PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Jalan Antara Langit Dan Bumi

Jalan Antara Langit Dan Bumi

Penulis:Geber Reang

Berlangsung

Pengantar
Rendi pemuda berbadan kecil, wajah kurang tampan dan anak miskin pula yang berharap mendapatkan cinta dari sesosok wanita cantik dan kaya. Sudah sekian tahun dia mendambakan dan hidup bersama namun belum juga ada respon dari sang wanita bernama Ratna Ayu Dwiyanti. Dengan berbagai usaha sebagai pemuda penuh kekurangan dia berusaha keras mendapatkan wanita penuh kelebihan.
Buka▼
Bab

Di ufuk timur mentari pagi sudah menampakkan wajahnya melambaikan cahaya terang menusuk jendela kamarku. Acuh tak acuh terhadapnya aku masih saja mendengkur di pembaringan malam menjelajahi dunia mimpi yang indah penuh hayalan.

Setiap hari, ini sikap yang membosankan bagiku. Tak pernah tau dimana matahari terbit bagaimana rupanya? Apakah indah? Bisa dipandang mata terbuka atau tidak?. Pertanyaan yang selalu menghantui setiap aku terbangun dari pembaringanku. Sudah berbagai macam cara kucoba, tapi tetap saja tak menghasilkan apa-apa. Yang ada aku kesal dan menyalahkan diriku sendiri. Apakah seperti ini perilaku pemuda tangguh?

Pernah kuminta kepada teman kamarku untuk bangunkanku esok hari.

"Dit nanti pagi bangunkan aku ya," pintaku

"Kamu nanti susah gak?"

"Bangunkan aja sampai aku benar-benar bangun."

Aku terlelap ke dunia mimpi. Pagi menjelang fajar sudah menampakkan wajahnya.

"Ren bangun udah pagi nih."

"Ren... Ren... Ren... bangun katanya mau bangun pagi-pagi." tangan Dodit menggoyangkan badanku.

Tetap saja tak ada perubahan sama sekali sampai kesalnya Dodit nendang badanku.

"Ren ba..ungu...n udah pagi!!!"

Tendangan Dodit tak mampu membuat perubahan yang ada cuma badanku yang bergoyang tapi arwahku masih jalan-jalan di alam mimpi.

Saking kesalnya Dodit mengguyur sekuat tenaga. Badanku basah kuyup dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Ini mah bukan dibangunkan tapi dimandikan," gumamku.

"Kamu nya aja udah dibangunkan sampai ditendang masih saja gak bangun. Ya udah saya siram aja pake air. Katanya sampai bangun bagaimanapun caranya," Dodit menanggapi.

Di dalam hati paling dalam sebenarnya aku berterimakasih sekali kepada Dodit karena hari ini pertama kali aku bisa bangun pagi dan melihat sang mentari terbit dari ufuk timur. Pengalaman yang sungguh berharga dan tak akan terlupakan seumur hidupku.

Aku masih berpikir apa yang membuat tidurku susah dibangunkan? Pernah ku coba mengurangi porsi makan, tidur lebih sore, di tempat yang gak nyaman. Semuanya tidak ada hasil yang memuaskan.

"Dit jangan lupa perlengkapannya disiapkan. Ntar pas sampe ada yang ketinggalan, masa mau balik lagi, Aku mau shalat dulu," Aku bergegas menuju kamar mandi.

Dingin juga ya pagi-pagi megang air brrrr... bulu romaku menggigil tegang. Tapi tak apalah ini kan baru pertama kali nanti juga akan terbiasa. Gumamku memberanikan jemariku satu persatu menyentuh air, baru satu mili liter kulit kasarku bersentuhan langsung kuangkat kembali. Terus menerus hingga aku benar-benar memaksakan dengan hati yang kuat.

"Ren... lo bawa jaket gak?" Teriak Dodit menggangu perlawanan dengan air subuh.

"Ya bawalah, emangnya lo gak punya jaket."

Emang si Dodit seperti orang alas kulitnya kebal kaya beruang, bayangkan saja coba waktu memuncak gunung Ciremai dari pos pertama sampai puncak sama sekali tidak pakai jaket, cuma berlapis kaos dan kemeja panjangnya yang sudah kusam dan penuh lubang.

"Jaket gue banyak tuh... di lemari!"

"Iya, lemarinya Mang Kumis." Mang Kumis adalah pemilik toko kecil di ujung gang rumahku

"Mang Kumis ga ada lah, dagangan es aja sepi apalagi mau jual jaket. Jadi jaket yang mana?"

