PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Epic Warrior Awakening

Epic Warrior Awakening

Penulis:KohEm92

Berlangsung

Pengantar
Kenneth Gilbert pergi ke Indonesia. Kemudian ia melamar kerja di Jasa Pengiriman Uang (MERAK). Tujuan utamanya bukanlah untuk menjadi karyawan tetap dengan gaji besar, disini Kenneth sedang berlibur guna menenangkan pikiran kacaunya. Istri serta anaknya telah tewas, dibunuh dalam insiden perampokan Bank di New York. Di tempatnya bekerja Kenneth selalu saja diremehkan, karena memiliki pengalaman kerja yang minim di tempat sebelumnya. Ditambah lagi, ia ditugaskan sebagai pengawal ekspedisi biasa. Faktanya, Kenneth saat ini sedang menyamar. Dia juga memiliki beberapa pasport dan kartu identitas yang berbeda-beda. Rupanya dengan berlibur tak juga membuatnya bisa kembali menikmati hidup dengan tenang, apalagi setelah menerima kabar jika pembunuh keluarganya sedang berada di Indonesia. Dengan kemampuan terlatihnya, Kenneth tak berpikir panjang untuk membalaskan dendam. Cover by Canva (Red Yellow Blue and Violet Working Man).
Buka▼
Bab

Sebelum melanjutkan untuk membaca kisah di cerita ini, ada baiknya saya selaku penulis, menyampaikan permohonan maaf apabila ada kesamaan nama, tempat, tokoh, jabatan yang cukup mirip dalam kisah ini. Be a good vidders.

=Selamat membaca=

Di dunia ini, semua manusia akan sangat menantikan dua kabar yang belum pernah diketahuinya. Yakni... kabar baik dan juga kabar buruk.

Kenneth Gilbert. Begitulah nama paten yang ia gunakan untuk hidup di kota Washington. Dia merupakan satu dari lima Prajurit epic yang masih hidup dan sekarang ini masih menyembunyikan identitas aslinya.

Sewaktu Ken berusia belasan tahun, ia dijemput langsung oleh presiden ke-40 Amerika Serikat dan dilatih menjadi Prajurit terbaik yang ada di bumi. Ken telah menikah di usia 25 tahun dan memiliki seorang anak gadis yang cantik.

Hidup di kota besar sangatlah dekat dengan adanya tindakan kriminalitas, terutama bagi sebagian kota di New York.

Pada saat ini, Ken sedang mencari tempat persembunyian dari pimpinan penjahat kelas kakap yang berhasil membobol Bank, dengan membawa kabur uang dan perhiasan senilai ratusan juta dollar, tepat kejadiannya seminggu yang lalu.

Kenneth tak bekerja untuk pemerintahan Amerika di masa presiden ke-45 ini. Ken hanya tak ingin membiarkan kejahatan merajalela dan para maling bengis bertindak sesuka hatinya.

Pukul 3:00 a.m di Memphis, Tennessee. Kenneth berhasil menemukan lokasi persembunyian dari Ohang. Dia adalah otak dibalik perampokan Bank ConnectTwo.

"Lebih baik kau katakan saja sekarang... berapa pasword brankasmu ini?" tekan Ken dengan mengacungkan pistol tepat di pelipis kanan Ohang.

"K-kau ini dari kepolisian mana? Ke-Kenapa kau hanya datang seorang diri dan mengacau?" Ohang tengah berlutut didepan brankas penyimpanannya. Wajah dan tubuhnya telah babak belur akibat sapuan kasar dari tangan Ken. Juga sebagian kecil bajunya telah robek karena goresan mata pisau.

Puluhan anak buah Ohang telah lumpuh dengan tertembak di bagian jantungnya. Menyisakan Ohang dan seorang pramuria berpakaian mini berwarna merah. Wanita itu hanya duduk dan menangis, ia melihat hampir setiap sudut ruangan ini di hiasi dengan percikan darah dan juga tubuh anak buah Ohang yang sudah terkapar.

"Aku tak punya banyak waktu ada disini. Aku rasa waktumu hanya lima menit saja, itu pun jika kau masih ingin tetap hidup," tekan Kenneth.

"Oke-oke. Akan aku buka brankas ini untukmu. Tapi, kau harus berjanji dulu untuk melepaskanku."

"Ya, deal."

Ohang langsung membuka kode brankasnya yang berukuran 1x1 meter. Setelahnya, Ken sedikit menyipitkan matanya usai melihat isi dalam brankas tersebut.

"Sebenarnya ini merupakan barang bukti yang bagus untuk menyeretmu ke sel penjara. Tapi sayangnya... Aku tak ingin kau dipenjara." Ken menatap wajah Ohang sebentar.

Ohang akhirnya bernafas lega mendengar ucapan Ken.

"Tapi, aku juga tak ingin membiarkan pria sepertimu untuk terus hidup," imbuh Ken.

"Aku mohon... Jangan bunuh a..."

Dash.

Jantung Ohang tertembus peluru. Sontak tubuhnya langsung terbujur dilantai.

Wanita dibelakang Ken kembali berteriak histeris dan juga menangis.

"Aaarrrgghhhh."

