PopNovel

Baca Buku di PopNovel

GAIRAH MAS DUDA

GAIRAH MAS DUDA

Penulis:Rhaniie

Berlangsung

Pengantar
Pernah merasakan apa yang namanya kehangatan, membuat Azali menjadi seorang penjahat yang sangat ditakuti oleh para wanita, terutama yang masih muda. Jika dia sudah muncul, semua wanita pasti akan berlari untuk menghindarinya. Siapapun yang berhasil ditangkapnya. Azali tidak akan membiarkannya untuk lolos, sebelum ia menikmatinya.
Buka▼
Bab

Brrmmmmmmm ….

Cekitttt ….

Semua orang melongo melihat sebuah mobil yang terburu-buru masuk ke sebuah pelataran perusahaan.

Tak lama,

Ceklek.

Brakk.

Seorang Pria bertubuh tegap dengan jas dongker melekat di tubuhnya keluar dari dalam mobil, dan….

Terlihatlah wajah tampannya yang tidak ada cacat sedikitpun nyaris sempurna dengan bulu-bulu halus di area dagu.

Ahhhhh ….

Jangan lupakan mata birunya yang berkilau bak batu sapphire.

Tap ….

Tap ….

Langkahnya yang berwibawa membuat siapapun akan mengetahui apa kedudukannya.

"Daddy!"

What?!

Semua orang melongo melihat seorang anak kecil yang mengikutinya dari belakang.

"Eh. Hai, Brother!" ucapnya seraya merunduk. "Daddy sampai lupa kalau kamu ikut," ucapnya seraya meraih tangan anak kecil tersebut.

"Daddy can! Childhood is forgotten!" ucapnya ngambek.

"Uh. Makin pandai saja kamu bahasa inggrisnya," ucapnya seraya mencubit pipi anaknya.

"Aku 'kan mau ke Amerika, Daddy," ucapnya sangat menggemaskan.

"Oke, oke."

"Yuk!" ajaknya seraya berdiri tegak.

"Let's go, Daddy."

Azali geleng-geleng kepala.

Kemudian mereka melangkah bersama menuju ke sebuah pintu masuk.

"Si-si-silahkan, Tuan." Seorang pegawai baru yang gemetaran saat berpapasan dengan Azali.

Azali tersenyum sambil memperhatikannya dari atas sampai bawah.

"Gak usah takut. Kau bukan seleraku," ucapnya seraya menepuk pundak wanita itu.

"Ma-ma-maaf, Tuan," ucapnya tetap gugup.

"Daddy. Don't! I don't like him!"

Hah?!

Wanita itu terkejut.

"Dengarkan, Nona. Anakku saja tidak menyukaimu," ucapnya kemudian melangkah masuk ke dalam kantor.

"Daddy. Stop it. Cukup Bibi Aisyah saja," ucapnya seraya terus melangkah bersama menuju sebuah lift.

"Daddy tidak suka, Brother. Bibi Aisyah itu kampungan. Dia juga udah punya anak," jawabnya.

"Daddy!"

"Yosep Mike Nugraha … Daddy masih mau main-main."

"Daddy. Daddy selalu begitu. Mike 'kan mau punya Mommy," ucapnya menunduk sedih.

Azali berjongkok. "Maafkan, Daddy, Sayang."

"Daddy jahat!"

Hhhhh ….

"Baiklah, Mike. Daddy akan carikan Mommy buat kamu."

"Gak perlu, Daddy. Calon Mommy Mike sudah ada di rumah."

"Tapi, Mike."

"Ayolah, Daddy. Bibi itu cantik. Baik lagi," ucapnya, "Bibi juga pintar. Dia ajarin Mike bahasa asing setiap hari sampai pandai," tambahnya.

"Tapi dia pembantu, Mike. Masa Daddy harus sama pembantu."

"Daddy. Everyone's the same!"

Azali tersenyum tipis. Kemudian ia berdiri, lalu keluar dari dalam lift bersama-sama.

