PopNovel

Baca Buku di PopNovel

On Time With My CEO

On Time With My CEO

Penulis:Nana Azumi

Berlangsung

Pengantar
Setelah hampir 2tahun mengganggur, akhirnya Azumi kembali mencari pekerjaan dan berniat menjalani hidup yang damai. Kini ia telah menjadi sekretaris seorang CEO galak dari sebuah perusahaan besar. Namun, lama ia menganggur membuatnya terlalu molor dan berulang kali mendapat teguran dari sang boss. Meski galak dan tidak menyaring ucapan saat bicara, Azumi dengan berani menaruh hati pada atasannya yang ternyata adalah orang yang ia kenal dimasalalu. Saat akan mengungkapkan isi hatinya, tak diduga partner kerjanya tiba-tiba mengaku cinta pada Azumi. Pada situasi ini, Azumi dihantarkan pada kenyataan yang tidak mudah ia terima. Termasuk masa kelam yang ia alami pada 10 tahun silam dan kejadian yang susah payah azumi lupakan selama hampir 2 tahun terakhir. Apakah Azumi akan tetap mencintai sang boss? Atau menerima perasaan sang rekan? Ayo ikuti perjalanan Azumi mendapatkan kehidupannya yang damai.
Buka▼
Bab

"Semua orang pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Saya sendiri juga memiliki hal tersebut. Kelebihan saya adalah berkomitmen dalam pekerjaan. Jika saya sudah memulai suatu hal, akan saya tuntaskan meski banyak gangguan. Saya pastikan tidak akan ada yang tergantung. Saya juga orang yang sangat percaya diri. Bapak dan ibu bisa membuktikannya dengan melihat riwayat prestasi saya. Saya pastikan saya dapat diandalkan bekerja dalam tim.

Kekurangan saya, saya bukan pendengar yang baik. Begitu juga saat berkomunikasi. Jadi ketika seseorang membicarakan hal penting, saya langsung mencatat intinya dan memberi alarm agar saya tau kapan itu dibutuhkan." Azumi menjawab pertanyaan demi pertanyaan dengan tenang. Ini bukan hal baru lagi baginya.

Didalam ruangan ini, Azumi tak hanya diwawancarai. Orang-orang berdasi itu juga menatapnya penuh intimidasi. Terutama pria paling kanan itu. Ia adalah yang paling muda disini, dan sejak tadi belum mengatakan sepatah katapun. Padahal tiga orang lainnya sudah menanyakan beberapa hal. Selain hanya diam, pria itu juga paling seram tatapannya. Seolah berkata kalau Azumi akan tersiksa jika lolos. Tapi Azumi tetap tenang dan berusaha agar terpilih dari sekian ribu pendaftar.

"Sudah tau perusahaan kami mencari karyawan dibidang apa?"

"Perusahaan hanya mencantumkan syaratnya saja. Jadi saya tidak tahu dimana, saya akan ditempatkan jika lolos."

"Bagaimana kalau ternyata kami hanya mencari petugas kebersihan?"

"Petugas kebersihan harus sarjana?"

"Ini perusahaan besar."

"Kalau begitu saya akan langsung mengundurkan diri jika terpilih. Saya tidak disekolah jika hanya sebagai petugas kebersihan. Saya selalu menjadi karyawan terbaik diperusahaan sebelumnya karna, saya belajar untuk dibanggakan."

Ketiga pria paruh baya itu menulis sebentar lalu salah seorang dari mereka mempersilahkan Azumi keluar. Tidak lupa Azumi memberi salam sebagai tanda rasa sopan.

Saat baru keluar dari ruang interview, tidak sengaja ia menabrak seorang pria. Meski ini tidak sepenuhnya kesalahan azumi karna orang ini berdiri ditempat yang tidak seharusnya. Pria itu sama sekali tidak marah. Padahal sepatunya jelas kotor akibat diinjak oleh Azumi. Azumi langsung meminta maaf. Sambil senyum tipis pria itu menunduk. Azumi mengerti maksudnya, pria itu juga meminta maaf karna sudah menghalangi jalan tadi. Setelah itu ia masuk keruang interview.

***

Sepulang interview, Azumi langsung kembali ke apartemennya. Sekarang sudah pukul 20:03. Di apartemen, ia mendapati Zefanya tengah memasak sesuatu.

"Gimana interviewnya? Lancar?" celetuk Zefanya. Diliriknya Azumi yang terlihat kelelahan. Zefanya adalah perempuan yang sudah menjadi sahabat Azumi sejak SMA. Dia tidak tinggal bersama Azumi. Karna dia sudah memiliki suami dan seorang buah hati. Zefanya hanya menghawatirkan Azumi, itu sebabnya ia memasak sesuatu untuk temannya itu.

