PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Gadis Aneh Dan Dewa Kematian

Gadis Aneh Dan Dewa Kematian

Penulis:Paussbiru

Berlangsung

Pengantar
Nayanika Eirenquallina —secantik namanya, gadis bermata hanzel ini rupanya memiliki rahasia tak terduga. Seringkali dipanggil ‘aneh’ karena apa yang ia lihat tidak seperti apa yang oranglain lihat pada umumnya, membuat Iren terus menutup diri dan merahasiakan kemampuan yang ia miliki. Diantara kisah perjuangannya mencoba menyelamatkan orang-orang di sekitar, ia bertemu dengan Radeon Malik Naviendra, pria yang juga memiliki kelebihan bisa melihat ‘sesuatu yang spesial’ itu terikat takdir dengannya. Bagaimana mereka berdua bisa terus saling bersama meskipun berbeda? Mengukir kebahagiaan walau pada akhirnya kematian menjadi akhir dari cerita?
Buka▼
Bab

Kereta kencana yang begitu cantik nan indah itu melaju dengan baik. Warna emasnya nampak berkilau diterpa oleh sang surya.

Terus melaju melewati sebuah desa dimana penduduknya sedang sibuk menjajakan barang untuk dijual.

Apa saja; entah itu bahan makanan, sebuah peralatan, perkakas atau yang lainnya.

“Kemari! Lihat bagaimana guci-guci dengan bunga indah di sini dapat menari!”

“Buah paling nikmat di negeri ini barusaja dipetik dengan sempurna! Kemari dan nikmati!”

Suasana di pagi hari memang menjadi waktu yang paling ramai di tempat dimana seluruh warga tanah Paradiese tinggal.

Semua orang akan memberikan hasil bumi terbaik di negeri itu untuk dijual. Berinteraksi, bercengkrama. Negeri yang begitu damai tersebut terkenal akan aktivitas pasarnya yang menyenangkan.

Diantara kegiatan yang menyasikkan itu, suara kereta kuda memecah keramaian. Bersamaan dengan gerombolan prajurit istana yang dengan segera membuat sebuah jalur —dimana yang akan segera melintas adalah bagian penting kerajaan.

“Beri jalan! Yang disayangi di seluruh penjuru negeri, yang kita banggakan, Tuan Putri Renanthera Raggieana memasuki desa!”

Suara lantang dari seorang prajurit dengan kuda putihnya itu terdengar bak sampai ke seluruh desa.

Di tempat itu, hanya orang-orang dengan bakat luar biasalah yang diijinkan untuk menunggangi kuda putih. Seperti misalnya, seorang prajurit yang ditugaskan untuk menjaga tuan putri dan keluarga kerajaan, atau warga beruntung yang mendapati anugrah dari Yang Mulia Maximus.

“Hidup, Tuan Putri!”

“Panjang umur, Tuan Putri!”

“Dimuliakan, Tuan Putri Raggieana!”

Sementara hampir disetiap perjalanan, menjadi sebuah kehormatan mendapatkan doa-doa dari penduduk negeri Paradiese.

Mereka terlihat amat sangat mencintai sang putri.

Renanthera Reggieana, Tuan Putri dari sebuah negeri nan makmur di tanah Paradiese, dimana orang-orang mengenal tempat itu sebagai tanah surga terlihat begitu memesona dengan gaun biru muda yang senantiasa ia gunakan.

Kerlap-kerlip mutiara yang memancarkan sinar keajaiban —setiap tumbuhan yang mendapatkan pantulan dari sisi sinarnya akan tumbuh subur— itu terlihat begitu indah menghiasi gaun sang Putri.

“Rakyat terlihat sangat makmur. Aku senang setiap kali mereka menyapaku.”

Tak lupa mahkota putih berkilau dari batu paling terang yang hanya ada dan dibuat sendiri di Antaressa, —negeri tetangga yang berada jauh di angkasa sana— menghiasi rambut panjangnya, siapa saja yang diberikan kesempatan melihat kemegahan itu pastilah langsung jatuh cinta. Liuk rambutnya bak gelombang samudra.

Reggieana memang terlihat begitu cantik. Putri yang didoakan sendiri oleh Dewi Nirvana yang mereka percayai sebagai Dewi keindahan Negri Paradiese itu memang tak tertandingi di penjuru manapun.

Matanya yang biru sebiru lautan itu berkilat memancarkan lucerna, lentera kedamaian yang diberkati.

Kereta kencana itu terus melaju memasuki sebuah hutan yang terletak paling ujung di negeri Paradiese.

Senyuman seindah rembulan kini timbul di sudut wajah Tuan Putri. Ia terlihat begitu bahagia. Sampai-sampai, binatang di hutanpun terlihat ikut menari bersama keretanya.

Belum jauh ia memasuki hutan, dirinya disambut pemandangan yang terlihat begitu menakjubkan. Sebuah air terjun yang begitu tinggi. Konon, air terjun ini langsung dari puncak bumi Paradiese. Mereka menyebutnya, air terjun dari surga.

Akan tetapi, bukan keindahan itu yang sedang sang Putri saksikan, melainkan seseorang yang tengah memandikan kuda putih, terlihat khusyu' sampai akhirnya suara kedatangan kereta kencana itu menghentikan aktivitasnya.

