PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Albinoria

Albinoria

Penulis:Yeojahumairah

Tamat

Pengantar
Kata orang, albino pantas dikucilkan. Tapi, apa salah mereka? Mereka tak menginginkan dilahirkan sebagai albino. Mengapa mereka beropini sesuka hati tanpa memikirkan adanya hati yang tersakiti? Glo tidak tau kesalahan apa yang diperbuat leluhurnya yang membuat mereka begitu membenci orang albino. Sebegitu besarnyakah sampai-sampai harus dimusnahkan atau menjadi bahan berburu untuk dijadikan tumbal dukun yang haus keabadian? Albinoria, bahkan Glo bangga menjadi bagian dari kelompok albino satu-satunya di muka bumi ini. Saling menyemangati dan melindungi keturunan albino yang jumlahnya sangat sedikit. Dunia begitu kejam karena membiarkan albino hidup dalam ketakutan selama ini. Menginjak umur 18 tahun, Glo harus mendengar kenyataan pahit dari mulut OneX-manusia setengah kayu berhidung panjang seperti pinokio perihal kelahirannya dan di mana orang tuanya berada. Beragam alibi yang dibangun dalam otaknya cukup membuat Glo pusing. Akhirnya, OneX melepaskan Glo untuk mencari keberadaan orang tuanya di alam bebas. Berbekal ilmu yang telah dipelajari selama hidup bersama OneX, Glo pun berangkat ditemani oleh ketiga temannya. Akankah Glo menemukan titik terang hidupnya?
Buka▼
Bab

Gelagar petir menyambar ranting pohon tertinggi yang menjulang ke langit. Gemuruh langit bercampur kesiur angin yang berembus tak tentu arah membuyarkan kumpulan pasir, tempat manusia menjejakkan kaki. Sepasang kaki putih kokoh berdiri di dekat jurang meski badai menerjang tubuhnya. Tak peduli kulit tubuhnya yang kian memucat dengan bibir gemeletuk menahan hawa dingin.

Namanya Aphrodite Glorica, gadis keturunan albino langka bermata biru-kuning yang hobi berburu hewan di alam bebas. Usianya baru menginjak 18 tahun. Selama ini, ia hidup berdua bersama pemuda yang bahkan bukan sanak saudara ataupun tetanggaya di dunia ini. Namanya OneX. Entah karena sebab apa, ia mau merawat Glo dengan penuh kasih sayang sampai tumbuh sebesar ini.

"Kena!"

Glo tersenyum puas menatap anak panah miliknya melesat cepat menghantam tubuh seekor kerbau gemuk. Hampir saja hewan itu jatuh ke dasar jurang jika seseorang tak menarik tali yang mengikat leher si kerbau. Gadis itu sudah panik duluan tapi kemudian menghela napas panjang. Seulas senyum manis ditujukan untuk pemuda yang kini berdiri di sampingnya sembari menatap kerbau hasil tangkapan Glo.

"Terima kasih," ucap Glo lalu membungkuk sekali. Gerakan gemas menghampiri kerbau yang sedang kesakitan terlihat lucu di mata pemuda itu. Kekehan ringan terlontar dari mulutnya meski hanya berlangsung sebentar. Karena setelahnya, Glo kembali menolehkan kepala ke arah pemuda itu sembari memamerkan senyum lebar.

"Boleh minta bantuanmu? Kerbaunya berat, aku gak kuat."

Dengan berbagai pertimbangan, pemuda itu akhirnya membantu Glo menyeret kerbau ke dalam hutan meski jauh dalam lubuk hatinya merasa enggan. Untuk apa ia membantu orang lain jika tak bisa menguntungkan dirinya? Pemuda itu menyesali perbuatannya karena berbaik hati kepada orang yang tidak ia ketahui asal muasalnya.

Mereka berhenti di salah satu runtuhan pohon berbatang besar dengan sekeliling penuh akan tumbuhan Lyram. Tumbuhan Lyram sendiri adalah pohon penghasil buah Lyram yang biasa dicari oleh orang pemburu hewan di hutan Abigara. Rasanya manis meski bentuknya kecil. Tak heran pohon berbatang kecil itu menghasilkan buah yang tak jauh kecil juga. Beruntung sekalinya berbuah, pohon itu mengeluarkan banyak buah yang bisa dikonsumsi bersama.

Glo menepuk pantat kerbau beberapa kali lalu berkacak pinggang. Pemuda di sampingnya tampak kelelahan dengan napas memburu. Sibuk mengatur pernapasannya sembari membungkuk memegangi lututnya. Glo menipiskan bibirnya sesaat.

"Maaf jadi ngerepotin kamu. Kalau boleh tau, nama kamu siapa? Aku baru pertama kali lihat soalnya." Gadis itu mengusapkan tangan kanannya pada baju lusuh yang dikenakan lalu ia sodorkan ke arah lawan bicaranya. "Namaku Aphrodite Glorica, panggil aja Glo. Asal dari hutan ini, Abigara."