"Pagi, Tu-tuan," ucap seorang wanita yang berpapasan dengannya.

"Morning," jawab Mike.

Wanita itu tersenyum ke arah bocah yang bersama atasannya.

"Gemes!" ucapnya seraya berjongkok.

"Don't touch me!" ucapnya seraya beralih tempat ke sisi Azali sebelah lagi.

What!

"Cubit aku saja, Naina," ucap Azali sambil tersenyum menggoda.

Naina melotot. Kemudian ia langsung melipir meninggalkan mereka berdua.

Hahahaha ….

Mereka tertawa bersama.

"Daddy. Kau adalah seorang genderuwo."

"Ish! Anak nakal."

"Haha. Anak nakal … karena daddy-nya juga nakal."

Azali geleng-geleng kepala sambil tersenyum. "Jangan tiru Daddy, Brother."

"Will never."

"Good."

Cklekk ….

Mereka masuk ke dalam ruangan tempat Azali mencurahkan seluruh otak briliannya.

"Kamu duduk sini, ya? Daddy bekerja dulu."

"Okay, Daddy."

"Anak pintar."

"Anak siapa dulu? Anak Mommy Aisyah," ucapnya membanggakan diri.

"Kok, Aisyah, sih?"

"Sana, Daddy. Katanya mau kerja."

"Haduh. Baiklah."

"Sukses, Daddy."

"Thank you."

"You're welcome."

Azali mengusap kepalanya lembut. Lalu, ia melangkah menuju kursi kebesarannya.

Ia mengecek satu persatu kertas yang ada di hadapannya.

"Tania. Bawa dokumen yang aku minta kemarin," ucap Azali dari seberang telepon.

Tut.

Setelah mendengar sebuah jawaban. Azali langsung mematikan panggilannya.

Tak lama,

Tok, tok.

"Masuk!"

Cklekk ….

Seorang wanita cantik masuk ke dalam ruangan Azali.

"Tu-tuan. Ada yang harus anda tanda tangani," ucapnya sedikit gugup.

Azali menganggukkan kepalanya.

"I-ini, Tuan," ucapnya seraya menyimpan beberapa maf di meja Azali.

"Kamunya deketan, sini!" ajak Azali genit.

"Ma-maaf, Tuan. Saya masih banyak pekerjaan," ucapnya menolak. Kemudian ia keluar dari ruangan Azali tanpa permisi.

"Haha. Daddy…. Daddy sangat di takuti oleh para wanita," ledek anaknya.

"Haha. Mereka saja yang keterlaluan, Brother."

"Daddy yang menakutkan," jawabnya dengan tangan terus fokus memutar-mutar rubik.

"Sembarangan."

Hahaha ….

Mike tersenyum sumringah. "Daddy! Aku berhasil!" ucapnya seraya berlari ke arah Azali.

"Uh. Anak Daddy memang pintar." ucapnya seraya mengacak rambut anaknya.

Mike menoel hidungnya sendiri menggunakan jempol. "Siapa dulu, dong. Mike gitu lho!"

Azali tertawa pelan merasa terhibur dengan anaknya itu.

Semua kesunyian dalam hatinya sirna kala melihat keceriaan juga kepintaran anaknya itu.

"Fan. Kamu pasti bangga melihat anak kita tumbuh cepat juga kepintaran yang ia miliki," gumamnya dalam hati.

Tok, tok.

Azali dan Mike menoleh ke arah pintu.

"Masuk!" ucap Mike.

Azali terkikik. "Asisten Pribadi." ucapnya.

Mike tertawa renyah. "Aku main lagi, Daddy."

"Oke, Boy."

Azali menatap kepergian anaknya, lalu beralih menatap seorang wanita yang tengah gemetaran di depan meja kerjanya.

"Duduk, Tan." titahnya.

Tania mengangguk. Kemudian ia duduk di kursi yang ada di hadapan Azali.

"Mana dokumennya?"

