PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Anak Kembar Kesayangan CEO

Anak Kembar Kesayangan CEO

Tamat

Pengantar
Saat usianya genap 20 tahun, Lovena harus dipersembahkan kepada seorang pria iblis dengan mata tertutup. Setelah penyiksaan semalam suntuk, Lovena hamil anak pria itu. Lima tahun kemudian, Lovena kembali bertemu dengannya. Pria itu masih mendominasi seperti biasa, terus menghantui dan mengganggunya. Pria itu terus mendekati Lovena dengan berbagai cara, yang ditatap heran oleh Lovena. Lovena begitu dimanjakan oleh pria itu hingga ingin melarikan diri. Setelah sang pria tahu bahwa wanita malam itu adalah Lovena, pria itu marah dan meminta pertanggungjawaban dari Lovena yang telah melahirkan anaknya. Lovena mengakui masih ada seorang anak lainnya dan membuat sang pria berubah menjadi penurut. Dia pun mencari tahu berapa anak yang sebenarnya dilahirkan oleh Lovena...
Buka▼
Bab

Lovena Kiara tidak pernah menyangka, takdir akan memojokkannya hingga ke titik ini.

Demi melunasi utang ayahnya yang sangat besar, dia bersedia meminjamkan rahimnya kepada sang lintah darat.

Berbaring di meja operasi berwarna putih, bau menyengat dari desinfektan rumah sakit tercium ke lubang hidungnya. Cahaya pijar panas yang berada di atas kepalanya begitu terang dan membuatnya tak kuasa membuka mata. Ketakutan yang dia rasakan di awal tadi, telah berubah menjadi keputusasaan saat ini.

Pintu berderit, dokter dan perawat membuka pintu dan masuk ke dalam. Lovena buru-buru menyeka air mata yang hendak jatuh dari sudut matanya.

"Nona Kiara, kita akan segera memulai operasinya. Tolong rentangkan kakimu dan letakkan di atas pijakan kaki. Berusahalah untuk rileks!"

Terdengar suara berisik dari mesin di sampingnya. Perawat mulai mengangkat selimut tipis dari tubuh Lovena.

Lovena merasa malu, jari-jarinya perlahan meremas kain sprei di bawahnya. HIngga seusia ini, dia bahkan belum pernah pacaran. Tapi saat ini dia terbaring di sini tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Lebih parahnya lagi, dia mendapati bahwa dokter yang akan melakukan operasi ini adalah seorang pria.

"Dok... dokter... aku... aku ..." Lovena kira dirinya sudah siap mental. Tapi ketika saat ini tiba, dia sadar bahwa ketakutan dalam dirinya jauh lebih besar daripada yang dia bayangkan. Begitu besarnya hingga dia hampir tidak sanggup menghadapinya.

Tepat saat dokter sedang menatapnya bingung, pintu bangsal dibuka. Seorang wanita paruh baya dengan kacamata berbingkai hitam bergegas masuk ke dalam.

"Terjadi perubahan. Hentikan operasinya."

Setelah wanita tersebut membisikkan sesuatu kepada dokter, sekelompok orang itu menyimpan kembali peralatan mereka dan berjalan keluar tanpa melirik Lovena.

"Nona Kiara, silakan pakai celanamu dan keluar," Wanita itu meliriknya sekilas, terdengar nada penghinaan yang jelas dari suaranya.

Lovena tidak punya waktu untuk berpikir. Dia menghela napas lega, segera memakai celananya, dan ikut keluar bersama wanita berkacamata itu.

Setelah mereka meninggalkan rumah sakit, wanita itu langsung membawanya ke sebuah hotel mewah bintang lima.

"Kamu mandi dulu," kata wanita itu.

Hati Lovena menegang, "Mandi? Untuk apa?"

"Jangan banyak tanya. Kamu sudah menandatangani kontrak! Panggil dua orang kemari, bawa dia ke kamar mandi dan mandikan dia hingga bersih!” Wanita itu terlihat sangat tidak sabar. Dia berjalan ke samping untuk menelepon, ekspresinya seketika berubah. Dia berkata dengan hormat, "Nona, saya telah membawa pergi wanita itu dari rumah sakit!"

Dua jam kemudian, Lovena sudah berganti dengan pakaian seksi dan berkelas. Matanya ditutup dan dia dibawa ke sebuah kamar yang sangat mewah.

Berbaring di atas ranjang putih berukuran besar, Lovena merasa dirinya bagaikan ikan yang siap untuk dipotong. Dia hanya terbaring di sana, tubuhnya sangat tegang dan tidak berani digerakkan sedikit pun.

