PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Kekasih Yang Hilang

Kekasih Yang Hilang

Penulis:Eka S

Berlangsung

Pengantar
Icha kehilangan cinta pertamanya, sekaligus kekasih hatinya. Andi meninggal saat masih di Singapura karena menemani adiknya yang sedang berobat, tapi naas, ia harus mengalami kecelakaan yang berujung maut. Icha berusaha melupakannya, termasuk kesedihannya. Tapi, tiba-tiba ada anak baru masuk kelasnya di penghujung tahun, dan....... Perawakan dan sifatnya sangat mirip dengan Andi! Namanya Andre. Bagaimana Icha bisa melupakan Andi kalau sosok Andre terus mengingatkannya pada kekasih hatinya yang telah hilang?
Buka▼
Bab

Dua orang pemuda yang diperkirakan berusia berkisar 17 – 20 tahun, keluar dari sebuah mobil Avanza hitam. Seorang wanita tua namun masih terlihat sangat bugar dengan badannya yang berisi

seakan helai-helai rambut putih di kepalanya bukanlah hal yang harus membuatnya jadi ringkih dan lemah

. Wanita itu segera memerintahkan dengan isyarat beberapa pesuruhnya yang ternyata sudah stand by menanti di depan gerbang untuk mengambil barang-barang dan membawa ke dalam rumah.

Salah satu pemuda itu membuka kacamata hitamnya, dan melihat lebih jelas rumah besar di hadapannya, yang dibeli Oma sebagai tempat tinggal mereka di Indonesia, tepatnya Jakarta. Rumah yang sangat besar. Dalam hati ia heran, untuk apa Oma membeli rumah sebesar ini kalau hanya ditinggali mereka berdua? Andre merasa itu hanya buang-buang uang.

Ervian, sepupu Andre, sedikit terperangah melihat rumah yang dibeli Oma mereka, walau seharusnya ia tahu ia tak perlu heran. Bahkan waktu mulai masuk ke dalam halaman rumah, ia sudah melongo parah. Gila! Ini rumah atau istana?? Halamannya sangat luas. Ia tak yakin akan ada yang ikhlas untuk berjalan kaki dari gerbang ke pintu rumah, apalagi di bawah terik matahari begini. Fasilitas lengkap yang sudah tersedia

bahkan ada salon spa mini di dalam, yang mereka berdua tak mengerti siapa yang akan menggunakannya. Masa, Oma? Dan ada gym rumahan juga

, serta taman-taman dan kolam besar yang mempercantik, membuatnya lebih pantas disebut mansion daripada sekadar rumah!

"Oma...," protes Andre tidak suka. "Ini Oma nggak terlalu boros apa? Buat apa juga rumah sebesar ini?"

Oma jadi gemas karena belakangan ini Andre sangat hemat dengan yang namanya uang. "Terserah Oma, dong," sahut Oma berlagak kayak anak muda. "Uang juga uangnya Oma.."

Oke, kalau Oma sudah bilang begitu, artinya Andre cuma bisa menutup mulut. Ia menghela napas dan cuma bisa mengusap keringat di keningnya. Lelah.

"Udahh..." kata Ervian agak membujuk. "Nikmati aja... Tinggal nikmatin doang, masih protes aja lu."

Sepanjang menggelilingi rumah itu, Andre sudah kembali menutup mulut seperti biasanya. Oma tersenyum senang. Itu artinya Andre sudah pasrah, haha! Tapi, pemikiran Ervian lain dari Oma. Ia berpikir, aneh kalau Andre secepat itu menyerah mendebat Oma. Biasanya Andre orang yang paling suka protes dengan hal yang tak disukainya, dan tak akan ada yang bisa mendebatnya. Makanya, kalau kali ini protes Andre cuma sampai segitu saja, aneh namanya!

***

Malam itu, di rumah besar baru itu, sedang berlangsung pesta. Entah pesta untuk apa, Andre sudah tak mau pusing lagi memikirkannya. Oma sekarang memang sedang hobi menghambur-hamburkan uang sepertinya. Mungkin pesta tinggal di rumah baru?

