PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Gadis Simpanan CEO

Gadis Simpanan CEO

Penulis:Reylova

Berlangsung

Pengantar
Luna, gadis 18 tahun. Rela menjadi simpanan pria kaya asal bisa lolos dari kekejaman keluarganya. Pilihan yang dianggap baik, namun ternyata justru menjerumuskan dirinya dalam derita yang lebih menyiksa. Pria yang tidak pernah menyukai wanita, namun terpaksa menampung Luna di rumahnya. Mampukah ia bertahan dengan deraan hinaan dan siksaan yang datang? Atau ia memilih menyerah dan mengakhiri kehidupan?
Buka▼
Bab

Duk!

Kepala itu membentur sepatu hitam mengkilap miliknya. Antonie, pria 28 tahun itu sampai terkejut, namun ia tidak ingin menunjukan ekspresinya itu dengan kentara. Rambut hitam terurai menutupi seluruh wajah sang gadis, bahkan menyapu hampir seluruh bagian bawah kaki kanan pria muda itu.

"Siapa dia?" tanyanya pada lelaki yang datang bersamanya. Samanta, pria 45 tahun itu hanya menyeringai.

"Anak tak tahu diuntung, sudah kutampung di rumahku, masih saja kau berulah, heh?"

Antonie menoleh ke arah pintu di mana seorang wanita keluar dengan memegang gagang sapu. Mungkin ia sedikit terlambat menyusul, karena gadis kecil itu sudah lebih dulu berlari dan jatuh tersungkur hingga kepalanya membentur kaki Antonie.

"Ada apa lagi, Mak?" Samanta bertanya pada sang istri tanpa mengacuhkan gadis yang masih tengkurap di tempatnya. Ia tidak berani bergerak sedikitpun.

"Apa lagi? Dia ini adalah bkangnya masalah!" sahutnya dengan emosi. Napasnya sampai terengah-engah ketika berbicara. Wanita yang dipanggil dengan sebutan Emak, yang seharusnya memiliki sikap keibuan itu justru tidak menunjukkan hal demikian, ia bersiap untuk memukulkan gagang sapu yang terbuat dari kayu itu ke arah punggung gadis tersebut.

Bugh!

Pukulan itu menyabet telapak tangan Antonie. Wanita itu membelalak kaget, pun suaminya sampai terlonjak.

"Mak!" pekiknya dengan mata melotot.

"M-maaf, Tuan ini siapa?" Emak baru menyadari kalau suaminya tidak pulang sendirian. Sejak tadi ia hanya fokus pada keponakannya yang membuat ia merasa kesal.

"Saya Antonie, teman baru Bapak Samanta."

"Teman baru?" Ia menoleh ke arah suaminya yang sepertinya sangat marah.

"Bawa dia masuk ke dalam!" titah Samanta pada sang istri.

"Luna ayo bangun!" Ia setengah berteriak pada gadis yang ternyata bernama Luna itu.

Ia bergeming di tempat. Panggilan itu seolah angin lewat saja baginya.

"Luna!"

Kali ini kepalanya sedikit terangkat, namun itu karena ia ingin melihat ke arah Antonie. Sang pemilik sepatu yang sudah memberinya tanda merah di dahi.

"Tuan, maukah Anda membeli saya?"

Antonie terkejut. Begitu juga dengan Samanta dan istrinya. Tatapan mata Antonie terarah pada sosok wajah dengan darah di sudut bibirnya. Pipinya juga lebam, entah separah apa wanita dipanggil Emak itu memukulnya sampai ia terlihat kacau sekali.

"Luna, lancang sekali kamu!"

"Anak tidak tahu diri, sudah tidak tahu malu, pula!"

Kelopak matanya mengerjap. Tidak ada ketakutan di sana. Ia masih terus saja menatap ke arah Antonie dan setengah memohon.

"Tuan... Saya tidak meminta menjadi bagian orang penting dalam hidup Anda. Saya hanya butuh Anda untuk membeli saya, berapapun itu belilah! Anda bisa menjadikan saya budak atau pesuruh di rumah."

Antonie berpikir sejenak. Seberapa putus asa kah gadis di hadapannya itu sampai ia meminta untuk di beli oleh dirinya?

"Murahan!"

Umpatan dan makian itu masih saja terdengar, namun tidak ada yang berani mendekat ataupun menyentuh Luna selama ia berada di jarak paling dekat dengan Antonie.

Samanta menggeram di tempatnya. Kemarahan sudah mencapai ubun-ubun, namun sikap diam Antonie membuat ia berusaha menahan diri.

"Anda bisa meminta saya melakukan apa saja, Tuan. Apa saja.. asal saya masih diizinkan untuk tetap kuliah," ujarnya lagi dengan penuh penegasan. Meski ia terus meminta, namun Antonie tidak melihat ketakutan atau kesedihan di wajahnya, yang ada hanyalah keputus asaan.

