PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Love And Wars

Love And Wars

Penulis:Lyra Sagita

Berlangsung

Pengantar
Bagi wanita karir seperti Nakahara Yuki, perjodohan adalah hal terakhir yang ingin dia lakukan. Bukan hanya dia dipaksa oleh orangtuanya, tapi dia juga harus mau dijodohkan dengan laki-laki yang paling dia benci! Sementara bagi Jenggala Saguna, hanya perempuan anggun dan lembut seperti kekasihnya lah yang pantas menjadi pendamping hidupnya. Dia tidak sudi kalau harus melepaskan Lea demi menikah dengan perempuan keras kepala seperti Yuki! Tapi takdir mempertemukan mereka di satu malam. Setelah sebuah pesta dan beberapa gelas sampanye. Kalau begini, apakah kejadian malam itu bisa mengubah idealisme mereka? Apakah bisa mengubah pandangan mereka tentang satu sama lain? Cover made by @sayasaa__
Buka▼
Bab

Ini bukan lagi jaman dahulu, di mana orang-orang tua menjodohkan anak mereka dengan anak dari teman mereka. Namun, sepertinya hal tersebut tidak berlaku untuk orangtua Yuki.

Mau bagaimana pun sang dara berusaha menolak, kedua orangtuanya tetap menyeretnya ikut ke restoran ternama di Jakarta, yang dijadikan tempat pertemuan antara keluarganya dengan orang yang akan dijodohkan dengannya.

“Yuki Sayang, inget ya, kepala keluarganya itu temen deket Ayah kamu. So, I BEG YOU, Nakahara Yuki. Behave well.” Kartini menggamit lengan putrinya dengan cukup erat.

Dengan tangannya diremas oleh sang ibu, Yuki tahu kalau dia mulai berulah, hukumannya pasti tidak main-main. Bisa-bisa fasilitasnya ditarik semua oleh sang ayah.

Buru-buru dia menghapus semua rencana sabotase yang sudah ia pikirkan matang-matang selama perjalanan tadi. ‘Oke, abort mission. Nggak jadi make a scene.’

“Iya Bunda, aku paham,” gumamnya pelan.

Gaun off-shoulder dress warna biru dongker itu jatuh dengan sempurna di tubuhnya yang ramping. Kaki jenjangnya dibalut sepasang T-strap shoes berwarna senada. Perempuan berdarah campuran Indonesia-Jepang itu terlihat lebih anggun dari biasanya.

Tapi semakin dekat dia ke ruangan yang dijadikan tempat pertemuan, ada perasaan tidak enak yang semakin kuat memenuhi hatinya. Seakan ada alarm di dalam kepalanya yang memberi sinyal bahwa ini memang keputusan yang salah.

“Selamat malam, Pak Hari.” Suara ayahnya menarik atensi Yuki.

‘Oh, mereka sudah tiba?’ Yuki mengangkat wajahnya dan menyiapkan senyum terbaiknya. Namun, belum ada 5 detik senyumnya hadir, orang yang ada di hadapannya membuat senyumnya hilang.

“YUKI?!”

“JENGGALA?!” pekik keduanya bersamaan.

Keduanya saling bertatapan untuk beberapa detik, benar-benar tidak percaya dengan orang yang ada di hadapan mereka. Yuki sering dengar omongan orang tentang ‘dunia sempit sekali’. Tapi ia tidak menyangka dunia sesempit ini, sampai-sampai orang yang akan dijodohkan dengannya adalah musuh bebuyutannya sendiri!

Sang daralah yang lebih dulu mematahkan kontak mata mereka, dan menghadap ke orangtuanya.

“Aku nggak mau nikah sama dia, Bun,” tegasnya.

“Astaga, Yuki!” pekik Kartini.

“Aku serius, Bunda. I know him, and I don’t want to marry him. Ever.”

Jenggala ikut bersuara. “Aku juga menolak perjodohan ini, Ma. Nggak mungkin aku memilih dia daripada pacarku.”

“See, Bun?” sahut Yuki mendengar kalimat Jenggala. “Dia udah punya pacar. Perjodohan ini nggak bisa dilanjutkan.”

Kartini menarik putrinya sedikit menjauh dan berbicara dengan nada rendah. “I want you to behave well, Yuki. Inget, ini tuh temennya Ayah kamu!” Ketegasan dalam suaranya tetap terasa.

“And I am still behaving, Mother.” Yuki menatap lurus-lurus ke arah ibunya. Suaranya sama tegasnya dengan sang ibunda.

“Kalau aku nggak inget laki-laki itu adalah anak dari temennya Ayah, udah aku cakar mukanya.”

“Yuki, udah cukup!” Kartini memukul lengan atas sang dara. “Save your Father some face. Ikuti aja dulu makan malam ini, ngobrol-ngobrol dulu. Baru menentukan!”

Yuki mendengus pelan. Ia melirik ke arah Jenggala dan sepertinya, sang adam pun sudah selesai berbicara dengan ibunya.

Kartini tersenyum pada keluarga Jenggala dan mempersilakan mereka untuk duduk. Ia mendorong putrinya untuk duduk di kursi yang paling ujung; berhadapan dengan Jenggala.

Para orangtua mulai mengobrol sambil tertawa. Namun perang dingin masih berlangsung untuk anak-anak mereka.

Sesekali Jenggala mencuri pandang pada perempuan di hadapannya, yang tampil jauh berbeda dari biasanya. Sebelum akhirnya melemparkan sebuah celetukkan, “Effort banget ya lo buat ke perjodohan. Beda banget sama biasanya lo ke kantor.”