"Ssssstt, kau tenanglah sedikit, nona. Aku tak akan melukaimu, sayang."

Ken langsung melemparinya segepok uang 100 dollar, dari dalam brankas.

"Aku bantu kau untuk berpikir, kau bisa cepat pergi dari sini dan tenangkan pikiranmu. Pergi berlibur menggunakan uang itu. Atau kau tetap tinggal disini dan akan menjadi saksi mata kepolisian, bahkan.. kau bisa saja dicurigai sebagai seorang tersangka. Kau pilih mana?"

Wanita itu langsung mengambil segepok uangnya dan segera lari meninggalkan ruangan ini.

"Pilihan yang bagus." Ken segera memasukkan uang serta perhiasan yang ada di dalam brankas, menjadi 2 tas hitam yang ia bawa di tangan kanan dan tangan kirinya.

Ia langsung meninggalkan lokasi dengan mengendarai sebuah mobil, menuju markasnya yang ada di Kentucky.

Ada alasan kuat kenapa Ken sampai geram dengan menghabisi Ohang dan anak buahnya. Sebab kelompok tersebut terkenal keji dalam tindakan perampokan, bahkan cukup tega dengan membunuh para pegawai Bank yang mereka satroni. Selain itu, Bank yang mereka rampok adalah tempat Ken menitipkan uang. Sehingga Ken merasa tak terima jika uangnya harus dibawa kabur.

Sore hari, Ken terbangun. Ia merasakan geli di kakinya, sentuhan itu tak lain dari anjing piaraannya yang mengendus telapak kaki.

"Oh God... Apa kau lapar Boodi?"

Guk guk guk.

Anjing tersebut menggonggong.

Ken memberinya nama Boodi.

Usai memberikan Boodi makanan, Ken segera menelepon istrinya yang ada di Washington.

Calling...

"Kenapa panggilannya berada diluar jangkauan?" bathin Ken. Ia langsung ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya dan menatap tampilan wajahnya di cermin.

"Astaga. Aku lupa jika sudah tak memiliki seorang istri," gumam Ken seraya menatap tajam kedua matanya. Lalu ia menyiapkan keberangkatannya, pulang ke rumah di Washington.

-Dua minggu yang lalu-

Pada malam hari, Ken tiba di rumahnya setelah menghadiri pemakaman seorang agen CIA. Ken langsung mendapatkan kabar, jika istri dan anaknya telah dibunuh dalam perampokan Bank Nasional di Washington. Polisi belum tahu persis, kelompok mana yang menjadi dalang perampokan yang berhasil menewaskan istri dan juga anak Ken. Barang bukti berupa rekaman cctv berhasil di lenyapkan, sehingga polisi tak mampu melacak identitas para pelaku.

"Aku turut berduka cita atas kepergian Nyonya Puff, Tuan Ken," ucap Seana, wanita berumur 36 tahun, salah satu warga sipil yang menjadi tetangga rumah Ken.

Ken tak mengatakan apa pun, ia masih sangat merasakan terpukul dengan kepergian anak dan istrinya.

Pada malam harinya, Ken menghabiskan waktu dengan pergi ke club untuk mabuk, namun itu tak bisa membuatnya melupakan kepergian istri tercintanya.

Selama satu minggu lebih, Ken menjadi orang yang hampir hilang akal. Sampai akhirnya... Dua orang yang menjadi kaki tangan Ken menjenguknya di rumah.

"Bos. Kau tak bisa terus-terusan begini. Semuanya sudah terjadi, Bos. Untuk sekarang... Mulailah hidup yang segar kembali," kata Lena

31

.

"Kau tak akan berhasil dengan hanya menghukum dirimu sendiri seperti ini, Bos. Jika memang Bos masih sangat merasakan kesakitan itu, ada cara lain yang lebih adil agar si pelaku pembunuhan merasakan hal yang sama denganmu saat ini," papar Dion

32

.

Ken sejenak menimang ucapan dua orang kepercaannya. Lalu perlahan Ken mulai sadar dan berencana untuk berpikir jernih seraya melakukan pencarian para pelaku.

"Dion... Jika kau tahu dimana lokasi para penjahat itu, segera kabari aku," perintah Ken.

"Dengan senang hati, Bos." Dion membungkukkan badan kepada Ken.

Setelahnya Dion dan juga Lena segera pergi dari rumah Ken.

***

Esok harinya. Ken bangun tidur dengan rutinitas seperti biasanya pada pagi hari. Yaitu memberikan makan kepada dua burung Elang piaraan di belakang rumah. Hal yang tak bisa Ken lupakan adalah anak dan istrinya cukup banyak menaruh perhatian kepada Elang tersebut.

Setelah memberikan makan kepada burungnya, Ken pergi berbelanja ke supermarket untuk keperluan sehari-harinya. Ia melakukan ini sama persis dengan catatan terakhir yang Puff tinggalkan di dinding almari dapurnya. Mereka dulu bertiga tiap bulannya pergi belanja di supermarket, namun kini... Ken hanya bisa merelakan kepergian anak dan istrinya sebagai kenangan.

Bersambung.

Next chapter ==>>