PopNovel

Baca Buku di PopNovel

From Me

From Me

Penulis:DaryaTedy

Berlangsung

Pengantar
Dulu aku selalu beranggapan bahwa harta kekayaan akan selalu menjamin kebahagian. Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari tidak semua kebahagian diciptakan oleh kekayaan. Orang-orang disekitarku selalu beranggapan bahwa aku adalah anak yang paling dimanja karena aku adalah anak perempuan satu-satunya. Tanpa mereka sadari, hidupku tidak pernah sebahagia yang mereka kira. Menjadi anak perempuan satu-satunya aku merasa memiliki tanggungjawab yang luar biasa, khususnya untuk hidupku sendiri. Tapi aku selalu yakin, bahwa disaat aku hendak menjadi orang yang baik maka tuhan akan selalu mempertemukan aku dengan orang-orang yang baik pula. Dengan keyakinan ini, selama aku menjalani setiap perjalanan hidupku, aku benar-benar selalu didampingi oleh orang-orang hebat. Tidak perduli bagaimana latar belakang keluargaku, mereka tetap menerima dan melihatku sebagai sosok perempuan yang tangguh, bahkan mereka tidak pernah memandangku dengan sebelah mata. mereka orang-orang hebat yang selalu mendukung dan selalu mengajarkan aku banyak hal mengenai kebaikan ditengah hiruk-pikuk dunia yang kejam ini.
Buka▼
Bab

Terlahir ditengah-tengah keluarga yang berada mungkin impian dari setiap banyak anak. Setiap anak yang terlahir dan tumbuh menjadi dewasa akan beranggapan bahwa lahir sebagai anak dari keluarga berada adalah sebuah anugrah dan memiliki kebahagian tersendiri. Tapi, banyak juga anak-anak yang terlahir dari keluarga yang berada berkeinginan untuk bisa berada ditengah-tengah keluarga yang hangat akan kasih sayang, bukan hanya mementingkan pekerjaan disetiap waktunya.

Setiap hari, dirumah ini aku selalu merasa sendiri, aku selalu merasa sunyi. Bukan karna aku menutup diriku untuk bersosialisasi dengan lingkunganku, tetapi karena aku selalu takut dengan tatapan-tatapan yang diberikan mereka kepadaku. Orang-orang disekitarku menganggap bahwa aku adalah seorang anak yang manja, yang tidak tau bagaimana caranya bercanda dengan teman-teman sebayaku dan tidak asik untuk diajak bermain. Mereka tidak ingin bermain denganku karena mereka selalu merasa bahwa aku akan memilih teman-teman yang statusnya sama denganku. Padahal aku selalu ingin bergabung setiap kali mereka bermain, aku selalu ingin bercanda-gurau dan tertawa ria bersama mereka, tetapi itu hanya menjadi angan-anganku saja.

Selama 6 tahun aku menghabiskan waktuku dengan penuh kesendirian. Bahkan di sekolahpun mereka seolah-olah tidak pernah melihatku dan tidak pernah mau menyadari kehadiranku. Sakit luar biasa inilah yang harus aku simpan di usiaku yang masih cukup kecil ini. Aku tidak pernah memiliki teman untuk berbagi cerita dalam hidupku aku hanya bisa mengandalkan diriku disetiap rasa sakit yang telah hadir. Terkadang aku bertanya di dalam hati, apa maksud tuhan memberiku rasa sakit yang amat sangat menyakitkan ini. Di usiaku yang masih sangat kecil ini aku dipaksa untuk tidak bergantung kepada orang lain bahkan aku tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari keluargaku dan tidak diterima ditengah-tengah lingkunganku. Tapi aku selalu yakin tuhan punya hadiah untukku, hadiah kebahagian yang sangat luar biasa. Ditengah-tengah rasa sakit yang aku rasakan, aku hanya mampu menyakini diriku sendiri bahwa aku adalah anak yang istimewa, aku adalah anak yang hebat dan aku mulai belajar tidak memperdulikan lagi omongan-omongan yang keluar dari mulut orang-orang disekitarku. Hingga suatu hari ada orang yang membicarakanku.

“ Della lagi ya yang jadi juara dikelas ini?” Tanya seorang wali murid saat pengumuman juara disekolahku.

“ Iya buk, saya denger-denger dia minta orang tuanya untuk menyogok wali kelas supaya dia jadi juara.” Timpal wali murid lain.

