PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Bara Di Hati Mikha

Bara Di Hati Mikha

Penulis:Kristiana0909

Berlangsung

Pengantar
Mikhaila Ameera Violetta tak pernah menyangka jika perasaan patah hatinya kepada seorang Riosandi Gumilang yang memilih menikahi Tantenya membuatnya sehancur ini. Dalam rasa patah hatinya, Mikha mengajak sahabatnya Maureen Atmaja untuk pergi ke sebuah club' malam. Demi menyingkirkan rasa sakit hatinya, Mikha berusaha menenggak banyak minuman beralkohol tinggi hingga tanpa ia sadari dirinya bisa berada di atas ranjang seorang vokalis band terkenal yang sedang naik daun dan digandrungi banyak perempuan bernama Bara Nareswara. Saat efek alkohol di dalam tubuhnya hilang dan Mikha mampu mengingat semuanya, yang terlintas di dalam pikirannya saat ini hanya satu, pergi sejauh-jauhnya dari Bara Nareswara, namun sebuah kenyataan pahit harus Mikha terima sebulan kemudian tatkala ia menemukan bahwa dirinya telah berbadan dua. Bagaimana kehidupan Mikha ke depannya? Bisakah Mikha menutup dirty little secret tentang siapa ayah dari calon bayi yang di kandungnya? ***
Buka▼
Bab

Mikhaila Ameera Violetta POV

Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati, bullshit. Itulah pendapatku ketika ada orang yang mengatakan itu kepadaku. Tidak taukah mereka rasanya harus mengubur perasaan cintaku yang sudah seumur gajah bunting ini untuk selama-lamanya?

Sakit.... sakit guys....

Di saat aku merasakan ini semua yang ada justru salah satu sahabatku sibuk mengejar duda paruh baya beranak satu, bukannya ikut menemaniku di sini dan menghiburku. Apesnya malam ini aku sedang bersama Maureen Atmaja, salah satu sahabatku selain Kania Briolla Ramadityo.

"Mik, yang lebih ganteng, tajir dan berduit dari Mas Rio itu bejibun. Eh, salah-salah bukan Mas Rio lagi tapi Om Rio."

Mendengar ocehan Maureen, Aku menoleh dan memberikan tatapan membunuh padanya. Namun dasar Maureen yang tidak pernah memiliki perasaan peka, dirinya santai saja kali ini dan terus menikmati tequilla yang ada di tangannya sambil mengikuti irama musik yang sedang dimainkan oleh seorang DJ bule di depan sana.

"Lo tu ngecablak gampang aja, mana lo ngerti apa yang gue rasain saat ini?"

"Woi, sadar, Mik. Dunia nggak akan kiamat karena lo patah hati. Ini semua itu cuma akan jadi kenangan nanti. So, nikmati aja semua yang ada di sini, mumpung kita masih muda."

Daripada merasa jengkel dengan kelakuan Maureen ini, aku memilih meminum segelas Martini yang ada di depanku. Terserah, malam ini aku ingin mabuk semabuk mabuknya. Aku ingin melupakan semua yang terjadi saat ini. Apalagi ingatan di kepalaku yang terus mendengungkan suara Mas Rio saat melafalkan ijab qobul.

Demi Tuhan,

Saat itu hidupku terasa hancur berkeping-keping. Aku menitikkan air mataku entah karena aku berbahagia karena akhirnya tanteku melepas masa jandanya atau justru karena meluapkan rasa sakit di hatiku yang tak mampu aku lukiskan dengan kata-kata.

Aaaa.......

Dunia kejam, sungguh kejam kepadaku saat ini. Tidak ada laki-laki yang mencintaiku padahal aku bukan perempuan yang buruk rupa. Aku cantik, seksi, tinggi semampai dan satu lagi, aset bemper depan dan bemper belakangku sangat menggugah selera kaum adam. Tapi kenapa Mas Rio lebih memilih Tante Retno yang usianya bahkan 13 tahun lebih tua dari dirinya berbonus status Janda tanpa anak? Bahkan selentingan yang aku dengar dulu adalah Tante Retno yang mandul. Itu yang membuat Om Handi dan dirinya bercerai. Sayangnya semua itu terpatahkan dengan kejadian Tante Retno yang keguguran beberapa bulan sebelum acara pernikahannya dengan Mas Rio.

Bosan dengan seluruh pertanyaan yang menumpuk di kepalaku namun saat aku utarakan secara lisan hanya mendapatkan jawaban, "sudah takdir, kalo Mas Rio itu tercipta untuk Tante Retno bukan buat lo. Sekuat apapun lo berjuang, tetep aja Mas Rio itu bakalan jadi suaminya Tante Retno," dari kedua sahabatku Maureen dan Kania, aku memilih menenggak Martini sebanyak-banyaknya. Aku sudah tidak bisa menghitung berapa gelas Martini yang masuk ke tubuhku setelah gelas ke empat ini. Kini aku merasa ingin ke toilet sehingga aku meninggalkan Maureen dengan kegilaannya yang sedang menari dengan gelas minuman yang telah kosong di tangannya. Aku yakin dirinya malam ini akan meninggalkan mobilnya di parkiran club' ini lagi dan pulang dengan jemputan supirnya.

