PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Enemy Of Heart

Enemy Of Heart

Penulis:Sun_Shine

Berlangsung

Pengantar
Pertemuan pertama Alan dan Thita sudah diwarnai dengan pertengkaran di depan umum. Alan telah mempermalukan Thita yang membuat gadis itu merasa sangat kesal dan ingin membalas dendam pada Alan. Namun ternyata ada pertemuan kedua antara Alan dan Thita. Pertemuan itu dia depan orang tua mereka. Tuntutan segera menikah pun diberikan pada mereka berdua. "Ok Kita nikah! Tapi setelah 6 bulan, kita urus perceraian kita." "Siapa takut. Inget jangan ada hati selama pernikahan ini. Dan jangan coba buat sentuh aku!!" Pernikahan macam apa yang akan dilakukan Alan dan Thita? Akankah mereka akan menemukan kebahagiaan atau lebih memilih untuk berpisah saja?
Buka▼
Bab

“Seluruh penumpang pesawat Singapore Airlines tujuan Surabaya di mohon segera ke Gate 3B.”

“Eeh kirain pesawat kita, ternyata bukan,” ucap Rania.

“Pesawat kita masih 2 jam lagi,” jawab Thita.

“Haahh!! 2 jam lagi? Lu udah gila apa ya, ngajak berangkat jam segini ke bandara. Jarak kantor kita ke Changi itu ga lama, Thita. Rese banget deh lu ah,” sungut Rania kesal.

“Ya kan lu tau sendiri kalo gw paling males ribet. Kalo kita udah di sini dari tadi kan tetep juga kita bisa kerja. Lagian Changi juga ga jelek kan?”

“Ya emang ga jelek sih, tapi kalo kudu nunggu dua jam di sini kan bete juga.”

“Bete apanya. Gw aja masih bisa sambil kerja kok. Inget ya, meski kita temenan tapi gw juga atasan lu.”

“Aduuh mulai deh jurus ga mau salahnya, iya deh bos.”

Hari ini Thita harus kembali ke Jakarta secara mendadak. Mamanya sudah menyuruhnya pulang sejak beberapa hari yang lalu, tapi Thita terus saja mencari alasan agar dia tidak pulang ke Jakarta. Kesibukan Thita bekerja di Singapura sangat menyita waktu Thita untuk pulang walaupun hanya sebentar.

Thita adalah seorang broker terkenal di salah satu perusahaan pialang kelas internasional di Singapura. Kesibukannya untuk bekerja dan juga melobi para kliennya sudah sangat menyita waktu sampai dia hampir tidak mempunyai waktu untuk berkencan. Oleh sebab, itu kedekatannya dengan Rania, sahabat sekaligus asistennya menjadi buah bibir di banyak kalangan. Mereka digosipkan pasangan sejenis yang sedang memadu kasih.

Tapi tentu saja gosip itu tidak pernah ditanggapi oleh Thita. Dia adalah wanita perfeksionis yang tidak ingin membuang waktu untuk hal tidak berguna. Bagi Thita karir adalah segalanya.

“Trus sekarang Mama kamu nyuruh kamu pulang buat apa lagi sih, Ta? Kayanya ini udah ketiga kalinya lu pulang yang ga akhir tahun,” tanya Rania lagi.

“Paling juga masalah yang sama,” jawab Thita tanpa mengalihkan pandangannya dari pad yang ada di tangannya, “Eh emang kalo cwe usia 25 tahun itu harus udah nikah ya?” tanya Thita lagi tapi kali ini dia menoleh ke arah Rania.

“Kata emak gw sih gitu. Katanya kalo udah lebih dari 25 tahun itu perawan tua. Aduuh kan ngeri gw jadinya. Gegara lu tuh pasti, gw juga ga dapet pacar mulu.”

“Eeh sembarangan! Yang ada juga lu yang mepet aja ke gw! Enak aja nyalahin gw. Kepret neeh ntar.”

“Hahahaaa ... kalo gw ga mepet lu, trus gw mepet siapa, Ta. Kan lu yang kasih gw duit banyak. Cari klien jadi gampang kalo ada lu,” jawab Rania sambil tertawa.

“Sialan lu! Giliran ada butuhnya aja muji gw.”

Dua wanita itu masih sibuk dengan pekerjaan mereka, meskipun saat ini Thita dan Rania akan pulang ke Jakarta. Karena dua orang ini adalah broker, jadi mereka masih bisa tetap bekerja secara online hanya saja mereka izin dari kantor.

Karena waktu keberangkatan pesawat masih cukup lama, Thita dan Rania memilih untuk pergi ke salah satu restoran yang ada di Bandara Changi. Mereka akan makan dulu di sana sambil menunggu jam keberangkatan pesawat mereka. Sibuk bekerja tapi tidak boleh lupa untuk mengisi perut, itu adalah prinsip bekerja ala Thita.