“ Memang ya buk, kalo udah ada harta yang berlimpah apapun bisa dibeli, anak yang menutup diri dari lingkungan dan pendiam kayak dia bisa-bisanya dapat juara.” Jawab seorang wali murid kelas lain.

Aku mendengar semua perbincangan mereka, tetapi aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku hanya diam membisu. Aku yakin mereka sengaja berbicara di depanku agar aku merasa tersindir. Tetapi, mereka tidak pernah tau bahwa orang tuaku pun tidak pernah perduli dengan diriku, tidak pernah perduli dengan hasil yang kuperoleh dalam dunia pendidikanku. Mereka tidak pernah tau bagaimana kerasnya perjuanganku agar aku bisa menjadi versi yang terbaik dari diriku, mereka tidak pernah tau bagaimana aku berpura-pura kuat dipandang sebelah mata oleh mereka. Bahkan di usiaku yang masih 9 tahun aku sudah harus menata hidupku sendiri. Ini merupakan hal yang amat sangat luar biasa yang bisa dilakukan oleh anak seusiaku.

Setelah kejadian itu, aku semakin takut untuk bisa menatap bahkan melihat orang-orang disekitarku. Aku lebih memilih untuk berjalan sambil menunduk tanpa ingin melihat bagaimana reaksi dan tatapan yang mereka berikan kepadaku. Hari-hariku selalu aku habiskan dengan penuh kesendirian. Setiap hari, saat disekolah aku selalu memilih duduk dibangku paling belakang dan saat istirahat aku memilih makan dibelakang kelas kosong yang ada di sekolahku. Aku selalu seperti ini saat di sekolah, bahkan saat sampai dirumahpun aku lebih memilih untuk menyendiri di dalam kamarku. Aku merasa duniaku tidak pernah memiliki warna dan hanya dihantui oleh kegelapan setiap waktunya. Setiap hari, aku hanya berharap bahwa kelak duniaku akan memiliki banyak warna, setidaknya sehari dalam hidupku aku bisa merasakan kebahagian dari orang-orang disekitarku.

Hari ini adalah hari kenaikan kelasku, tanpa terasa aku sudah berumur 11 tahun dan duduk di bangku kelas 5 SD. Setiap pembagian raport aku tidak pernah datang lagi ke sekolah, aku lebih memilih untuk bolos pada saat itu. Hal ini aku lakukan agar aku tidak perlu lagi berpura-pura terlihat kuat dan biasa saja mendengar omongan wali murid yang lain. Lagipun orang tuaku juga tidak pernah bisa hadir setiap kali pembagian raport di sekolahku. Tanpa terasa aku sudah mulai terbiasa dengan kesunyian ini. Tetapi semua berubah, ketika sekolahku kedatangan seorang guru baru. Dia guru yang paling muda disekolahku, dengan wajah yang sangat manis dan tutur kata yang sangat amat lembut.

“ Aaahh…… mungkin dia juga akan sama seperti guru yang lain yang ada di sekolah ini. Aku yakin dia tidak akan memperdulikan keberadaanku sama seperti guru yang lainnya.” Kataku di dalam hati.

Saat pembagian kelas, aku memilih untuk menjadi orang terakhir yang melihat papan pengumuman. Seperti biasa, teman-teman sekelasku selalu menganggap aku seperti tidak ada di sekolah ini. Lagi-lagi aku dikucilkan dan aku kembali memilih untuk duduk dibelakang. Tidak lama setelah aku duduk, seorang guru masuk kedalam kelasku. Aku tidak melihat siapa guru yang akan menjadi wali kelasku itu, aku hanya terus menduduk tanpa berani menegakkan kepalaku. Ya beginilah caraku agar aku tidak melihat lagi bagaimana tatapan-tatapan sinis orang lain terhadapku.

“ Selamat Pagi anak-anakku sekalian.” Sapa guru tersebut.

“ Selamat pagi buukkk.” Sahut teman-temanku penuh semangat.

“ waaahh semangat sekali anak-anak ibuk hari ini ya. Sebelumnya perkenalkan nama ibuk adalah Gantari……”

“ Hai buk Gantari.” Sela teman-temanku dengan sangat antusias.