Tania segera mengeluarkan berkas yang ia bawa. "I-ini, Tuan," ucapnya menyerahkan sebuah maf ke hadapan Azali.

Glek ….

Tania menelan ludahnya kasar saat tangannya di genggam erat oleh Azali.

"Tu-tuan. Ta-tangan, ssss."

Azali mendekatkan wajahnya. "Ku tunggu nanti malam," bisiknya lalu duduk tegak kembali.

Tania mematung. Tubuhnya seperti membeku.

"Oke, Tan. Kamu bisa bekerja lagi," ucapnya lantang.

Tania tidak bergeming.

"Tan." Azali menatapnya sambil tersenyum smirk.

Ia kemudian berdiri, lalu melangkah mendekati Tania.

"Taniaaaa," bisiknya sangat halus.

Trrrr ….

Deru nafas Azali yang berhembus mengenai telinga juga kuduknya membuat Tania tersadar.

"Eh, i-iya, Tuan." ucapnya seraya cepat berdiri.

Azali tersenyum smirk. "Jangsn gugup. Apalagi gelisah," ucapnya santai.

Tania mengangguk pelan. "Permisi, Tuan," ucapnya cepat.

"Silahkan, Nyonya," jawab Azali dengan terus menatap punggung Tania yang sudah mulai menjauh.

Azali menyunggingkan bibirnya sebelah dengan kedua tangan di dalam saku.

"Ah. Malam ini aku sudah ada mainan," gumamnya seraya duduk kembali.

Hahhhh ….

Azali bersandar pada belakang kursi dengan mata terpejam.

"Astagfirullah."

Ia terperanjat saat sekelabat bayangan seseorang melintas di matanya.

"Daddy. Daddy kenapa?" tanya Mike yang tiba-tiba sudah berada di dekatnya.

Hhhhh … hhhhh ….

Azali menghela nafasnya terlebih dahulu.

"Daddy…."

Azali tersenyum. "Gapapa, Sayang. Daddy salah duduk barusan," jawabnya.

Dahi Mike mengerut. "Salah duduk gimana?"

"Pantat Daddy keseleo," jawabnya.

"Ada-ada saja," ucapnya tidak percaya.

"Haha. Kesayangan Daddy mau apa lagi? Katanya main?"

"Daddy."

"Hm."

"Daddy ntar malem mau keluar, ya?"

Azali merenung, lalu mengangguk.

"Terus … aku sama siapa, Dad?"

Azali memangku anaknya terlebih dahulu. "Kamu sama Bibi Aisyah dulu. Daddy cuma sebentar, kok?"

"Daddy mau ngapain, sih?"

Azali mencubit hidung anaknya sekilas. "Ada pekerjaan orang dewasa," jawabnya.

Mike memutarkan bola matanya. "Daddy selalu seperti itu," ucapnya ngambek.

"Ini urgent, Sayang. Darurat sekali."

"Ke rumah sakit, dong, Dad."

Azali tertawa pelan. "Oke. Daddy ntar malem cek ke rumah sakit."

Mike tersenyum.

Cup ….

"Semoga Daddy baik-baik saja," ucapnya polos.

"Pasti. Do'akan saja, ya?"

"Okay."

Azali memeluk anaknya erat. "Anak Daddy memang pintar."

"Siapa dulu! Mikeeeee!" jawabnya selalu membanggakan dirinya sendiri.

"Iya. Mike memang pintar."

"Sip!" Dia mengangkat dua jempolnya ke hadapan Azali.

Cup ….

"Sudah. Daddy mau kerja lagi."

"Semangat, Daddy."

"Thank you."

"You're welcome."

Setiap hari setiap saat hanya ada dirinya yang selalu menemani Azali dalam kesepian. Namun,

Rasa yang dulu pernah ia rasakan kadang datang di setiap saat ia terbayang akan sosok mantan istrinya yang sudah lama pergi meninggalkan mereka berdua.

"Ah. Taniaaaa," gumam Azali sambil tersenyum smirk.