PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Wave Beautiful But Dangerous

Wave Beautiful But Dangerous

Penulis:Mei Shin Manalu

Berlangsung

Pengantar
Akasia Aldelheid menjalani hidupnya dengan mudah. Dengan kecantikan yang memesona, uang yang banyak dan ketenaran sebagai seorang novelis ternama membuat Akasia bisa mendapatkan apa pun yang ia inginkan. Tapi semua itu tidak berlaku di depan Hadrian Narendra, seorang CEO tampan dengan kekayaan nomor wahid yang mampu memikat banyak hati wanita hanya dengan satu kedipan mata. Sayangnya Hadrian sudah memiliki kekasih bernama Keisha, sekertarisnya sendiri. Meskipun begitu, Akasia tidak hilang semangat. Baginya, tidak ada yang tidak bisa ia dapatkan, meskipun ia harus menghancurkan hubungan kedua orang tersebut demi membuat Hadrian menjadi miliknya.
Buka▼
Bab

“Selamat siang, Pak, saya ingin memberikan sebuah dokumen yang harus Anda tanda tangani.”

Sebuah suara lembut mengusik Hadrian dari kegiatannya di atas laptop. Ia berhenti memandangi layar laptopnya untuk melihat wanita yang sudah mengganggu pekerjaannya. Namun, saat melihat wanita itu, bukannya memarahinya, Hadrian justru tersenyum kepada wanita itu.

“Kau sudah kembali, Keisha?” kata Handrian antusias.

Keisha mengangguk. “Iya, Pak. Saya baru saja selesai mengerjakan tugas saya.”

“Kenapa kau memanggilku begitu formal?” Handrian melirik ke sekitarnya dan ia tidak menemui siapa-siapa di sana. “Kemarilah,” katanya sambil mengulurkan tangan.

Keisha menyambut uluran tangan Hadrian. Ia berjalan, menutup jarak di antara mereka sampai hanya tinggal beberapa sentimeter darinya.

“Apa kau lelah?” tanya Hadrian, merasa khawatir. Telapak tangan pria itu menarik Keisha hingga wanita itu berdiri di dekatnya. Kemudian Hadrian mengangkat Keisha dan mendudukkan wanita itu di atas meja kerjanya. “Maaf sudah membuatmu mengejar-ngejar orang itu.”

Tangan Keisha menangkup pipi Hadrian, ia mengelus pipi itu dengan lembut. “Aku tidak apa-apa, Hadrian. Ini adalah pekerjaanku,” ungkapnya mencoba menenangkan kekasih sekaligus atasannya itu.

“Tapi kudengar kau mengejarnya sampai ke parkiran. Aku yakin kau pasti lelah.” Hadrian menelisik wajah cantik Keisha dengan saksama. Sedikit pucat dengan kening yang dihiasi sedikit butir-butir keringat. Lalu, tatapan pria itu jatuh pada bibir merah mudanya. Dengan tidak tahu malu, Handrian terpaku pada bibir penuh yang selalu membuatnya kecanduan itu.

Hadrian menundukkan kepala. “Aku akan menebus kesalahanku,” katanya penuh janji. Kemudian Hadrian menempelkan bibir di atas bibir Keisha dan menciumnya.

Lembut, pelan-pelan dan sangat berhati-hati. Seolah-olah bibir Keisha adalah sesuatu yang sangat berharga hingga Hadrian takut untuk melukainya. Hadrian bahkan mendesak ciumannya dengan tekanan yang pas, tidak terburu-buru agar ia bisa menikmati setiap detik rasa manis yang disalurkan Keisha melalui bibirnya yang sensasional itu.

Sementara itu, Keisha hanya bersikap pasif. Ia memejamkan mata seraya menempelkan telapak tangannya pada dada kokoh Hadrian, memegang kemeja pria itu agar menjadi tumpuan tubuhnya yang mulai merasa lemas.

Tangan Hadrian mulai bertindak lebih berani. Tanpa melepaskan pertautan bibir mereka, Hadrian melepaskan kacing kemeja Keisha satu per satu lalu melemparkan kemeja itu ke bawah meja.

Di tengah-tengah ciuman mesra sepasang kekasih itu, tiba-tiba terdengar sesuatu yang mengejutkan keduanya.

TOK, TOK, TOK!

Ketukan di pintu membuat Keisha dan Hadrian terlonjak. Dengan cepat Hadrian menghentikan ciumannya dan menjauhi tubuh Keisha. Hadrian ingin memarahi orang yang sudah mengusiknya, tapi itu tidak bisa. Sekarang sudah masuk jam makan siang dan Hadrian mempunyai satu agenda untuk bertemu dengan klien. Siapa tahu itu hanya bawahannya yang datang untuk memberi tahu agenda itu, pikirnya.