Semua orang yang tinggal di sekitar rumah tersebut diundang, juga semua kenalan Oma, yang kebanyakan terdiri atas para pejabat pemerintahan, pengusaha, serta orang-orang politik lainnya.

Di tengah keramaian pesta itu, Andre cuma menyendiri duduk di taman belakang. Tadi ia sudah sempat basa-basi sama para tamu itu, jadi, tak masalah kalau ia sekarang menghindari mereka.

"Woy, my cousin. Kenapa, bro? Ngapain duduk di sini??" tegur Ervian menghampiri. Ternyata ia juga tak betah bergabung sama para orang tua yang hanya membicarakan politik-politik tak jelas dan permasalahan yang ia tak mengerti.

"Kepalaku sakit di dalam. Pengap..." jawab Andre asal. Padahal ia sedang memikirkan hal yang dari tadi mengganggunya.

"Bohong. Kita udah sama-sama sejak balita. Aku tau betul kalau bukan itu. Pasti ada yang lain yang kau pikirkan, kan??"

"Temanin aku jalan-jalan," ajak Andre seketika menarik tangan Ervian.

***

Mobil mereka

tepatnya mobil Oma

mulai berkendara pelan menggelilingi daerah sekitar rumah. Supir sempat menawarkan untuk mengantar, tapi Andre menolak keras. Ervian lah akhirnya yang mengemudi.

"Trus?" tanya Ervian bingung, karena selama perjalalan yang cuma keliling-keliling ini Andre cuma diam sambil memandangi pemandangan di luar jendela.

Setelah berkeliling lama, Andre meminta untuk kembali ke tempat yang tadi di lihatnya. Awalnya mereka kembali ke sebuah jalan, dan Andre minta berhenti sejenak untuk memperhatikan daerah itu, lalu Andre meminta mereka pergi ke suatu tempat lagi. Mereka berhenti di sebuah rumah yang sangat besar, tak kalah megah dan mewah dengan rumah Oma, walau masih lebih berkelas rumah yang Oma beli, tanpa bermaksud sombong.

"Kenapa, sih, An?" Ervian akhirnya tak betah untuk bertanya. Andre sedaritadi bertingkah aneh, sejak mereka tiba di Jakarta. "Elo tahu ini rumah siapa?" tanya Ervian.

Andre menggeleng. Ia tak tahu rumah ini rumah siapa.... tapi, De javu! batin Andre dalam hati. Entah kenapa daerah di rumah ini seperti pernah ia datangi, walau pun secara sadar ia tahu ia tak pernah ke sini karena ketika kecil, ia tidak tinggal di sini, ia sangat tahu itu. Sedangkan ketika SMP, Oma membawanya pindah ke Singapura. Tapi, sejak mereka kembali ke Jakarta, dan sejak memasuki gerbang perumahan di sekitar sini, perasaannya merasa tempat ini familiar. Entah kenapa, diam-diam meskipun ia tak suka Oma membeli rumah di daerah ini, tapi ia merasa senang dan dekat dengan tempat ini.

***

Suasana Gramedia yang dikunjungi Andre dan Ervian terlihat lengang. Bukan berarti tak ada pengunjungnya. Ada beberapa pengunjung mondar-mandir di sana melihat-lihat buku. Tapi, mungkin karena masih pagi, jad belum seramai biasanya.

"Buku apa aja yang mau kau cari?" tanya Ervian yang segera disahut dengan angkat bahu.

"Bingung. Oma cuma ngasih daftar ini," jawab Andre seraya memperlihatkan secarik kertas. "Ini kan udah masuk semester baru, jadi stok di sekolah udah habis. Mau nggak mau aku haru beli bukunya sendiri."

Mereka berdua lalu berkeliling mencari buku-buku tersebut. Sementara Ervian bantu mencari beberapa buku, Andre ngeloyor ke rak kaset. Dia tertarik saat melihat ada CD-CD Live UNGU. Kebetulan sudah lama ia tidak dengar lagu-lagu UNGU. Ingin nostalgia.