Yuki memutar bola matanya. “Ngapain juga gue pake dress ke kantor? Yang ada dianggep too much sama karyawan lain nanti.”

“Emang too much, sih. Buat malam ini aja kerasa lo too much.”

“Dan gue nggak nanya pendapat lo sama sekali, Jenggala.” Sang dara menatap pria itu dengan tajam. “Apa pun yang lo rasa soal penampilan gue, atau pun yang terjadi malam ini, gue nggak peduli. Jangan bertingkah seakan-akan kita deket.”

Sebelah alis Jenggala menukik, bersamaan dengan salah satu sudut bibirnya yang naik. “Aren’t we not? Ayolah, kita kan karyawan yang kerja di tempat yang sama.”

“Iya, dan gue menyayangkan hal itu. Karena dengan berada di tempat kerja yang sama dengan lo, membuat gue kehilangan proyek yang bagus!”

Yuki merujuk pada presentasi yang dirusak oleh Jenggala beberapa hari yang lalu. Pertanyaan-pertanyaan menjebak yang dilempar oleh sang adam, membuat presentasi yang susah payah disusun timnya itu terlihat buruk. Dan sampai detik ini dia masih cukup kesal bahkan dendam pada sang adam.

Dia sudah bertekad akan membalas perlakuan pria yang kini tertawa geli di hadapannya.

“Lo nggak bisa nyalahin gue lah, Ki. Kalau emang lo dan tim lo itu cocok sama proyeknya, apa pun yang gue lakukan, lo akan tetep dapet proyek tersebut. Tapi nyatanya nggak, kan?”

Jemari Yuki mengepal dan tatapannya menajam. Jika dia tidak ingat hukum—dan tidak ingat kalau keluarga Jenggala adalah teman baik dari ayahnya—ia ingin melemparkan alat-alat makan yang ada di hadapannya saat ini ke arah sang adam.

“That aside.” Jenggala mengibaskan tangannya kemudian menumpukan tangannya di atas meja. Ia memelankan suaranya, memastikan hanya dirinya dan Yuki yang bisa mendengar ucapannya.

“Lo kenapa nurut aja sama perjodohan ini?” tanya sang adam.

Dara berkulit putih itu memiringkan kepalanya. “Bukannya harusnya gue yang nanya hal it uke elo? Di antara kita berdua, yang udah punya pasangan itu lo. Tapi kenapa lo di sini?”

Pria itu menghela napas pelan sambil melirik ke arah orangtuanya. Suaranya semakin memelan. “Nyokap yang super excited sama perjodohan ini. Alasannya, gue nggak boleh menutup segala kemungkinan, karena jodoh nggak ada yang tau.”

“Kayak alesan aja. Intinya nyokap lo kurang setuju sama pacar lo, gitu?”

“Bukan gitu—.” Jenggala ingin mencari dalih yang pas, tapi faktanya memang orangtuanya—terlebih ibunya—seperti kurang menyukai wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi kekasihnya itu.

Entah apa alasannya, ibunya sendiri pun tidak pernah secara gamblang menunjukkan ketidaksukaannya pada Lea. Hanya saja… tiap kali ia membawa sang kekasih, ibunya tidak pernah terlihat senang bertemu dengannya.

“Bullseye, huh?” Kini giliran Yuki yang memberikan senyum congkaknya, dan Jenggala hanya bisa mengerang pelan.

“Yah, tapi gue agak sedikit bersyukur sih. Ternyata orang yang dijodohin sama gue itu lo,” lanjut sang adam, membuat senyum Yuki luntur dan dahinya kembali berkerut.

“Kenapa emangnya?”

Jenggala kembali melirik ke kedua orangtua mereka yang masih sibuk dengan obrolan mereka sendiri—menceritakan tentang masa kecil dirinya dan Yuki, serta prestasi-prestasi yang sudah mereka dapatkan, dan betapa girangnya mereka setelah mengetahui kalau dirinya dan Yuki berasal dari SMA yang sama.

Kemudian Jenggala mencondongkan tubuhnya dan berbisik, “Lo pasti nggak mau kan dijodohin sama gue? Berarti gue sama lo bisa nolak perjodohan ini, terus gue bisa hidup bahagia sama Lea.”

Yah, Yuki memang tidak mau menerima perjodohan ini dari awal. Terlebih setelah tahu pria yang akan menjadi calonnya adalah orang yang sudah merusak mimpi timnya akan karir yang lebih gemilang ke depannya.

Tapi, karena alasan tersebut juga Yuki ingin mengubah pilihannya. Jenggala merusak jalan indah dalam karir yang sudah ia impikan, boleh kan kalau dia merusak kehidupan indah yang sang adam dambakan?

Dengan senyum lebar, Yuki ikut mencondongkan tubuhnya juga merendahkan suaranya untuk membalas, “Setelah gue pikir-pikir, kenapa harus ditolak? Kayaknya perjodohan ini bakalan menyenangkan.

“That is why, my dear Jenggala Saguna, good luck ngejelasin ke pacar lo kalau lo udah dijodohin, ya?” Setelah berkata demikian, Yuki menarik tubuhnya dan tidak lagi berbicara pada Jenggala hingga pertemuan mereka selesai.

***

Haloo, selamat datang di cerita baru aku dan selamat berkenalan dengan Yuki dan Jenggala! ^^

Semoga cerita Yuki dan Jenggala kali ini bisa menghibur yaa, ceritanya nggak akan begitu berat kok

kayaknya

xixixi~ Buat yang mau tau rupa Yuki dan Jenggala itu kayak gimana, bisa cek di instagram aku yaa @lyraasagita.

Enjoy! Xoxo, Lyra.