Zefanya adalah seorang perempuan yang sangat baik. Dimasa sulit Azumi selama hampir dua tahun ini, ia sama sekali tidak meninggalkan gadis yang ia anggap keluarga itu. Bahkan selama Azumi tidak bekerja, Zefanya dengan murah hati membiayai semua keperluan Azumi termasuk sewa apartemen.

Ia tahu betul seberapa terpuruknya Azumi selama ini. Ia juga tahu betapa traumanya Azumi setelah mengalami kejadian itu. Namun dengan sabar, perlahan Zefanya membangkitkan semangat sahabatnya. Ia yakin, Azumi bisa kembali bangkit. Kembali cekatan seperti hari-hari yang sudah mereka lewati sebelum kekelaman itu.

"Biasa aja," jawab Azumi acuh tak acuh.

Zefanya tidak menjawab. Tidak ada yang perlu dibicarakan, begitu lah jawaban Azumi di telinganya. Tidak ada lagi yang bicara. Zefanya mulai nyajikan makan malam, sedang Azumi sama sekali tidak berkutik dikursi meja makan. Ia terus cekikikan saat menonton video di ponselnya.

"Lo nggak laper?" tanya Zefanya yang sudah duduk didepan Azumi.

"Laper kok," jawab Azumi manja lalu mereka berdoa dan segera melahap makan malamnya.

Saat makan, keduanya hanya diam. Hanya dentingan antara sendok dan piring yang terdengar.

"Radit gak marah kalo lo pulang malem?" suara Azumi memecah hening.

Radit adalah suami Zefanya. Dari cerita yang Azumi dengar dari Zefanya, Radit pria yang baik dan pekerja keras. Selama ini Radit selalu meminta pendapat Zefanya apabila ingin melakukan sesuatu. Jadi Zefanya dan Radit sudah saling percaya satu sama lain.

"Tenang aja, Radit sama Ernest udah gue urus sebelum kesini," jawab Zefanya fokus pada makanan.

"Gak bosan ngurusin gue?"

"Bosan sih, tapi karna gue orangnya gak tegaan, jadi ya gue usahain datang kesini," gurau Zefanya.

"Gue udah nggak apa-apa, lo nggak perlu repot-repot ngurusin gue lagi," ujar Azumi pasti.

Zefanya berhenti makan. Ditatapnya Azumi yang terlihat sedikit bersemangat dari biasanya. Ini kedua kalinya Azumi mengatakan kalau dirinya sudah tidak apa-apa. Tadi pagi saat Zefanya akan mengantarkannya ketempat interview, Azumi juga mengatakan hal demikian. Apa temannya ini benar-benar sudah tidak apa-apa?

"Lo yakin?" tanya Zefanya masih memandangi Azumi. Ia sedikit ragu pada gadis itu.

Azumi menatap temannya itu. Dia mengangguk tanpa ragu didampingi senyum lebarnya. "Gue mau mandiri Fan, lagian kalo gue butuh sesuatu pasti ngadunya ke lo dulu kok."

"Okeh.., kalo gitu mulai besok gue nggak dateng lagi," meski sedikit ragu, Zefanya berusaha menghargai keputusan perempuan itu. "Pengumumannya kapan?" lanjutnya mulai kembali menyantap hidangan.

"Minggu depan. Doain biar lolos."

Selesai makan dan sedikit berbincang, Zefanya memastikan kalau Azumi baik-baik saja. Sebelum pulang ia memberikan Azumi sedikit uang untuk biaya kebutuhan sementara waktu.

Sedangkan Azumi tidak bisa menolak karna memang tidak memiliki uang sepeser pun. Saat ini ia hanya bergantung pada Zefanya. Karna malu kalau harus meminta uang makan kepada orangtua di kampung padahal sudah 28 tahun.

***

Seminggu berlalu. Hari ini adalah hari pengumuman hasil interview Azumi pada minggu lalu. Ia sangat berharap bisa lolos. Karna dia malu pada dirinya sendiri jika mengingat pertolongan Zefanya selama ini.

Pukul 12:56, Azumi terus menggenggam ponselnya. Pemberitahuan kelolosannya adalah pukul 13:00. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Harap cemas dengan pesan yang akan datang beberapa menit lagi. Apa lagi, perusahaan itu hanya menginginkan dua karyawan, sedangkan yang mendaftar kurang lebih tiga ribu orang. Apa ia bisa terpilih?

Pukul 13:00. Sebuah pesan dari email Beautiful grup, masuk ke email Azumi. Segera ia baca. Jantung yang terus menerus berdetak kuat, jemari yang tiba-tiba gemetaran dan dahi yang berkeringat dingin.

Setelah membacanya dengan seksama, perlahan senyum Azumi mengembang. Bahagia tak tertahan. Ini seperti saat pertama kali ia diterima diperusahaan pertamanya. Saat itu perempuan ini masih berusia 23 tahun. Ia bahkan merayakan kelolosannya dengan mentraktir Zefanya saat itu.

