PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Nichole Dan Ana

Nichole Dan Ana

Penulis:Yurriansan

Tamat

Pengantar
Apa jadinya, jika seorang suami melihat istrinya menangis setelah malam pertama yang mereka lewati? Nichole mendapati hal itu pada Ana--istrinya. Sungguh ironi. Ketika Nichole pikir Ana telah menerima dia dan melupakan masa lalu, nyatanya masih ada yang mengganjal di antara mereka. Sayang, Nichole tidak pernah bisa bertanya tentang apa yang terjadi malam itu pada Ana. Sementara, Ana yang menginginkan pernikahan hangat nyatanya mendapati perjalanan rumah tangga mereka tidak seindah dan semulus yang dia bayangkan. Sikap Nichole yang posesif dan sering insecure terkadang membuat jenuh. Ketika godaan mantan terindah datang, bisakah mereka tetap bertahan? Mana yang harus mereka pilih? Pernikahan yang sepertinya akan karam atau seseorang di luar sana--yang kelihatannya bisa memberi kebahagiaan lebih baik.
Buka▼
Bab

Setelah ijab kabul dilaksanakan, Ana telah resmi menjadi istri dari seorang Nichole Andares Rengganu.

Pesta pernikahan diadakan di sebuah hotel berkelas. Tidak banyak yang datang, hanya tamu khusus yang diundang. Bahkan, Ana tidak mengundang satu pun teman-temannya. Ini seperti pesta rahasia. Penampilannya yang cantik dan memukau hanya dikhususkan bagi Nichole.

Kurang dari 24 jam setelah resepsi pernikahan selesai, Nichole tidak menunda lagi. Dengan penerbangan eksekutif, dia membawa Ana terbang ke Paris untuk menikmati masa bulan madu mereka.

Mereka menyewa hotel dengan kualitas kamar President Suite Room, di mana saat mata menatap ke luar jendela akan langsung tampak bangunan Menara Eiffel dengan lampu yang menghiasi sepanjang menara dan terlihat begitu indah dari balik jendela.

"Ana ...." Ketika Nichole memanggilnya Ana merasa sedikit gugup. Dia coba untuk tersenyum. Dan, saat suaminya meraih tangannya, seketika sekujur tubuh Ana terasa dingin. Malam ini adalah malam pengantin bagi mereka. Ana sedang menebak, apakah Nichole akan langsung melakukannya sekarang?

Sementara, Ana sendiri belum tahu apakah dirinya sudah siap atau belum.

Nichole memegang pergelangan tangan Ana. Pelan-pelan dia tarik istrinya tersebut untuk mendekat ke arahnya. Setelah dekat ia putar Ana untuk menghadap ke arah jendela, hingga punggung wanita cantik tersebut berada di dadanya. Kemudian, Nichole membelitkan lengannya ke pinggang Ana sembari ia jatuhkan kepala di atas pundak sang istri.

"Kenapa menatap ke luar jendela terus?"

Dari tempatnya Ana menyimpulkan senyum. "Aku lagi lihat menara itu." Tangannya menunjuk pada menara Eiffel yang terlihat menawan. "Seumur hidup, aku tidak pernah bermimpi untuk bisa sampai sini. Bahkan, naik pesawat pun aku dulu tidak berani membayangkannya."

"Jangan terus merendah, An." Nichole tertawa kecil. "Kalau kamu mau tahu, aku malah merasa pemandangan di sana tidak jauh lebih indah dari apa yang ada bersamaku sekarang."

Ana merasa tubuhnya menghangat ketika Nichole bernapas di tengkuknya. Wangi cendana dan juga mint menguar di sana. Pelan-pelan dia menarik kimono Ana, membuka sedikit bagian punggung. Memberi kecupan kecil, tetapi sungguh membuat Ana meremang.

"Aku mau kamu, An ...."

Ana tidak langsung menjawab, hingga beberapa detik Nichole merasa diabaikan. Napasnya terdengar berat sebelum dia berkata, "Aku tidak mau memaksa kalau kamu memang keberatan malam ini."

Saat dia membalik tubuh Ana dan mereka bersipandang, Nichole  mengukir senyum di bibir. "Aku tunggu sampai kamu benar-benar siap."

Ana masih mengatup rapat bibir, sedang memikirkan apa yang harus dia lakukan malam ini. Nichole mengacak pelan puncak kepalan Ana. Senyumnya begitu tulus meskipun Ana tahu ada rasa kekecewaan di sana.

Ketika dia hendak berlalu, Ana menariknya.

"Sekarang atau nanti, buat aku sama aja, Nik." Ana masih mempertahankan cengkramannya di baju Nichole. Sekarang dia dengan lembut menarik tali simpul di baju suaminya. "Kalau kamu menginginkan aku malam ini, lakukan saja," bisiknya lembut.

"Aku istri kamu sekarang, Nik."  Perlahan simpul terbuka sempurna dan hanya tinggal menurunkan jubah tersebut. "Malam ini dan seterusnya setiap kamu menginginkan aku, jangan pernah sungkan. Selama aku bisa penuhi maka akan aku layani kamu."