Keisha menyelinap turun dari meja dan mengambil kemeja birunya yang berada di lantai dan mengenakannya. Lalu ia beranjak ke pintu untuk membukanya.

“Nona, Akasia?” katanya terkejut. Segera ia menutup pintu berwarna hitam itu, bermaksud untuk menyembunyikan kekasihnya dari wanita yang ada di depannya.

XXXXXX

Sesosok wanita cantik sedang duduk di dalam sebuah mobil mewah. Ia menepuk-nepuk belakang ponselnya dengan jari telunjuknya yang membuat suara seirama setiap satu detik sekali. Ia menoleh ke kaca jendela mobil yang sengaja diturunkan setengah. Samar-samar wanita itu bisa merasakan wajahnya terkena sinar matahari. Hangat dan nyaman. Mungkin karena hujan yang turun sejam lalu yang membuat suasana ibu kota tidak terlalu panas. Bahkan wanita itu juga mencium aroma dari sisa-sisa hujan tadi.

Wanita itu membalik ponselnya dan menatap layar ponsel yang berisi sebuah berita yang memuat tentang seorang laki-laki tampan bernama Hadrian Narendra, putra tunggal dari sang pemilik perusahaan Neibo Group, Jordan Narendra. Hadrian adalah pengusaha muda yang cukup terkenal. Selain karena ketampananannya, ia juga sering menjadi incaran pemberitaan para wartawan karena prestasinya dalam mengelola perusahaan sang ayah yang bergerak di bidang perhotelan tersebut.

Namun, bukan prestasi Hadrian yang menarik perhatian wanita itu. Ia lebih suka membaca headline tentang skandal percintaan Hadrian dengan para wanita kaya ataupun selebriti cantik. Seperti pemberitaan yang sedang ia baca sekarang, yang berisi perihal kekasih terbaru Hadrian. Menurut paparazzi yang mengikutinya, Hadrian sedang dekat dengan seorang wanita di kantornya.

Sang wanita berhenti menatap ponselnya saat mobilnya tiba-tiba berhenti. Mobil mewah produksi perusahaan otomotif Jerman yang berhenti di luar lobi salah satu gedung pencakar langit di kota metropolitan itu, sontak mencuri perhatian orang-orang yang bekerja di sekitar gedung itu. Orang-orang itu mulai berbisik-bisik sambil mengira-ngira siapa orang penting yang mendatangi kantor mereka.

“Nona, kita sudah sampai,” ujar Theo, sang asisten wanita itu, memberi tahu. Dari kursi kemudi, pria itu berkata lagi, “Apakah nanti saya harus menjemput Anda?”

Wanita itu menggeleng. Ia menjawab, “Tidak perlu. Kau hanya perlu menyiapkan rencana besok.”

“Baik, Nona.”

Usai bercakap-cakap sebentar, Theo keluar dari mobil lalu membuka pintu untuk wanita itu. Jelas Theo bukan hanya sekedar asisten biasa karena ia menggunakan earpiece di telinganya, persis seperti yang sering dipakai oleh pengawal atau semacamnya.

Wanita itu turun dari mobilnya. Ia melangkah anggun memasuki lobi utama sebuah perusahaan ternama di negara itu. Tubuhnya berbalutkan dress merah dengan punggung yang terbuka dan potongan yang menampilkan kaki mulusnya.

Setiap langkah kakinya membuat beberapa pasang mata mencuri pandang. Laki-laki tak berkedip, seakan tidak ada yang bisa dilakukan oleh manik mata mereka selain membelalak agar dapat secara leluasa memerhatikan sosok menawan tersebut.

Di sisi lain, para wanita yang melihat sosok itu justru bergosip. Wanita itu sungguh berhasil mengambil perhatian dari para pegawai yang berlalu lalang dan berada di sekitar lobi perusahaan itu. Namun, ia tidak menggubris pandangan-pandangan di sekelilingnya. Dengan pandangan datar, ia bergerak lurus menuju sebuah meja yang bertuliskan kata ‘resepsionis’ di atasnya.

Kedua orang pegawai yang berada di depan meja resepsionis menyapanya dan tersenyum dengan ramah. “Selamat siang, Nona Akasia. Apakah ada yang bisa kami bantu?” ujar salah satu dari para pegawai itu.