**

Sementara itu di luar jalanan Singapore ada seorang pemuda yang terlihat sangat terburu-buru. Dia berulang kali melihat arloji yang ada di pergelangan tangannya dan menyuruh sopir taksi untuk mempercepat laju kendaraannya. Saat ini dia sedang ada di dalam taksi dan mengejar keberangkatan pesawatnya dari Bandara Changi menuju ke Jakarta.

“Lu kenapa ambil penerbangan yang mepet sih? Bisa ga ambil penerbangan pesawat yang rada lamaan dikit biar kita ga naik taksi juga,” protes Adit.

“Ya kan lu tau sendiri kalo nyokap gw udah bilang gw pulang, ya gw harus pulang. Aduh, gw tuh udah paling males kalo nyokap gw tuh ngedrama mulu,” keluh Alan.

“Lagian lu sih di surih nikah aja susah banget. Tau ga, Tante Sofia itu nyariin lu cwe udah yang paling ok semua. Emang lu nyari yang kaya gimana sih? Aduuh move on donk, Bos.”

“Cwe tuh banyak, tapi yang bisa gerakin hati tuh susah. Gw ga mau cari cwe yang biasa. Dia harus paket komplit gitu, tapi yang oasti tuh cwe kudu bikin gw penasaran dan pengen dapetin dia terus.”

“Standart yang aneh. Eh Lan, lu kan ganteng ya ... udah gitu lu juga tajir lu juga pegang satu perusahaan dari banyaknya perusahaan bokap lu. Ya wajar kali kalo lu tuh di kejer cwe. Mana ada cwo maha sempurna kaya lu malah ngejer cwe. Liat aja tuh temen-temen kita, udah jadi playboy semua mereka.”

“Jadi playboy itu perlu, buat hiburan. Tapi cinta sejati juga kudu di cari. Pokok ya gw mau cwe yang kaya gitu, ga ada tawar menawar.”

Alan adalah seorang pemuda di ujung usia 29 tahun yang masih setia menjomlo sampai sekarang. Karir Alan luar biasa cemerlang, dia adalah putra kebanggaan dari keluarga Halim yang dipercaya memimpin salah satu anak perusahaan besar dari Pasifik Group.

Orang tua Alan sudah berkali-kali berusaha menjodohkan Alan dengan beberapa gadis muda, namun belum juga bertemu, Alan sudah menolaknya. Orang tua Alan berpikir kalau standar kriteria calon istri yang dimiliki oleh Alan terlalu tinggi. Sehingga terlalu sulit bagi mereka untuk mencari seseorang yang pas.

Taksi yang dinaiki oleh Alan sudah tiba di terminal 2 Bandara Changi Singapura. Dia segera membayar tagihan taksi dan kembali berlari untuk mengejar pesawatnya yang sudah hampir tinggal landas.

Alan dan Adit segera berlari masuk ke dalam ruang tunggu pesawat untuk mendaftarkan tiket mereka. Setelah itu mereka langsung menuju ke pintu keberangkatan yang sudah ditentukan. Kondisi Bandara Changi sedikit ramai hari ini. Hal itu membuat Alan dan Adit sedikit kesusahan untuk berlari menuju ke pintu keberangkatan mereka.

“Misi ... permisi,” ucap Adit dan Alan yang berjalan cepat di tengah keramaian.

Bug!!

“Aduuh,” keluh Thita saat dia merasa tubuhnya di tubruk seseorang.

“Eeh maaf ya,” ucap Alan.

“Maaf?? Maaf kamu bilang?? Liat ini kopi saya tumpah.”

“Aduh saya ga punya waktu buat ini. Saya akan banyar biaya loundry-nya nanti.”

“Gimana cara gantinya. Heehh!! Jangan kabur kamu!!” teriak Thita saat dia melihat Alan berlari meninggalkan dia.

“Kenapa, Tha?” tanya Rania yang baru datang dan melihat temannya marah-marah.

“Itu, ada cwo kurang ajar seenaknya aja dia lari kabur habis nabrak gw. Mana tumpah lagi ini kopi gw. Jadi basah kan baju gw,” keluh Thita sambil mengelap roknya yang terbuat dari bahan rajut itu.

“Ya ampun, pasti dia tipe orang ceroboh yang ketinggalan pesawat. Ga kaya temen gw banget itu. Dua jam sebelumnya aja dia udah diem di bandara,” ucap Rania sambil melihat ke arah pemuda yang berjalan cepat itu.

Terdengar suara tawa yang ditahan dari sekitar tempat Thita berdiri saat ini. Semua orang tersenyum sambil menutup mulutnya bahkan ada yang tertawa terkikik saat melihat Thita. Sepertinya ada yang aneh pada wanita muda itu.

Rania yang menyadari keanehan pada keadaan sekelilingnya, kemudian dia ikut melihat ke arah Thita. Dia ingin melihat apa yang salah pada sahabatnya tersebut. Mata Rania membulat lebar saat dia mengetahui apa yang salah dengan sahabatnya itu.

“Thita!! Itu ....”