"Permisi..."

Andre memundurkan tubuhnya saat ada seorang gadis

yang sepertinya sebayanya

mau melihat-lihat CD juga. Gadis itu menelusuri semua CD di barisan itu. Begitu semua ditelusurinya, tubuhnya langsung lemas. Andre cuma menatap gadis berponi dan berambut panjang tebal itu, bingung.

"Aaaa....kehabisan..." seru gadis itu lemas. Mulutnya sedikti maju, lalu heboh memanggil seorang petugas wanita. "Mbak, CD Movie Alice in Wonderland habis ya??"

"Iya, Mbak. Mungkin kiriman berikutnya datang lusa, Mbak."

"Yaaahhh..." sungut gadis itu, semakin nampak kecewa. Ia berbalik lemas, seperti malas melangkah. "udah pagi-pagi ke sini..eh..tetap aja kehabisan ...," gerutunya pelan.

Merasa diperhatikan, gadis itu mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk lemas. Andre menatapnya datar.

"Ah...." gadis itu langsung menggigit jarinya, tiba-tiba merasa malu. Ternyata tingkahnya dari tadi diamati sama cowok."Permisi..." katanya ke Andre sambil menganggukan kepala dengan senyum malu. Ia bergegas pergi dari situ.

Andre tetap tidak mengalihkan matanya dari sosok gadis itu. Gadis berponi itu ke kasir menemui tiga orang gadis lain, yang mungkin temannya, yang sedang membayar belanjaan buku mereka.

"Gimana, Cha? Udah?" tanya seorang gadis yang pakaiannya rada pinky holic. Gadis poni tadi menggeleng lemas.

"Ah, nggak usah sedih!" ceplos gadis yang satunya lagi, yang rambutnya tergerai panjang lurus bak model shampoo. "Cari aja lagi di toko lain."

Ke empat gadis itu mengedarkan pandangan ke sana-kemari seperti mencari seseorang.

Terdengar suara tepukan tangan memanggil dari luar toko buku Gramedia. Andre memperhatikannya, cowok yang sepertinya sebaya dengannya, dengan ikat kepala biru melambaikan tangan begitu ke empat gadis itu menoleh keluar. Ke empat gadis itu bergegas lari keluar menghampiri cowok tersebut.

Tanpa sadar Andre mengekori mereka, penasaran. Ternyata di luar ada teman mereka lagi yang lain, tiga orang cowok, yang uniknya mereka semua memakai ikat kepala dengan model sama tapi beda warna.

"Sekarang kemana?" tanya cowok yang ikat kepala biru tadi.

"Ke atas!" seru si gadis pinky holic seraya menggandeng tangan cowok itu mengajaknya lari.

"Eh..." cowok itu sedikit terjungkal karena tak siap ditarik tiba-tiba. "Sabar, Mel.."

Seperti mendapat ilham tiba-tiba, gadis berambut panjang satunya langsung mendorong cowok yang pakai ikat kepala hitam agar lari menyusul dua orang tadi.

"Elo juga cepat, Cha!" serunya sambil menarik tangan gadis yang tadi mencari CD. Mereka berlari cepat sambil tertawa-tawa.

"Heii...!" panggil gadis mungil berambut ikal yang tertinggal, yang baru disadari Andre keberadaannya karena dari tadi hanya diam. Tapi teman-temannya itu tidak menggubris dan terus naik escalator sambil tertawa-tawa.

Gadis mungil berambut ikal yang tertinggal di bawah itu tak bergerak, sama dengan cowok yang pakai ikat kepala merah tak jauh di sebelahnya. Andre bisa melihat kalau dua orang itu salah tingkah. Kelihatan banget!

"Haha..Ren! Cepat!" teriak gadis pinky holic dari atas escalator.

Gadis berambut ikal itu sedikit salah tingkah. Bingung mau menyusul temannya atau menunggu cowok di sebelahnya itu. Akhirnya ia memutuskan lari naik ke escalator duluan.