Di tengah kegelapan, tubuh Lovena yang baru saja berendam dalam minyak esensial, memancarkan aroma bunga yang samar-samar. Kulit cantiknya bersinar dengan rona merah muda yang indah karena gugup. Gaun seksi berwarna mawar yang melekat di tubuhnya, begitu seksi hingga nyaris tidak dapat menutupi tubuhnya..

Dia bagaikan bunga sedap malam yang cantik, mekar di kegelapan malam dan menunggu untuk dipetik.

Waktu terus berlalu. Bulir keringat halus berkilauan di dahi Lovena bak mutiara kecil. Lovena pikir dia telah melihat secercah harapan ketika mereka membatalkan operasi, ternyata mereka hanya mengubah lokasinya.

Ya, ayahnya memang punya utang banyak pada mereka. Mana mungkin orang-orang itu akan melepaskan Lovena dengan mudah?

Di dalam hati, Lovena berulang kali bergumam pada dirinya, "Tidak masalah! Hanya operasi kecil!"

Semuanya akan baik-baik saja setelah operasi. Kakaknya tidak perlu masuk penjara, tangan dan kaki ayahnya akan tetap utuh, ibunya juga tidak perlu menangis setiap hari.

Lovena tidak tahu sudah berapa lama waktu berlalu. Dia hanya tahu, salah seorang pelayan mendorongnya ke kamar ini dan mengabaikan dia setelahnya.

Keraguan memenuhi benaknya. Kenapa mereka operasi surogasi tidak dilakukan di rumah sakit, tapi di kamar mewah ini? Kenapa tidak dilakukan pada siang hari, tapi di malam hari yang gelap?

Lovena sempat bertanya, tetapi wanita itu hanya menjawab, "Untuk apa bertanya sebanyak itu? Kamu hanya perlu bekerja sama dan melahirkan anaknya saja!"

Lovena tahu, bahkan para pelayan tadi pun memandang rendah dirinya. Lovena masih muda dan punya kaki tangan, namun dia memilih cara seperti ini untuk menghasilkan uang.

Saat pikiran itu hadir dalam benaknya, matanya yang cerah berangsur-angsur meredup di tengah kegelapan.

Di dalam kegelapan, dia bisa mendengar dengan jelas suara angin dan ombak di luar jendela, terdengar begitu harmonis dan menenangkan.

Lovena semakin merasa tidak nyaman, menyadari bahwa semua ini tidak masuk akal. Tepat ketika dia sedang berpikir untuk melarikan diri, pintu terbuka dari luar.

Diikuti dengan suara derit pintu, suara langkah kaki yang tenang pun kian mendekat.

DI tengah kegelapan, tubuh Lovena secara refleks beringsut ke belakang.

Tentu saja pergerakannya ini menimbulkan suara. Tampaknya pada saat inilah sang pria menyadari bahwa ada orang lain di kamar itu. Pria itu terkesiap dan mulai waspada, "Siapa? Siapa itu?"

Gerald Syahrir segera menyalakan lampu, tapi ternyata lampu di kamar itu rusak.

Suara pria itu sangat merdu, berat, dan magnetis. Begitu terdengar manis di telinga bagaikan anggur merah yang memabukkan.

Siapa pria ini? Apa dia adalah dokter yang akan melakukan operasi?

Lovena menelan ludah dan membuka lebar matanya, mencoba mengarahkan pandangannya ke arah suara. Meski tidak bisa melihat apa-apa, tapi dia bisa merasakan tatapan setajam elang yang terfokus pada tubuhnya.

Sebelum tahu apa yang sedang terjadi, pria itu mencengkeram lehernya dan berkata dingin, "Siapa yang mengirimmu kemari?"

Siapa yang mengirimnya kemari? Apa yang sebenarnya terjadi?

Cengkeraman pria itu begitu kuat dan tanpa belas kasihan, seolah dia ingin mencekik Lovena sampai mati. Lovena mulai melawan secara naluriah.

Lovena meletakkan tangannya di atas penutup mata sutra yang menutupi matanya dan mencoba untuk menariknya. Tiba-tiba peringatan dari wanita tadi kembali muncul di benaknya.

“Setelah memasuki kamar ini, tak peduli apa pun yang terjadi, kamu tidak boleh membuka penutup matamu. Apalagi sampai mengeluarkan suara!”