"Yang ijo aja biar couple-an sama Ratna Ayu Dwiyanti." aku tersenyum membayangkan nanti siang pake jaket kapelan sama Dwi. "Aku mau kelarin wudhu dulu Dit, awas lo jangan salah ambil," Aku wudhu dengan secepat mungkin menghilangkan rasa dingin yang masih mengganggu.

Ratna Ayu Dwiyanti tetangga rumahku yang sudah aku incar sedari aku menginjak kelas 3 SMP. Perempuan dengan wajah oval agak bulat, rambut hitam pekat panjangnya sampai melewati punggung, aku suka melihat perempuan berambut panjang terlihat sangat feminim. Bola matanya hitam berkolaborasi biru muda. Bibirnya merah langsat imut dan manis dipandang apalagi ketika senyum tak terbayang keindahan mana lagi yang dapat menandingi.

Oh iya Dodit teman deketku, bisa dibilang sahabat. Kemanapun kupergi pasti ada dia, bahkan dari bangku sekolah TK sampai SMA kita satu atap bukan satu kelas karena dia adik kelasku pas. Walapun beda kelas kita selalu kumpul bareng pas istirahat atau berangkat dan pulang sekolah. Waktu dia punya tugas kelas dari Pak Waryoto guru pelajaran Bahasa Indonesia super galak dan tak kenal kasih sayang malah minta dikerjain denganku. Dia kan tau sendiri aku murid paling goblok di sekolah, rapot pun selalu peringkat satu dari belakang hehehe.

"Dit kamu sholat loom?" Aku keluar dari kamar mandi bergidik kedinginan.

"Belom."

"Ayo jamaah!"

"Bentaran," jawabnya sambil menarik retsleting ransel kita menandakan packing selesai.

Aku langsung mengambil sajadah di atas meja belajar yang selalu tersedia setiap saat dan mengambil posisi di depan melakukan sholat sunnah qabliyah sambil menunggu Dodit berwudhu.

Kamu tau apa manfaat shalat qabliyah subuh? Tahu? Yang belum tahu aku kasih tahu sama tempe. Dengan melaksanakan shalat qabliyah subuh sama halnya kita mendapatkan bumi dan seisinya. Besar banget bukan? Mudah juga kan caranya?.

Iya sih tapi aku sendiri kadang-kadang melakukannya. Gimana mau shalat bangun aja matahari sudah tinggi hehehe.

Oke, lanjut... sholatnya udah selesai.

"Ren ibumu sudah menunggu di dapur, habis sholat katanya kamu disuruh bantu-bantu," ucap Dodit sehabis do'a

"Biarin aja lah dia udah besar kok bukan anak kecil lagi, lagian kita kan mau pergi jauh harus siap-siap lebih matang, jangan sampai ada yang lupa. Nanti perjalanannya jadi kacau," cetusku dengan kesal.

"Nda boleh gitu sama orang tua."

"Bodo amat."

"Dia yang ngurusin kamu dari kecil masa bantuin masak aja gak mau, tegel amat sih...!" Nada Dodit mulai meninggi.

"Anak ingusan ngerti apa soal orang tua, mendingan diem aja!" Nadaku juga gak mau kalah.

"Okelah, terserah kamu aja," Dodit mengalah dengan sikap keras kepalaku yang sudah akut "Ya udah, sekarang apa lagi yang harus kita siapkan?"

"Abdul udah siap belom mobilnya?"

"Katanya jam 9 baru nyampe kesini."

"Siang banget jam 10 kita harus udah nyampe." Kekesalanku bertambah lagi

"Gak tau, dia bilangnya cuma gitu doang." Jawab Dodit sekenanya.

"Kaampret! ada aja halangannya udah bangun tidur diguyur air, pagi-pagi suruh di dapur, sekarang mobilnya telat."

"Sekarang kan baru jam 6 Ren gimana kalo kita naik mobil umum aja?"

"Gak..., aku udah bilang sama Dwi naik moblinya Abdul, mau taro dimana mukaku!"

"Lalu, harus bagaimana lagi?"

Bangun Tidur

Ruh jiwaku sudah lama ngelantur

Jalan-jalan ke alam bawah sadar

Mengarungi samudra hindia beralur

Menggunakan kapal selam tempur

Kesana kemari tempat yang ngawur

Salam sekejap mata terasa kabur

Terlelap tak mau bangun dari kubur

Hingga air segayung datang mengguyur