“Kalian bisa tinggalkan aku di sini.” suara merdu sang Putri terdengar seperti alunan melodi, lembut nan indah.

“Ti-tidak bisa, Tuan Putri! Kami diperintahkan untuk selalu menjagamu.” salah satu penjaga yang memiliki pedang berkilau di tangannya bersuar.

Sang Putri tetap tidak mengalihkan pandangannya, ia terus terpaku pada seseorang yang kini menatapnya balik dari kejauhan. Seolah ikut bahagia dengan kedatangan orang nomor satu di tanah tempat tinggalnya.

“Tidak perlu, yang akan menjagaku ada di sana. Jadi kalian pergilah!”

“Yang mulia, yang Mahaperkasa, Tuanku Maximus akan marah bila kami kembali tanpa ada dirimu, Putri Reggieana.” terang sang Prajurit masih konsisten dengan perkataan yang ia lontarkan sebelumnya.

Reggieana yang mulai terusik dan kesal dengan para penjaganya ini melirik sekilas. Bola mata indah miliknya memikat siapa saja.

Ia menghembuskan napasnya panjang, “Aku perintahkan pada kalian semua untuk meninggalkan aku di sini, sendirian. Tanpa siapapun. Ini perintah, Prajurit Sesa.”

Baiklah, untuk saat ini Putri Reggieana dapat membuat kendali atas apa yang menjadi keputusannya. Tentu saja, di sini hanya dirinya yang mendapati gelar berkuasa, walau, sejatinya titah dari Yang Mulia Maximus —Ayahandanya— tentu menempati posisi paling tinggi, tapi, toh Beliau sedang tidak nampak batang hidungnya saat ini.

“Pergilah!”

Dengan ragu pada akhirnya para prajurit itu memilih untuk menaati, “Titahmu, diterima, Tuan Putri!”

Satu masalahnya kini tlah selesai. Ia kembali tersenyum puas. Hari ini, akan menjadi hari yang begitu panjang dimana dirinya akhirnya bisa bertemu dengan sang pujaan hati. Setelah berhari-hari harus tinggal di istana tanpa di ijinkan keluar, penantiannya terbayarkan. Kesempatan untuk memetik ramuan kecantikan tentu saja tidak akan ia sia-siakan begitu saja.

“Kau bilang apa pada mereka, Tuan Putri?” suara serak yang mengandung nada-nada khas seorang ksatria memecah keheningan di tepi hutan kala itu. 

Reggieana melangkah mendekati seorang yang menjadi alasannya kemari, “Apa lagi, hanya sebuah ... Perintah?”

Pria dihadapannya tersenyum. Jika Putri Reggieana adalah lambang kecantikan, maka di hadapannya kini Dewa zeus, —yang ketampanannya dipuja di seluruh tanah Paradies— menjelma menjadi sosok yang lebih sederhana.

Dialah Panglima perang istana, Rexanne Rillvadthan. Pedang perak yang berada di tangannya menjadi ciri khas kehebatan dan kemampuan yang ada padanya. Oh, jangan lupakan kuda putih yang sedang dimandikan tadi.

Maximus, Raja dari Tranquelline memberikan seekor kuda putih yang menjadi lambang dari keistimewaan negeri itu menjadi milik Rexanne karna kemampuan bertarungnya yang tidak main-main.

Tepatnya saat Tuan Putri harus menghadapi tahun kutukan dimana dirinya terkurung di sebuah tempat sihir dan tertidur lama di sana, Panglima Rillvadthan, dengan keberanian yang tak tertandingi itu bersedia mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan sang Putri.

Dari sanalah kisah cinta antara Putri dan Panglima perang istana ini dimulai. Meskipun mereka harus menjalani kisah tersembunyi yang tidak diketahui oleh Ayahanda Putri Reggieana, sebagai peraturan yang ditetapkan di kerajaan mereka, dua sejoli ini tetap bisa merasakan indahnya sebuah perasaan saling kasih yang diberikan Dewi Nirvana.

“Kau bilang tidak akan menggunakan kuasamu untuk memberikan titah di dekatku.” Panglima Rillvadthan yang biasa dipanggil Riil oleh Tuan Putri itu bertanya dengan senyuman yang terkesan seperti sebuah seringai.

“Tapi aku tidak menggunakannya untukmu, Riil!” Reggieana memprotes kalimat dari pria di hadapannya.

Jawaban itu hanya mendapatkan anggukan dari Rill, “Baiklah, baiklah! Kau benar, aku mengaku kalah.”

“Jadi, apa yang membawamu kemari, Tuan Putri?”

Wanita itu tersenyum manis, “Apa lagi? Tentu saja karna aku merindukanmu.” ujarnya mantap. Tampak sangat jelas dari raut wajahnya yang bahagia.

“Benarkah? Bukankah baru tiga hari yang lalu aku ke Istana Tranqualline untuk memberikan berlian permintaan Maximus?”

“Kau tau tiga hari begiku itu berasa tiga tahun, Riil.”

Rexanne kembali tersenyum mendengar penuturan wanita paling cantik yang sekarang berada tepat di hadapannya ini, “Apa kau begitu mencintaiku, Putri Reggieana?”

“Bahkan aku sudah bersumpah untuk rela mati jika kaumeminta itu, Panglima.”