Pemuda itu menatap uluran tangan Glo tanpa minat. Ia menegakkan badannya kembali dan mengusap peluh di wajahnya menggunakan lengan bajunya. Pohon besar di dekatnya ia duduki demi menetralisir rasa pegal yang menjalar di kakinya.

"Amartha Digastara."

Glo mengernyit sembari menatap uluran tangannya sendiri. Terbesit rasa kecewa karena pemuda itu memperlakukannya seperti orang lain. Tak ingin berdekatan apalagi berjabat tangan kepada keturunan albino. Glo berusaha memaklumi itu karena sifat orang pasti berbeda-beda.

"Senang mengenalmu, Amartha," ujar Glo lagi sembari menunduk. Perlahan, ia mencabut anak panah yang menancap di perut kerbau dan menyimpannya di kantung belakang punggungnya.

"Panggil aku Asta." Glo ber-oh-ria di tempatnya lalu mendongak.

"Terima kasih sudah menolongku. Kapanpun kau butuh bantuanku, cari saja di hutan ini. Aku pasti berkeliaran tuk berburu hewan tiap hari." Glo menggenggam erat tali tambang yang melingkar. Detik selanjutnya, Glo segera menyeret kerbau yang kini pingsan menuju tempat di mana rumahnya berada.

Asta hanya diam. Sedikit tidak rela ditinggalkan oleh Glo, pemuda itu akhirnya mengiringi langkah teman barunya melalui ekor mata. Sampai tubuh Glo benar-benar menghilang dari pandangannya, barulah Asta beranjak bangkit.

Ia tersenyum. "Gadis lucu. Semoga kita bisa bertemu lagi."

***

"Kerbau jangan sakit lagi, ya! Maafin Glo udah nyakitin kerbau tadi."

Sesampainya di rumah, Glo langsung menggiring kerbaunya menuju kamp kecil yang letaknya di belakang. Beruntung luka di perut kerbau tangkapannya tidak terlalu parah. Glo masih bisa menanganinya seorang diri sembari menunggu kepulangan OneX dari kota Cassiopia.

OneX adalah pria berumur 22 tahun yang telah mengasuh Glo sejak kecil. Setiap Glo bertanya, kenapa OneX yang merawatnya dan bukan orang tua Glo sendiri jawaban OneX diwakilkan oleh sebuah senyuman. Iya, senyuman dengan makna tersirat yang tidak Glo ketahui sampai sekarang. Terkadang, ia kesal karena OneX tak mau memberitahunya. Malah menyuruhnya untuk mencari tahu sendiri.

Tapi terlepas dari kekesalannya itu, Glo tidak sampai membencinya karena OneX satu-satunya orang yang tau segala pelik kehidupannya.

Berkat OneX, Glo bisa bertahan menghadapi deskriminasi dari warga sekitar. Berkatnya, Glo bisa hidup dengan baik sampai sekarang. Berkat ia juga, Glo bisa mengetahui sedikit dari sekian banyaknya cerita tentang kehidupan di sekitarnya.

"Sekarang sudah selesai!"

Glo tersenyum lebar melihat perut kerbau yang tadinya terluka berhasil ditutup oleh dedaunan berisi racikan obat. Meski cara Glo sedikit kejam ketika menangkapnya, tetap saja gadis itu akan mengobatinya begitu sampai di rumah. Glo tidak tega melihat hewan buruannya kesakitan karena ulahnya. Kalau kerbau itu mati sekarang, perjuangannya selama berburu di hutan akan sia-sia. Glo tidak bisa menjual kerbau itu ke Penthesiela karena sudah mati.

"Glo, aku pulang!"

"OneX!"

Glo lekas bangkit dan berlari menghampiri OneX di halaman depan rumahnya. Meninggalkan tubuh kerbau yang tergeletak di atas meja dalam keadaan pingsan tanpa diikat apa-apa.

OneX tersenyum melihat kedatangan Glo. Ia segera merengkuh tubuh mungil gadisnya penuh kasih sayang serta memberinya kecupan singkat di dahinya. Glo terkekeh dibuatnya.

"Ihh! Udah besar masih suka cium kepala Glo." Keduanya tertawa mendengar celutukan dari mulut Glo. OneX beralih mengusap kepala Glo pelan.

"Besok berangkat ke Penthesiela jam lima pagi. Aku dapat dua hewan hasil berburu buat dijual. Kamu dapat berapa?" tanya OneX. Glo berpikir sejenak.

"Berapa, ya? Kayaknya lima sama kerbau yang terakhir itu. Lebih banyak aku." OneX tertawa mendengarnya.

"Kamu berburu terus. Aku harus ngobatin orang sakit dulu karena sekarang lagi musim orang sakit. Kamu gak luka selama berburu?" Glo menggeleng lalu tersenyum.

"Tadi aku ketemu laki-laki namanya Asta. OneX kenal sama dia?"

"Asta? Kayaknya engga. Kamu kenal dia di mana?"

***