Buru-buru Azumi menelepon sahabatnya. Mereka sama-sama bahagia. Meski dirinya masih ragu bisa bekerja sebaik dulu, namun hatinya tetap merasakan bahagia. Setelah cukup lama berbincang lewat telepon, mereka kini mengakhirinya.

Malamnya, Azumi kedatangan sebuah paket dari perusahaan. Isinya adalah surat dan pakaian satu set dan sepatu heels. Pada surat, ia dinyatakan bekerja mulai besok dengan mengenakan pakaian yang sudah disediakan. Dipakainya baju barunya itu. Ini terbuat dari bahan kain mahal. Sangat nyaman dan sangat cocot dibadan Azumi. Dengan tersenyum lebar ia mengambil satu gambar dan mengirimnya pada Zefanya. Tidak ada yang Zefanya katakan selain pujian. Membuat hati Azumi semakin berseri.

Keesokan paginya, Azumi tidak ingat kalau dirinya kini kembali menjadi seorang karyawan kantoran. Dengan bermalas-malasan ia membersihkan diri. Saat memilih pakaian untuk dikenakan, ia melihat baju barunya dilemari. Azumi langsung tersadar. Diliriknya mesin waktu di dinding, sudah jam sembilan lewat seperempat. Ia membuka kembali surat dari perusahaan dan pada surat itu menyatakan, sebelum jam sepuluh tepat dirinya harus sudah berada di ruang pertemuan khusus pegawai baru.

Tidak berfikir lama, langsung dikenakannya setelan dari perusahaan. Sayangnya Azumi sangat lupa tentang merias wajah. Ia berakhir hanya dengan memakai lipstik tanpa diolesi bedak apapun. Setelah itu ia bergegas menuju perusahaan barunya.

***

Kini sudah jam sepuluh lewat sembilan menit. Azumi belum sampai ditujuan namun sudah tidak jauh lagi. Ia sedikit berlari dibawah terik matahari. Debu di jalan raya cukup mengganggu pernapasan dan penglihatannya. Dengan gigih, ia kerahkan semangatnya hingga akhirnya sampai ditujuan.

Keringat membasahi pelipis. Rambut berantakan dan bau badan yang tidak terlalu menyengat tapi mampu membuat orang tidak nyaman.

Berjalan menuju staf HRD. Memberikan surat dari perusahaan. Lalu ia diarahkan pada sebuah ruangan dimana sudah ada dua lelaki dan seorang perempuan sedang membicarakan sesuatu. Satu pria duduk dikursi boss, satunya lagi berdiri didepan sang atasan. Sedangkan siperempuan tengah mengotak atik sesuatu.

Setelah mengetuk pintu, azumi dipersilahkan masuk. Pria yang duduk dikursi menatapnya dari pintu hingga ia berdiri didekat pria yang diduga juga karyawan baru.

Pria yang duduk dikursi ini adalah orang yang hanya diam saat interviewnya Minggu lalu. Azumi memberi hormat.

"Orang yang tidak menghargai waktu tidak pantas diruangan saya," ujarnya pria itu tajam. Wajah Azumi bagai ditampar olehnya. "Keluar," lanjutnya.

Azumi mematung. Entah ia harus keluar atau tetap mematung dan menunduk disini. Dulu ia sama sekali tak pernah kebablasan tentang waktu. Jadi tidak pernah mendapat masalah karena terlambat atau semacamnya.

Melihat Azumi yang tidak bergerak sama sekali membuat bossnya semakin terlihat emosi. Telepon digenggam dan menekan beberapa nomor, "security," ucapnya lalu memutup telepon. Azumi panik. Ia akan diusir kalau hanya diam saja. Perlahan bibirnya mengucapkan sesuatu.

"Hal yang paling jauh adalah masa lalu, dan hal yang paling dekat adalah kematian. Jika saya berangkat tepat waktu tadi pagi, mungkin kita tidak akan pernah bertemu saat. Jam sembilan lima belas, kecelakaan akan terjadi tepat didepan mata saya. Mungkin saja saya sudah jadi mayat sekarang. Namun karna filing saya mengatakan untuk tidak terburu-buru, akhirnya saya memutuskan lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Kini kecelakaannya sudah menjadi masalalu. Sudah sangat jauh dari saya."

Azumi tidak tahu apa yang dia katakan. Saat berangkat tadi, ia mendengar ada kecelakaan beruntun didekat apartemennya. Jadi ia menjadikan itu sebagai alasan.

Diwaktu yang sama, dua orang pria dengan seragam petugas keamanan datang. Mereka memberi hormat lalu menatap tuannya. Seakan bertanya, apa yang harus mereka lakukan.

Azumi was-was. Sepertinya akan benar-benar dikeluarkan. Sungguh awal yang buruk.

***