Sejujurnya aku merasa sudah limbung hingga aku beberapa kali hampir menabrak orang yang aku temui di sepanjang perjalanan menuju ke toilet.

Brruuggg....

Akhirnya aku menabrak seseorang malam ini. Bahkan aku sudah menutup mataku karena tak sanggup untuk melihat wajah orang yang aku tabrak. Yang pasti orang yang aku tabrak ini laki-laki dengan tubuh tinggi dan kekar. Parfum yang ia kenakan, hmm... Sungguh mampu membuat kaum hawa kelimpungan di buatnya. Sayangnya tidak denganku yang menganggap semua laki-laki sama saja dengan Mas Rio yang kini telah berganti status menjadi Om Rio. Aku tidak mau lagi mencintai dan berharap memiliki pasangan jika pada akhirnya rasa sakit seperti ini hanya akan membuatku mati secara perlahan. Mungkin menjadi lajang seumur hidup tidak ada buruknya untuk dicoba daripada memiliki pasangan namun aku harus merasakan sakit seperti apa yang aku alami ketika mencintai Mas Rio. Nanti jika Mama dan Papa menagih diriku untuk menikah agar bisa memberikan mereka cucu, aku tinggal terbang ke Amerika dan mencari bank sperma di sana. Akan aku pastikan minimal calon donor spermaku memiliki kualifikasi yang mumpuni agar anakku lahir dengan kualitas gen yang baik dan unggul. Lahir tanpa ayah tidak masalah, nanti aku akan membesarkannya di luar negri saja.

"Sorry, sorry," Kataku kepada laki-laki itu. Seharusnya aku tidak hanya mengatakan sorry, tapi terimakasih juga, karena jika ia tidak memegang kedua lenganku dengan kedua tangannya yang kekar itu, sudah bisa dipastikan jika aku akan jatuh di atas lantai club' malam ini dan mungkin akan terinjak injak oleh orang yang berlalu lalang di sini karena malam ini suasana club' begitu ramai dan penuh sesak.

Laki-laki itu tidak menjawab, mungkin karena suaraku teredam oleh kebisingan suara musik yang sedang di mainkan oleh seorang DJ di sini. Tanpa banyak membuang waktu, aku meninggalkan dirinya secepat yang aku mampu. Semoga saja aku tidak mengalami hal buruk selama perjalanan menuju ke kamar mandi. Karena aku sudah jalan semakin sempoyongan. Bahkan sesekali aku tidak sengaja menyenggol badan para pengunjung club' malam ini.

Setelah perjalanan yang aku yakin lebih dari 10 menit ini karena banyak "kemacetan" menuju tempat ini, akhirnya kini aku tiba di sebuah toilet yang sebenarnya tidak bisa di sebut toilet seperti di tempat lain. Di sini ada sofa yang nyaman, tempatnya terlalu bersih, oh... Aku yakin siapapun yang mendesign tempat ini adalah orang yang jenius karena ia bisa meninggalkan kesan toilet bau, kotor dan menjadi tempat yang asyik untuk berselfi ria.

Saat aku keluar dari dalam bilik toilet, di sampingku ada sepasang wanita berusia 25 tahunan dan sedang sibuk mematut dirinya di depan cermin.

"Sialan, si Bara. Dia cuekin gue lagi malam ini. Padahal gue udah niat seret dia ke ranjang."

"Mau aja lo sama laki yang doyan celap celup kaya dia."

Kini wanita yang sedang membetulkan bedaknya di sampingku ini menghadapkan tubuhnya ke temannya sambil berkacak pinggang.

"Lo gimana sih, Bara itu ibarat thropy bagi wanita. Lo digandeng dia, popularitas lo bakalan naik. Minimal akun sosmed lo bakalan rame dikunjungi orang. Dan lo tau 'kan setelahnya akan kaya gimana?"

"Tawaran endorse berdatangan."

Wanita yang tadi berkacak pinggang menjentikkan jarinya di depan wajah temannya.

"Good. Itu tujuan gue deketin Bara."

Entah mengapa aku bisa menyunggingkan sebuah senyum sinis. Segila inikah para wanita yang rela dirinya di obrak abrik oleh kaum lelaki di atas ranjang hanya untuk sebuah popularitas sesaat?

Lelah mendengarkan ocehan kedua perempuan itu yang sedang menyusun sebuah akal bulus untuk laki-laki yang bernama Bara, aku segera keluar dari tempat ini. Sudah waktunya aku menikmati gemerlap dunia malam yang penuh warna warni dan musik yang membangkitkan keinginan untuk menggoyangkan tubuh seraya berharap kesedihanku akan musnah saat matahari mulai menyapa hidupku lagi esok hari.

Mikhaila Ameera Violetta, mari kita menggila, melupakan semua beban yang ada...

***