“ Haii…

ucap buk Gantari sambil mengayunkan tangannya

. Ananda sekalian bisa memanggil ibuk dengan sebutan buk Tari, ibuk guru baru di sekolah ini dan insya allah ibuk akan menjadi wali kelas ananda sekalian. Dikarenakan ibuk baru pertama kali masuk ke kelas ananda, mungkin alangkah lebih baiknya jika ibuk bisa mengetahui nama ananda sekalian. Karena ada pepatah yang mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang

sambil tersenyum

. Baik kita mulai dari yang di depan silahkan berdiri dan sebutkan nama ananda.” Ucap buk Gantari.

“ Haii.. perkenalkan nama saya Danisa Putri biasa dipanggil Nisa.” Kata salah satu siswa di kelasku.

Perkenalan pun berlanjut hingga sudah sampai giliranku untuk melakukan perkenalan. Kelas tiba-tiba terasa hening, teman-teman sekelasku tidak merasa antusias saat aku mulai berdiri untuk memperkenalkan diri.

“ Perkenalkan nama saya Gahyaka Fradella.” Kataku dengan suara yang pelan dan tetap menuduk.

“ Nama panggilannya siapa nak, coba kepalanya di angkat nak jangan melihat kebawah.” Tanya buk Tari sambil melangkah maju kearahku.

“ Della buk.” Ucapku sambil memberanikan diri melihat guru muda tersebut.

Saat aku mengangkat kepala, aku melihat senyum manis dari wajah guruku tesebut. Aku sangat kaget hingga tertegun beberapa waktu sampai akhirnya aku kembali menunduk kembali. Dalam hatiku aku merasa bahwa tatapan buk Tari sangat berbeda dengan tatapan orang-orang disekitarku. Seketika muncul setitik harapan dalam hatiku bahwa akan ada orang lain yang melihat keberadaanku. Tetapi, aku tidak terlalu berharap bahwa buk Tari akan memperlakukanku layaknya seperti siswa-siswa yang lain. Aku terlalu takut berharap lebih, karena aku tau itu akan amat sangat menyakitkan jika seandainya tidak sesuai dengan ekspektasiku.

Hari ini kelas berakhir dengan sangat cepat, karena hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. Di hari pertama masuk sekolah ini siswa-siswa hanya datang ke sekolah untuk melihat kelas barunya dan berkenalan dengan wali kelasnya. Setelah selesai berkenalan dan mendengarkan cerita dari buk Tari kami dipersilahkan untuk pulang kerumah masing-masing. Akupun langsung bergegas mengemas barang-barangku dan segera meninggalkan kelas. Hari ini aku berniat untuk pergi ke taman kota yang berada tidak jauh dari rumahku. Entah kenapa rasanya aku tidak ingin langsung pulang kerumah, karena aku merasa duniaku amat sangat sunyi saat diriku kembali kerumah. Entah kenapa saat berada di taman ini rasanya tenang dan nyaman sekali. Ya, hanya di taman ini aku merasa tidak ada tatapan-tatapan aneh yang diberikan kepadaku. Semua sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing tanpa memperdulikan apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitar mereka.

Sesaat setelah sampai dirumah, aku melihat banyak mobil yang terparkir di halaman rumahku. Akupun langsung berjalan dan masuk kerumah dari tangga yang berada di samping rumahku. Aku tau, jika sudah banyak mobil yang terparkir maka orang tuaku sedang mengadakan sebuah pesta dengan teman-temannya. Pesta ini sering dilakukan oleh kedua orang tuaku untuk merayakan keberhasilan mereka dalam menjalankan bisnisnya. Saat aku hendak menaiki tangga, pembantuku yang bernama bik Iyem melihatku pulang dan langsung jalan buru-buru untuk menghampiriku.

“ Non… non Della, sebentar non.” Ucap bik Iyem dengan sedikit berteriak.

“ Iya, kenapa bik ?” Tanyaku sambil berhenti menaiki tangga.

“ Aduhhh non, kenapa malam sekali baru pulang non?. Tadi ibuk sama bapak ke kamar non dan mencari non. Ibuk dan Bapak ingin berbicara sesuatu sama non.” Jawab pembantuku.

“ Saya mau ke kamar dulu bik.” Jawabku tanpa ingin menjelaskan apapun kepada bik Iyem.

“ Tunggu non… Non Della mau bibik buatkan makan malam?” Tanya bik Iyem.

“ Saya sudah makan bik.” Jawabku sambil berlari menaiki tangga tanpa memperdulikan bik Iyem.