Nichole menangkup wajah istrinya. Dia terlihat sangat cantik malam ini. Bulu matanya lentik alami, garis wajahnya yang begitu elok, bibirnya yang merah bak bunga mawar bermekaran. Lelaki mana yang bisa tahan jika satu kamar dengan wanita seperti dia?

Sepertinya, Nichole harus bersyukur kepada Tuhan karena menakdirkan Ana untuk menjadi istrinya.

"Ana ...." Nichole membungkuk sedikit, "Seperti kesepakatan yang kita buat, sekali kamu masuk dalam hidupku sampai kapan pun kamu tidak akan bisa keluar, kecuali aku kasih izin. Dan, setelah kita mulai, mungkin sampai malam-malam berikutnya selama sisa hidup kamu, kita akan menjalani aktivitas yang sama."

"Umh." Anak mengangguk. "Aku tidak akan lupa dengan janjiku untuk setia dengan kamu, Nik. Asal, kamu juga janji untuk selalu perlakukan aku dengan baik."

"Kamu tahu, aku tidak oernah melanggar janji ke kamu."

Ana menjalin jemari, merasa canggung dan segan didekati Nichole. Namun, seprtinya itu tidak membuat hasrat Nichole surut.

Detik selanjutnya, Nichole memberikan pagutan yang begitu dalam. Seperti binatang buas yang telah ditahan selama bertahun-tahun, ia telah membangkitkan hasrat dari dalam dirinya.

*

Nichole terlelap. Meski begitu, tangannya masih memeluk tubuh Ana.

Tadinya, Ana pikir yang mereka lewati akan mengerikan. Saat dia tahu Nichole adalah lelaki yang biasa bertarung dengan kekuatan dan ototnya, semula Ana membayangkan bahwa tubuhnya akan remuk redam sebelum dia mampu menyelesaikan tugasnya sebagai seorang istri.

Ternyata tidak sama sekali. Nichole melakukannya dengan sangat lembut. Semua dimulai dengan perlahan sampai Ana benar-benar bisa menerimanya. Bisa dikatakan bahwa yang mereka lewati malam ini ternyata sangat indah. Dan ... Ana telah menyiapkan hati sepenuhnya untuk hari hari ke depan bersama Nichole.

Terdengar dengkuran halus dari Nichole, diam-diam Ana tertawa melihat suaminya. Bisa juga dia tidur seperti bayi. Ana memegang dagu Nichole yang tidak berkutik sama sekali. Masih  teringat jelas dulu dia pernah bilang tidak bisa tidur saat ada orang yang bernapas di dekatnya. Kali ini, Ana bukan hanya bernapas, tetapi juga menyentuhnya berkali-kali. Namun, tetap saja dia tampak pulas tidak terusik sama sekali.

Nik, aku mohon jangan pernah sakit aku sedikit pun.

*

'Ana ....'

Di dalam tidur, Ana melihat ada Damar yang tampak menderita di luar sana. Dia memejamkan mata, tetapi terus memanggil nama Ana

'Ana, jangan bersama dia. Aku mohon. Aku bisa mati tanpa kamu.'

"Damar." Ana menggumamkan namanya beberapa kali.

'Ana, menjauh dari dia. Kembali padaku, An. Atau kamu lihat aku mati.'

"Damar, jangan ...." Ana meracau tidak jelas. Air matanya begitu  banyak mengalir di pipi.

Tinggalkan dia, An, atau aku yang mati di depanmu!

Ana menggeleng dalam ketakutan.

"Damar ...." Sekali lagi, nama itu tersebut dari bibir Ana. Dalam tidurnya tampak dia begitu tertekan dan juga sangat ketakutan. Setiap kali dia menyebut nama Damar seakan-akan dia tidak sanggup meninggalkan lelaki itu.

Damar, Damar, dan Damar. Entah berapa kali dia menyebutkan namanya, sampai keringat dingin memenuhi kening.

Nichole yang sudah terjaga sejak beberapa menit lalu sengaja diam karena tidak mau membuat istrinya terkejut. Namun, tetap saja dia merasa sangat marah karena di dalam mimpi ada nama laki-laki lain yang disebut istrinya.

Mengabaikan rasa kecewa, Nichole menyelipkan jemarinya ke jemari Ana. Mungkin dengan begini Ana bisa tenang. Di luar dugaan, Ana langsung membawa tangan Nichole ke dadanya. Seakan itu adalah obat paling mujarab untuk membuatnya tenang saat ini.

Namun, begitu mengecewakan saat dia masih menyebut nama Damar. Dalam diam Nichole menunggu, tidak bereaksi apa pun membiarkan Ana memeluk tangannya, sampai wanitanya kembali tidur.

Nichole bertanya dalam hati. Saat Ana merasa tenang, siapa yang dia pikirkan sekarang?

Apakah dia masih merasa itu Damar atau dia sadar bahwa yang di sampingnya saat ini adalah suaminya.

NICHOLE.