“Apa tidak boleh berteriak meski kesakitan?” Lovena telah mencari tahu melalui internet. Katanya operasi seperti ini tidak menggunakan anestesi, pasti akan sangat menyakitkan.

“Meski kesakitan pun tidak boleh! Nona Kiara, ingat, kamu sudah menandatangani kontrak. Kalau kamu merusak rencana Nona kami, kamu dan ayahmu tidak akan mendapatkan uang. Sebaliknya, kamu harus membayar dua kali lipat! Orang miskin seperti kalian tidak akan sanggup membayarnya!”

Ucapan kejam wanita itu bergema di telinganya. Dalam keputusasaannya, Lovena menarik kembali tangannya.

Sejak dia menandatangani kontrak, dia sudah tidak punya jalan untuk mundur.

Wanita itu benar. Meski detik berikutnya Lovena akan dicekik sampai mati oleh pria, dia tidak boleh bersuara. Dia tidak berani mengambil risiko atau keluarganya tidak akan mampu menanggung konsekuensinya.

Tepat ketika Lovena berhenti melawan, pria itu tiba-tiba melepaskan tangannya.

"Uhuk!" Lovena yang seketika mendapatkan kembali oksigen, bersandar di sisi lain dan mulai terbatuk-batuk.

Namun, sebelum Lovena menyelesaikan batuknya, tubuh pria yang tinggi dan kekar itu sudah mendekat ke arahnya.

Seluruh saraf di tubuh Lovena menegang, dia buru-buru menghindar. Tubuh ramping Lovena hampir remuk karena tidak dapat menahan bobot tubuh pria itu..

Lovena sangat ketakutan. Dia meletakkan kedua tangan di depan tubuhnya untuk menutupi dadanya.

Tapi pria itu berhasil menarik tangannya dengan mudah, menahan kedua tangan Lovena di atas kepala gadis itu.

Pria itu tampak seperti sedang menahan diri. Napasnya memburu, juga tercium aroma anggur yang kuat di tubuhnya. Di dalam kamar yang hening, suara napasnya terdengar seperti ventilator rusak.

Lovena begitu ketakutan hingga jantungnya seolah akan melompat keluar dari tenggorokannya, tapi dia tidak berani berteriak.

Pria itu mencubit dagu Lovena dengan keras dan berkata dengan kasar, "Beraninya kamu memberiku obat perangsang? Hei, aku tidak peduli siapa yang membawamu kemari. Malam ini, kamu harus menanggung akibatnya! Kuharap kamu siap untuk itu!"

Mata Lovena terbelalak panik, apa yang dimaksud pria ini?

Kenapa di tubuh pria ini ada aroma minuman beralkohol? Bagaimana mungkin seorang dokter minum-minum sebelum melakukan operasi?

Sekujur tubuh Lovena mulai gemetar. Apa mungkin pemikirannya salah?

Di saat Lovena masih dalam keadaan bingung, telapak tangan pria itu sudah menyentuh kerah Lovena dan merobek gaunnya dengan satu gerakan ganas.

"Ah!" Lovena tidak bisa menahan rasa takutnya dan menjerit.

Detik berikutnya, dia menggigit bibirnya dengan kuat. Air mata ketidakberdayaan memenuhi pelupuk matanya.

"Mau bermain tarik ulur?" Suara dingin dan kasar pria itu terdengar begitu dekat di telinga Lovena.

Dengan kekuatan kecilnya itu, perlawanan Lovena bukan saja tidak berarti, bahkan perlawanannya semakin memancing gairah pria itu.

Hingga seusia ini, Lovena bahkan belum pernah memegang tangan pria. Saat ini, dia begitu ketakutan hingga tubuhnya gemetaran. Dia ingin berteriak, tapi tidak berani. Air mata mengalir di pipinya bak untaian manik-manik yang putus.

Jelas sekali, pria itu sama sekali tidak berniat melepaskannya, meski dia telah melihat ketakutan Lovena.

Gerald merasakan air mata di pipi gadis itu, juga tubuh gadis itu yang gemetar ketakutan. Dia tertegun sejenak, berpikir bahwa gadis ini masih begitu tidak berpengalaman!

Kemarahan dalam hatinya berangsur-angsur tergantikan oleh kelembutan. Tidak diragukan lagi, Gerald sangat menyukai tingkah gadis itu.

Lovena teringat ucapan wanita tadi. Meski kesakitan, dia tidak boleh bersuara. Dia menggigit keras bibir merah mudanya yang indah hingga memar.

Namun, pada akhirnya, dia tetap tidak bisa menahan air mata dan mulai menangis sesenggukan.