Ada sedikit tanda Tanya dalam diriku kenapa orang tuaku ingin berbicara kepadaku. Tapi aku tidak ingin terlalu memikirkannya, karena aku tau yang mereka ingin sampaikan bukanlah hal yang penting. Akupun langsung bergegas mandi dan setelah itu langsung beristirahat. Keesokan paginya, seperti biasa aku selalu berangkat lebih awal. Hal ini selalu aku lakukan karena aku berangkat sekolah dengan berjalan kaki dan aku tidak ingin berjumpa dengan banyak orang saat perjalanan menuju sekolah. Aku tidak memperdulikan perkataan bik Iyem yang menyampaikan bahwa orang tuaku ingin berbicara kepadaku, yang aku inginkan hanya bagaimana setiap harinya aku tidak melihat mereka.

Setelah jam pelajaran pertama telah selesai, aku bergegas pergi kebelakang kelas kosong yang ada di sekolahku karena aku ingin makan siang. Tanpa kusadari ternyata buk Tari selalu memperhatikanku dari awal pelajaran dimulai hingga jam pelajaran selesai. Buk Tari mengikutiku sampai kebelakang kelas kosong dan saat aku sedang menikmati makananku, buk Tari langsung duduk di sebelahku sambil tersenyum ke arahku.

“ Ibuk boleh gabung bareng Della untuk makan siang?” Tanya buk Tari kepadaku.

“ Boleh.” Jawabku dengan sangat pelan.

“ Della bawa bekal apa hari ini?” Buk Tari kembali bertanya kepadaku.

“ Nasi goreng buk tadi beli di kantin.” Jawabku sambil tetap menunduk.

Buk Tari tidak lagi menanyaiku ia hanya fokus pada bekal yang ia bawa. Aku merasa buk Tari sedang memperhatikanku dan ingin bertanya banyak kepadaku. Tetapi aku tidak berani bertanya kepada buk Tari mengapa ia sampai harus ikut makan bersamaku disini. Saat aku sedang berfikir, ternyata buk Tari telah menyelesaikan makan siangnya.

“ Del….

panggil buk Tari sambil memegang tanganku

, kalo Della butuh sesuatu atau ingin menceritakan sesuatu, Della bisa kok cerita sama ibuk.

Ucap buk Tari sambil tersenyum

. Jangan hanya menyendiri seperti ini terus ya nak.” Kata buk Tari.

“ Iya buk, terimakasih.” Ucapku sambil menahan tangis.

Pagi ini, aku memantapkan hati untuk bercerita kepada buk Tari mengenai apa yang aku rasakan, tentang aku yang memilih untuk menyendiri dari orang-orang disekitarku. Sesampainya di sekolah aku melihat buk Tari sedang berjalan sambil membawa beberapa buku. Ketika melihatku, buk Tari langsung tersenyum manis dan aku membalas senyum guruku itu. Saat bel istirahat sudah berbunyi, aku kembali bergegas kebelakang kelas kosong dan seperti biasa buk Tari mengikutiku untuk bisa menghabiskan makan siangnya bersamaku.

“ Buk…” Aku memanggil buk Tari dengan sangat pelan.

“ Iya Del, ada apa?” Tanya buk Tari sambil tetap melanjutkan makan siangnya.

“ Kenapa ibuk begitu perhatian kepada saya?. Sampai ibuk bela-belain untuk ikut bersama saya dan makan siang disini?” Tanyaku.

“ Ibuk banyak mendengar cerita dari guru-guru, wali murid, bahkan dari teman sekelas mengenai Della. Ibuk rasa, mereka tidak seharusnya mengucilkan Della seperti ini. Sejauh ini, ibuk melihat Della adalah anak yang pintar, Della anak yang mau berjuang. Kalo ibuk boleh tau kenapa Della sampai dijauhi seperti ini?” Jawab buk Tari.

“ Karena papa sama mama telah memaksa para pemilik lahan didekat sini untuk menjualkan lahannya kepada papa buk. Papa ingin mendirikan cabang perusahannya disini, tetapi banyak orang yang menentang buk. Papa menggunakan kekerasan sampai banyak orang yang kehilangan lahan dan tempat tinggal mereka. Orang-orang menjauhi saya karena mereka amat membenci orang tua saya buk.” Jelasku sambil menahan tangis.

