam yang senada. Pandangannya nampak serius seolah sedang mengerjakan tugas negara yang teramat penting. Sayangnya ia hanya bisa melihatnya dari samping.

Rena mengerutkan dahi. Ia seperti mengenal pria itu. Namun, karena jarak meja mereka cukup jauh, ia hanya bisa melihatnya dari samping. Setelah beberapa detik melihatnya, Rena membalikkan lagi dirinya dan memandang Mei.

“Baru lihat sekilas. Tapi sayangnya nggak terlalu jelas. Dia nggak menghadap sini sih,” ujar Rena santai.

“Eh eh Ren, liat lagi gih. Sekarang jelas banget. Sumpah” Mei makin sumringah memandang lelaki tersebut.

Akhirnya Rena membalikkan badan lagi dan memandangi lelaki itu untuk kedua kalinya. Rena terkesiap dan mencoba fokus. Sepertinya dia mengenal pria tersebut. Namun, jaraknya terlalu jauh. Tetiba, lelaki tersebut balas menatapnya. Rena langsung panik dan berbalik arah seperti semula.

“Kamu kenapa Ren??”

“Mei, aku ketahuan lagi ngliatin dia. Aduh malu banget deh.” Rena menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Beberapa detik kemudian Mei mendadak duduk tegak dan menjaga postur tubuhnya . Dia tersenyum kikuk ke arah belakangnya. Rena merasa bingung dan penasaran dengan tingkah laku sahabatnya.

“Kamu kenapa?” tanya Rena.

Rena berbisik,” Dia jalan ke arah sini, Ren.”

Rena langsung deg-degan mengetahui orang yang dipandanganinya berjalan ke arah meja mereka. Wajahnya memerah akibat malu. Rena berusaha menutupi mukanya dengan tangannya. Dia berharap lelaki tersebut hanya akan melewati meja mereka. Namun, lelaki tersebut berhenti kemudian berdiri di samping meja Mei dan Rena.

“Is that you, Rena?” tanya pria berkemeja coklat tersebut.

Rena yang sedang menutupi kedua wajahnya langsung kaget. Ia membuka kedua tanganya yang menutupi wajahnya dan menatap pria muda tersebut. Rena langsung melongo saat mengetahui bahwa pria tersebut adalah orang yang dikenalnya.

“Kamu Rena, kan?” ulang pria tampan itu.

Wajah Rena makin memerah setelah tahu bahwa pria yang dilihatnya adalah Rico.

“Rico?” Rena bertanya sambil menatap kedua bola mata pria tersebut lekat-lekat.

“Yup. Aku Rico. Wah ternyata bener kamu Rena. Untung nggak salah orang,” kata Rico sambil memberikan senyuman pada Rena.

“Eh eh jadi kalian saling kenal nih?” Tetiba Mei ikut dalam pembicaraan itu.

Akhirnya Rena mengenalkan Rico pada Mei. Ia hanya berkata bahwa Rico ialah teman SMP. Dari raut wajah Rico, sepertinya ia sangat bahagia bisa bertemu dengan Rena. Hal ini terlihat jelas karena Rico selalu menampakkan senyum manisnya saat berbicara pada Rena.

“Sekarang aku tinggal di kota ini lagi. Aku boleh minta kontakmu yang sekarang?” Rico menyodorkan handphone pada Rena.

Rena terdiam sesaat. Belum sempat ia menjawabnya, terdengar dering telepon dari handphonenya.

“Maaf, sebentar ya.” ucap Rico sambil menjauh dan beralih ke mejanya.

Setelah Rico kembali ke mejanya, Mei berteriak kegirangan. Ia tidak menyangka jika pria tampan tersebut adalah teman Rena.

“Kamu kok nggak bilang kalo kenal sama cogan itu?” tanya Mei agak pelan sambil memasukkan dompetnya ke dalam tas.

“Aku nggak yakin tadi. Lagian kan aku lihat sekilas dari samping,” ucap Rena.

“Well, it’s okay. Eh kita harus ke perpustakaan sekarang, Ren.”

“Masuk akal sih. Yuk.”

Rena pun membereskan barang-barangnya yang ada di meja dan bergegas meninggalkan café. Ketika berjalan akan meninggalkan mejanya, tetiba Rico memanggil Rena.

“Ren. Tunggu bentar!”

“Ada apa Rico?” Rena pun menghampiri meja Rico.

“Hubungi aku ya.” Rico menyerahkan selembar kartu nama pada Rena.

“Okay. Aku duluan ya.”

“Take care,” ucap Rico saat Rena dan Mei pergi meninggalkan kafe.

Ketika berada di perpustakaan, Mei membahas lagi tentang Rico. Kali ini ia harus memelankan suaranya karena di area tersebut tidak boleh bercakap-cakap.

“Ren..”

“Hmm” Rena terlihat sedang khusyuk menatap laptop kesayangannya.

“Sebenernya Rico itu siapa? Kok kamu nggak nyuekin dia seperti cowok-cowok lainnya.”

“Dia..”

Bersambung