“Selamat Siang. Apakah Hadrian ada di ruangannya?” tutur wanita yang disapa Akasia tersebut.

“Pak Hadrian ada di ruangannya, Nona. Namun, beliau sedang sibuk karena ada meeting.”

“Meeting dengan siapa?”

“Dengan Nona Keisha, sekretaris beliau, Nona. Pak Hadrian juga berpesan bahwa saat ini beliau tidak ingin diganggu.”

Meeting dengan sekretarisnya dan tidak ingin diganggu.

Akasia mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum sinis. Ia benar-benar penasaran dengan ‘meeting’ yang Hadrian dan sekretarisnya itu lakukan. Akasia kemudian berucap, “Baiklah. Saya akan menunggu di depan ruangannya.”

“Tapi Nona ....” Kedua pegawai itu berbicara untuk mencoba menghalangi Akasia.

“Tidak perlu khawatir. Saya sudah membuat janji dengan Hadrian sebelumnya. Terima kasih,” tutur Akasia sambil menunjukkan senyumannya sebagai tanda terima kasih.

Kedua pegawai itu hanya mengangguk pasrah. Entah mengapa. Meskipun sudah menyampaikan larangan dari atasannya, namun mereka benar-benar tidak bisa melarang wanita tersebut. Mereka juga tidak bisa berbuat banyak saat melihat Akasia menunjukkan senyuman cantiknya yang memesona.

Akasia meninggalkan kedua resepsionis itu. Ia berjalan menuju lift yang akan mengantarkannya ke ruangan Hadrian yang terletak di lantai paling atas dari gedung dengan dua puluh lima lantai itu. Lantai khusus yang hanya dibuat bagi pemimpin perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata dan perhotelan tersebut.

Akasia keluar dari lift. Namun, tepat saat Akasia mengetuk pintu, matanya menangkap sesosok wanita berambut panjang dengan kemeja biru sedikit berantakan, dan rok span pendek, lengkap dengan heels berwarna hitam, keluar dari ruangan Hadrian.

“Nona, Akasia?” ungkap Keisha dengan kedua mata yang terbelalak.

“Apakah Hadrian ada di dalam, Keisha?” tanya Akasia kepada wanita yang ada di depannya itu.

Wanita yang bernama Keisha itu tersentak. Tubuhnya menegang saat melihat Akasia. Ia terlihat kesal, namun ia menahannya. “Pak Hadrian ada di dalam. Namun beliau tidak ingin diganggu. Jika ada yang ingin disampaikan, Nona bisa menyampaikannya pada saya,” katanya lembut tetapi dengan sedikit penekanan.

“Menyampaikannya padamu?” ulang Akasia.

“Iya.” Keisha menghempaskan rambut cokelat kehitam-hitamannya yang tergerai panjang dari bahunya. “Nona tidak perlu khawatir, saya akan langsung menyampaikannya.”

“Hmm ....” Akasia berlagak berpikir. “Aku ingin menyampaikan bahwa aku meminta dia menjadi sponsor utama pembuatan novel terbaruku. Aku butuh uang dan perusahaannya. Apakah kau bisa menyampaikan hal itu kepadanya?”

Mata lentik Akasia memandang Keisha yang terlihat marah. “Kau pasti tidak bisa. Jadi, biar aku saja yang berkata langsung. Lagi pula, Hadrian tidak akan pernah menolakku,” ucapnya angkuh.

Keisha marah, namun tampaknya wanita itu juga tak bisa bertahan jika terlalu lama beradu mata dengan Akasia. Ia harus bisa mengontrol dirinya meskipun kegelisahan kini menyelimutinya.

Akasia menyadari bagaimana wanita di depannya itu memaksa diri supaya tetap tenang. Cara wanita itu membuat tubuhnya rileks sama sekali tidak bagus. Sangat terlihat tidak alami. “Jadi, bisakah kau menyingkir dari sana?” tutur Akasia lagi.

Dengan sangat terpaksa, Keisha berpindah dari tempatnya. Ia berjalan menuju ruangan kaca yang terletak tepat di dekat pintu, di dalam ruangan Hadrian. Tempatnya biasa bekerja sehari-hari.

Lagi, bibir Akasia menyunggingkan seulas senyum. Kali ini senyumannya memiliki arti yang lain. Senyuman yang menggambarkan sebuah kemenangan. Ia menyeringai seolah ia telah berhasil menyingkirkan wanita itu. Menyingkirkan penghalangnya.

XXXXX

By: Mei Shin Manalu

Instagram: @meishinmanalu