"Yaahhhh,.....," desah teman-temannya yang sudah di atas. Mereka terlihat kecewa. "Ah, elo sih, Rul!" omel mereka ke cowok itu. "Leleet..!!"

Gadis berambut ikal itu cuma diam menunduk membiarkan dirinya dibawa escalator. Ke dua pipinya bersemu merah. Sementara cowok ikat kepala merah tadi segera menyusulnya naik dengan sengaja melingkahi beberapa anak tangga agar bisa menjajari dirinya dengan gadis itu.

"Ciee....!!" goda teman-temannya lagi, tak jadi kecewa.

Setelah dua orang itu tiba di atas, mereka kembali berjalan pergi menuju tempat yang mau mereka tuju. Mata Andre terus mengikuti mereka, terutama gadis yang ditemuinya tadi di tempat CD, sampai menghilang dari pandangannya.

"Andre gila!" maki seseorang di belakangnya. Namun, Andre tak kaget, karena masih terbawa pandangan sama orang-orang tadi. Lagi pula ia tahu kalau yang menegurnya itu Ervian.

"Sialan!" maki sepupunya itu lagi, kesal karena dicuekin Andre. "Woi! Yang butuh buku siapa, yang nyari siapa?" tanyanya dengan nada menggerutu. "Aku susah-susah keliling nyari buku, kau malah asyik-asyik di luar!"

Tak terpengaruh dengan omelan Ervian, Andre tetap bergeming dari pandangannya yang masih tertuju ke lantai atas. Perlahan tangannya memegang dada. Ada sistem yang bergerak lebih cepat dari biasanya di sana.

***

Sudah jam 10 malam, Andre sibuk berguling ke sana-kemari di atas tempat tidur. hadap kanan, salah. Hadap kiri, salah. Terlentang, salah. Tengkurep, salah juga!

Ervian yang tadinya sudah tertidur, sudah tak tahan lagi mendengar bunyi grasah-grusuh dari sebelahnya. Ia pun bangkit bangun dengan kesal.

"Ngapain, sih? Dari tadi sibuk bener gedebak-gedebuk tempat tidur. Aku nggak bisa tidur, tau!"

"Nggak tau. Pusing gue. Tiap tidur, wajah cewek itu yang muncul," gerutu Andre gelisah.

"Hah? Kau mimpi cewek itu lagi?" tanya Ervian kaget, karena dari kemarin, tepatnya sejak mereka tiba di Indonesia, Andre sudah tak pernah lagi mimpi yang aneh.

"Bukan! Aku belum tidur..." Andre terdiam sejenak memikirkan sesuatu. "Bayangan cewek itu selalu muncul sejak aku liat dia tadi pagi."

"Hah? Siapa?"

"Cewek. Nggak tau namanya. Tadi aku ketemu di Gramedia, di bagian rak DVD. Nggak tahu, waktu ngeliat dia.. kok, aku jadi aneh, ya. Makanya waktu kau liat aku di luar itu, aku habis ngikutin cewek itu. Nggak tau kenapa aku kayak penasaran aja ngeliat dia. Trus, dadaku juga jadi terasa aneh..."

Mendengar bagian itu, Ervian melongo. "Maksudmu?"

"Nggak tahu. Kayak aneh aja dadaku sejak ngeliat cewek itu.... Kayak... detakannya berkali lipat lebih cepat dan terasa jelas kalau dipegang...."

Ervian menahan diri untuk tertawa. "Bunyinya gimana?"

"Nggak tau... aneh... seperti ditusuk-tusuk...tapi nggak sakit..."

"Nggak sakit, tapi mendebarkan!" ceplos Erviang yang akhirnya kelepasan ngakak. "Kau itu ..." katanya menggoda. "falling in love!"

"Apa??" Andre kontan bangun dari tidurnya. "Sembarangan aja! Kenal juga nggak.."

"Emang harus kenal?? Nggak, kale... Kalo kasusmu itu namanya Love at the first sight!"

"Sialann..." Andre langsung menjepit leher Ervian dengan ketiaknya, bercanda. Ia tahu kalau Ervian benar. Love at the first sight...

***