"Abaikan saja dia Tuan An, ayo kita masuk ke dalam." Samanta mulai hilang kesabaran.

Antonie menurut, ia hendak kembali melangkah, namun tangan mungil itu dengan sigap memeluk kakinya sehingga Antoni kesulitan bergerak.

"Tuan, aku mohon. Jangan tinggalkan aku disini, rumah ini adalah neraka yang hanya akan membakar impianku. Apakah Anda tega jika nanti aku berakhir dengan sia-sia?"

Antonie terdiam. Kalimat itu begitu menusuk hingga ke relung hati terdalam. Gadis remaja itu tidak meminta barang mewah, berupa ponsel atau motor matic seperti kebanyakan gadis sebayanya jika bertemu pria kaya, ia hanya ingin dibawa pergi dari tempat asalnya.

"Mari Tuan An, biar istri saya yang urus dia!" Samanta kembali mempersilahkan Antonie untuk masuk.

"Cepat berdiri Luna, atau kamu…"

"Bisa tolong singkirkan sapunya?" Mata Antonie menyorot tajam ke arah istri Samanta.

"Mak!" Lelaki itu memberi isyarat agar sang istri segera menurut. Meletakkan sapu itu dan kembali hendak mendekati Luna.

"Biarkan dia ikut masuk," ujar Antoni lagi, namun dengan ekspresi datar.

Luna berdiri. Dia merasa mendapat kesempatan, seketika itu juga wajahnya berubah ceria.

"Silakan duduk, Tuan An."

Antoni menatap Luna yang masih setia mengekor dan berdiri di sebelahnya. Dia sudah jauh lebih baik meski dengan rambut yang masih berantakan.

"Siapa dia Pak Samanta?"

"Dia keponakan saya," jawabnya dengan enteng.

Antonie mengangguk kecil, sementara Luna yang diitanyai merasa sebagai orang yang spesial.

"Berapa Anda menjualnya?"

"Hah?" Mata Samanta membelalak.

Luna bergerak-gerak di tempatnya. Akhirnya ia bisa mendapatkan kesempatan untuk bebas dari orang orang jahat yang berkedok sebagai Paman dan bibinya. Menjadi budak bagi orang asing itu jauh lebih baik dibandingkan menjadi sampah di rumah keluarga sendiri.

"Tanah yang di seberang sana, berapa Anda akan menjualnya?"

Mata Luna melotot. Ia kira lelaki itu akan membeli dirinya, namun ternyata salah, dia hanya ingin membeli tanah warisan milik orang tuanya.

"Di tanah itu ada kuburan ayah dan ibu saya, Tuan. Anda tidak bisa membelinya!"

Antonie menoleh dan mengerutkan dahi. Kedua alisnya sampai bertemu. Gadis itu menawarkan dirinya untuk dijual, namun melarang ia membeli tanah milik keluarganya. Apakah harta benda itu jauh lebih berharga dari kehormatannya sendiri?

"Diam kamu, Luna! Anak kecil tidak sopan!" Samanta menghardik keponakannya yang terus saja bicara.

Luna menutup mulut dan membuang muka ke arah lain.

'Keterlaluan, mereka bahkan akan menjual peninggalan orang tua kami!'

Tanah yang akan dijual oleh pamannya itu adalah tanah kosong yang di mana di sana terdapat makam kedua orang tua Luna. Ia tidak rela jika tanah itu dijual dan menjadi milik orang lain, karena jika itu terjadi mereka pasti akan membongkar makamnya. Namun apa daya, di rumah itu suaranya tidak didengar.

Luna benar-benar sudah muak dengan tingkah Paman dan Bibinya. Mereka tidak hanya menguasai tanah peninggalan orang tuanya, tapi juga semena-mena terhadap Luna. Jika memang jalan kebebasannya adalah menjadi simpanan pria kaya, maka dia akan melakukannya.

"Tuan, bawa saya bersama Anda." Luna mengejar pemuda itu ketika dia baru keluar dari rumah pamannya setelah membicarakan banyak hal.

Antoni menghentikan langkahnya dan menatap mata Luna dengan sedikit menyipit.

"Apa istimewanya kamu sampai aku harus membawamu, hm?"

"Aku masih muda dan juga cantik, aku sangat yakin kalau aku bisa melayani jauh lebih baik dari pada istri Anda di rumah." Luna mengatakan itu dengan rasa percaya diri yang tinggi. Di kampusnya banyak teman-teman yang melakukan hal yang sama, menjadi simpanan pria beristri. Mungkin terdengar sangat murahan, namun apa yang bisa Luna lakukan saat ini? Dia tidak punya keluarga lain untuk kembali.

Antonie berdiri tegang. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh.