PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Harris Dan Harfiza

Harris Dan Harfiza

Penulis:Ernest

Berlangsung

Pengantar
Cinta beda kasta. Harris dan Harfiza saling mencintai, tapi kemudian Harfiza dijodohkan dengan Albiansyah yang sederajat dengannya. Di malam sebelum pernikahan berlangsung, Harfiza jujur pada Harris kalau dirinya tidak mencintai Albiansyah dan justru mencintai Harris. Ketiganya berteman baik, tapi karena Harris juga mencintai Harfiza, malam itu pun menjadi malam dosa Harris dan Harfiza. Tapi pernikahan tetap digelar. Harfiza mengandung anak Harris tanpa sepengetahuan Albiansyah sampai anak mereka besar, ternyata anak keduanya pun saling jatuh cinta. Hingga Harris dan Harfiza menentang hubungan keduanya karena anak mereka berdua punya hubungan darah. Albiansyah yang kecewa pada Harris karena merasa dikhianati oleh temannya sendiri pun pada akhirnya dendam. Bagaimanakah kelanjutan mereka? Apakah Albiansyah dan Harfiza akan bercerai?
Buka▼
Bab

TOK! TOK! TOK!

Ketukkan pintu terdengar sangat nyaring di tengah waktu sudah menunjukkan jam sebelas malam. Sang pemilik kamar pun terbangun karena suara yang mengganggunya tersebut, seolah tidak ingin membiarkannya terlelap dalam mimpi indah yang sedang menemani tidurnya.

“Siapa?” tanyanya sambil mengucek mata.

Matanya dia kedip-kedipkan agar penglihatannya jelas.

Gadis remaja itu pun bangun, dia kemudian turun dari ranjang besarnya yang sangat megah itu dan mengambil kerudung yang dia simpan di samping ranjangnya, tepatnya di meja lampu.

Dia adalah seorang putri dari kerajaan islam terbesar di dunia ini, namanya Harfiza Az-zahra Mehra.

Harfiza mendekati pintu, tapi dia tidak berani langsung membuka pintu tersebut. Dia kemudian bertanya lagi, “siapa di luar?” Harfiza mendekatkan telinganya ke pintu, bersiap untuk mendapatkan jawaban dari orang yang berada di luar sana.

“Ini aku, Harris!” sahut seorang lelaki di luar pintu setengah berbisik.

Harris adalah anak dari seorang pesuruh, ibunya dulu adalah seorang budak yang dimerdekakan oleh sang Raja Almeer dan sekarang menjadi pelayan di kerajaan, dia juga ikut pindah agama mengikuti apa yang dianut oleh sang penguasa barunya.

Harfiza pun tersenyum. Senyuman yang sangat mengembang setiap kali Harris mengunjunginya diam-diam seperti ini. Harfiza kemudian langsung membuka pintu kamarnya, dilihatnya Harris berdiri di sana. Satu langkah berjarak dari pintu.

“Harris, apakah tidak ada penjaga yang mencurigaimu datang ke sini?” tanya Harfiza.

Harris tersenyum sambil menggelengkan kepala. Keduanya saling memandang dengan penuh kebahagiaan, mata Harfiza yang berwarna hijau kecokelatan itu bersinar, tampak seperti mata kucing di malam hari yang sangat cantik. Mata yang menjadi identitas kebangsawanannya sebagai keturunan dari pewaris garis pertama, dari pasangan Sultan Almeer keturunan ketujuh dan Permaisuri Noor Marneey—Putri kedua dari kerajaan koalisi/sekutu.

Pernikahan mereka pun terjadi karena sistem perjodohan antar kerajaan. Namun, perlahan cinta juga merekatkan Sang Sultan dan Permaisuri hingga Permaisuri Noor pun menjadi permaisuri yang paling dicintainya. Sang Raja tidak punya selir lain, hanya Permaisuri Noor yang dia ikat dalam pernikahan. Kesetiaannya pun tidak diragukan lagi, bahkan ketika ajaran agamanya memperbolehkan sang Raja untuk beristri sah empat dan kerajaan memperbolehkan sang Raja beristri siri semaunya.

Harris kemudian mengulurkan tangannya pada harfiza, tangan kecil yang selalu mengajak putri itu pergi ke tempat-tempat yang indah. Pernah, dulu Harris membawa Harfiza berkeliling ke pasar dan Harfiza sangat senang sekali bisa berbaur dengan masyarakat luar di tengah selama ini Sang Putri hanya bisa berkeliaran di istana dan belajar di sekolah. Itu pun hanya tiga hari dalam seminggu dan selebihnya gurunyalah yang datang ke istana.

Usia mereka pun hanya selisih tujuh bulan saja, Harris yang lebih tua dari Harfiza.

Diraihnya tangan Harris oleh Harfiza dan digenggam olehnya begitu kuat. Harfiza kemudian menutup pintu kamarnya perlahan agar tidak ada penjaga yang mendengarnya. Keduanya kemudian pergi menyusuri lorong istana yang berhiaskan lampu-lampu temaram ditambah beberapa obor yang menyala –yang cukup redup. Bahkan di luar sana, cahaya yang dipantulkan matahari ke bulan justru lebih terlihat terang benderang.

“Malam ini sangat indah Harfi, kamu pasti suka melihat bintang,” ucap Harris masih memegang tangan Harfiza dan keduanya masih konsisten berjalan menuju menara lonceng yang tempatnya masih berada di kawasan istana.

“Rasi bintang apa yang terlihat malam ini, Harris?” tanya Harfiza penasaran.

“Rasi bintang Cassiopeia,” jawab Harris sambil tersenyum, “Karena sebentar lagi musim dingin akan segera tiba Harfi.”

Harfiza pun hanya mengangguk-ngangguk, meskipun agama mereka tidak percaya terhadap ramalan perbintangan … tapi Harfiza dan Harris tetap belajar rasi bintang di sekolah para bangsawan. Harris bisa sekolah di sana karena perintah Sang Sultan—ayah Harfiza.

Harris juga sangatlah pandai menalar semua rasi bintang yang jumlahnya ada delapan puluh delapan itu. Harris pun termasuk ke dalam deretan siswa pintar di sana, kepintarannya bahkan menyaingi Pangeran Albiansyah Kahfi Athaya dari kerajaan Mangdai. Kerajaan yang mempunyai kekuatan besar yang tidak kalah dengan kerajaan Tartak--kerajaan Harfiza yang merupakan kerajaan yang sedang berada di puncak keemasannya saat ini. Namun sayang, Sang Raja tidak punya keturunan anak lelaki hingga yang akan berkuasa nanti adalah Harfiza sebagai Sultanah penerus.

“Tunggu Harfi!” ucap Harris menghentikan langkah mereka.

Dahi Harfiza mengerut, dia bingung dengan apa yang ingin dilakukan Harris padanya kini.

“Kamu mau apa?” tanya Harfiza saat Harris mengeluarkan kain tipis berwarna hitam, tidak terlalu tebal. Harris melipat-lipat kain itu hingga berbentuk panjang dan dibentangkannya seperti ingin menutup mata Harfiza, “Harris, apa kamu sudah gila? Kita tidak mungkin main petak umpet di tengah malam seperti ini, aku takut!” Harfiza pun memegang kedua tangan Harris yang masih memegang kain hitam itu.

Harris berlanjut tertawa kecil. “Siapa yang ingin main petak umpet denganmu Harfi? Aku hanya ingin menutup matamu sebelum kita menaiki tangga Menara,” jelasnya.

“Untuk apa? Kamu konyol sekali Harris, bagaimana aku bisa melihat anak tangga nantinya?” Harfiza menertawakan Harris kemudian.

“Aku yang akan tuntun kamu Harfi, aku ingin memberi kejutan untukmu. Aku yakin kamu pasti suka, percayalah … tidak akan jatuh. Kamu percaya padaku, kan?” Harris menatap Harfiza begitu lekat, sambil menganggukkan kepalanya. Tatapannya pun sangat teduh dan membuat Harfiza yakin untuk menuruti perintah Harris.

“Baiklah, terserah kamu saja. Aku harap kejutan darimu itu memang bagus.” Harfiza tersenyum dan langsung memejamkan matanya, bersiap diikat dengan kain hitam milik Harris.

“Pasti Harfiza, pasti kamu suka.” Harris pun langsung mengikat kain hitam itu di kepala Harfiza, menutupi kedua matanya dan diikat di belakang. Harfiza masih tersenyum, dia sangat penasaran dengan apa yang akan ditunjukkan Harris padanya.

Digenggamnya tangan Harfiza oleh Harris dan dia pun menuntun Harfiza menaiki tangga Menara yang berleok-leok.

“Melangkahlah seperti biasa Harfi, jangan takut! Sepanjang tangga, aku akan menyanyikan lagu kesukaanmu,” ucap Harris sambil menuntun Harfiza menaiki tangga.

“Kamu serius? Apakah kamu bisa bernyanyi, Harris? Bukannya kamu sangat takut jika disuruh bernyanyi?” balas Harfiza sambil cekikikkan.

“Susssttt, jangan tertawa. Apa kamu tidak takut tentang legenda menara ini?” Harris membisik, menakut-nakuti Harfiza.

Seketika Harfiza memeluknya dan semakin memegang erat tangan Harris.

“Ah, Harris itu tidak lucu! Ini sudah malam, sudah ah … aku enggak mau ditutup mata segala,” rengek Harfiza dan langsung melepas ikatan kain hitamnya. Tapi, saat dia membuka kain hitam itu … Harfiza sangat terkejut Karena di sini sangatlah gelap. Hanya terlihat cahaya di atas dan di bawahnya saja.

Tangga yang melingkar ini sangatlah menyeramkan jika dilihat di tengah malam seperti ini, “Harfi, aku takut!” Mata Harfiza menegang, tangan dan kakinya pun bergetar. Karena baru kali ini Harris mengajak Harfiza menaiki Menara di malam hari. Biasanya, jika Harris mengajak Harfiza melihat bintang pun mereka hanya pergi ke Taman Istana dan ke Paviliun saja. Tentunya tempat itu lebih terang dan tidak semenyeramkan ini.

“Itulah sebabnya aku menutup matamu Harfi, aku tahu kamu bakalan takut. Tapi jika kamu tidak mau, ya sudah. Sini kainnya!” Harris menggodanya.

Harfiza kembali berpikir, benar kata Harris. Harfiza pasti nanti kepikiran jika dia melihat kegelapan di sini, bayang-bayang tangga itu akan terlihat seperti hantu. Sungguh menakutkan sekali jika dia melihat ke bawah dan nanti dia bisa-bisa mimpi buruk karenanya.

“Baiklah, tutup lagi mataku Harris. Kumohon!” pinta Harfiza.