“ Nak… kamu harus tetap semangat. Seburuk dan sejelek apapun sikap orang tua kita, dia tetaplah orang tua kita. Jangan pernah sekali-kali kita membenci mereka ya nak. Ibuk tau, Della anak yang luar biasa, dunia ini luas nak. Mungkin disini bukan tempat Della untuk mendapatkan kebahagian, tetapi di tempat lain pasti ada kebahagian. Jangan berkecil hati ya nak, kamu bisa cerita sama ibuk kalau ada apa-apa ya nak.” Jawab buk Tari dengan nada yang sangat lembut.

“ Ibuk gak ikut mengucilkan saya?” Tanyaku.

“ Enggak nak, ibuk tau rasanya bagaimana dikucilkan oleh orang-orang sekitar.” Jawab buk Tari.

“ Ibuk pernah dikucilkan?. Pernah gak punya teman?.” Tanyaku dengan sangat polos.

“ Pernah

Jawab buk Tari sambil tersenyum

. Della harus tetap semangat, setidaknya sekarang Della bisa anggap ibuk seperti kakak Della sendiri. Ibuk harap, Della tidak pernah sungkan untuk selalu bercerita kepada ibuk ya.” Pinta buk Tari.

“ Della beneran boleh anggap ibuk sebagai kakak Della?. Della beneran boleh cerita apa aja sama ibu?” Tanyaku sambil terisak.

“ Boleh sayang.” Jawab buk Tari sambil memelukku.

Tidak terasa waktu berjalan dengan begitu cepat, aku yang duduk di kelas 6 ini sudah berhadapan dengan Ujian Nasional dan akan segera lulus dari sekolah ini. Selama aku duduk di kelas 6 aku masih tetap menghabiskan makan siang bersama buk Tari walaupun beliau tidak lagi menjadi wali kelasku. Hari ini adalah hari terakhir ujianku dan saat aku telah selesai menjawab soal ujian yang diberikan aku bergegas untuk mengumpulkannya dan segera meninggalkan sekolah. Tidak kuduga, ternyata buk Tari menungguku di gerbang sekolah. Ia bilang ingin pergi keliling kota bersamaku karna mungkin kelak aku tidak berjumpa lagi dengannya setelah lulus nanti.

“ Del, kamu rencana bakal lanjut kemana setelah lulus nanti?.” Tanya buk Tari saat kami sedang makan di suatu café.

“ Hmmm… Della belum tau buk, Della kepikiran untuk lanjut di luar kota buk. Della takut kalo seandainya Della masih lanjut di SMP deket sini Della bakal dikucilkan lagi buk. Della ingin mencari kebahagian Della di tempat lain buk.” Jawabku.

“ Kalau lanjut di SMP 19 Tigaraksa Della mau?.” Tanya buk Tari.

“ SMP nya terletak dimana buk?.” Tanyaku.

“ Di Tangerang nak, 7 jam dari sini nak. Kalo Della mau, ibuk bakal bantu daftarkan Della untuk bisa sekolah di sana. Sekolahnya juga bagus nak termasuk sekolah unggul di daerah sana.” Jelas buk Tari.

“ Della mau buk, tolongin Della untuk bisa sekolah disana ya buk, nantik persyaratannya Della bakal persiapkan buk.” Pintaku kepada buk Tari.

“ Iya nak, nantik ibuk kabarin kalau pendaftarannya sudah buka ya. Tapi Della harus izin dan berbicara kepada orang tua Della terlebih dahulu ya.” Kata buk Tari.

“ Della ngomong sama orang tua Della pas udah pengumuman lulus atau enggaknya di SMP 19 ya buk.” Pintaku.

“ Hmmmm… kalau itu mau Della ibuk hanya ikut saja, tapi alangkah lebih baik jika Della membicarakan ini terlebih dahulu sama papa dan mama Della ya.” Pinta buk Tari.

“ Iya buk.” Jawabku. Setelah selesai makan kamipun bergegas untuk meninggalkan café dan segera pulang ke rumah.

Tidak terasa 3 minggu telah berlalu dan hari ini adalah hari kelulusanku. Semalam buk Tari menelpon ku untuk memastikan bahwa aku akan datang pada saat acara kelulusan ini, tetapi aku mengatakan bahwa aku tidak ingin hadir pada acara itu. Tetapi setelah buk Tari menyakinkan aku bahwa semua akan baik-baik saja maka akupun memutuskan untuk hadir di acara perpisahanku. Alhamdulillah acara hari ini berjalan dengan lancar, walaupun aku tetap tidak percaya diri berada di tengah-tengah keramaian ini.