PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Kegilaan Cinta

Kegilaan Cinta

Penulis:Setia_AM

Berlangsung

Pengantar
Naydelin salah masuk kamar Jovarrel yang dia kira adalah kamar tunangannya. Dalam kondisi tidak sadar, Naydelin menggoda Jovarrel tanpa dia tahu bahwa pria itu adalah seorang bos muda pemilik Paramayoga Grup. Sadar dirinya salah orang, esok paginya Naydelin langsung mencari David dan mendapati sang tunangan ada di kamar sebelah dengan perempuan lain. Setelah itu paman Naydelin berniat menjodohkannya dengan pria asing yang ternyata adalah Jovarrel Paramayoga. Ketika Naydelin menolak, Jovarrel menawarinya perjanjian pranikah demi kepentingannya sendiri. Apakah itu? Jangan lupa koleksi kalau suka dengan cerita ini!
Buka▼
Bab

"Kepalaku pusing banget ...."

Naydelin berjalan dengan langkah sempoyongan dan mata yang memandang nyalang ke sekitarnya. Dia yakin bahwa dia telah sampai di hotel tempat dia dan tunangannya janjian untuk bertemu.

"David pasti sudah nunggu aku ..." racau Naydelin lagi dengan senyuman manis di wajahnya yang sudah memerah seperti sedang merasakan pergolakan hebat di dalam tubuhnya. Dia berusaha mempercepat langkah menuju salah satu kamar hotel yang telah disewa David spesial untuk mereka berdua.

Sementara itu di sebuah kamar yang luas, berdiri seorang pria muda bertubuh tinggi dan proporsional sedang menggenggam telepon selulernya di dekat telinga.

"... aku nggak tahu apa yang kamu rencanakan, tapi aku nyaman sama kamarnya," ucap Jovarrel, nama pria itu.

Tidak jauh dari dirinya berdiri, Naydelin nyelonong masuk dan tiba-tiba menutup pintu dengan suara yang cukup keras hingga membuat Jovarrel merasa terkejut dan menoleh tepat ketika Naydelin baru saja menghilang dari balik pintu kamar mandi.

"Siapa tadi yang masuk?" gumam Jovarrel dalam hatinya. "Sandy?"

Seingat Jovarrel, asisten kepercayaannya itu tidak akan berani sembarangan memasuki kamarnya tanpa izin.

Di dalam kamar mandi, Naydelin memandang pantulan wajahnya sendiri di cermin dan berkeinginan untuk mencuci muka supaya lebih segar sedikit. Tidak lupa dia merapikan rambutnya dengan jari-jari tangan supaya tampilannya lebih enak dilihat ketika David menatapnya.

"Aku sudah cantik kok ..." Naydelin terkikik geli sendiri membayangkan bahwa sebentar lagi dia dan David akan menghabiskan malam yang sangat istimewa di sana. Setelah menepuk-nepuk kedua pipinya yang memerah, Naydelin berbalik dan melangkah keluar dari kamar mandi.

Betapa kagetnya dia ketika Jovarrel sudah berdiri di depan pintu dengan raut wajah yang begitu dingin.

"Ngapain kamu di sini?" gertak Jovarrel tidak ramah. "Kamu ini siapa?"

Naydelin termangu dan tidak menjawab, dia justru heran kenapa pria yang ada di hadapannya itu tidak bersikap manis seperti David yang dia kenal.

"Cepat keluar sekarang," suruh Jovarrel tegas karena dia merasa tidak mengenal wanita di depannya ini meskipun dia cantik luar biasa. "Keluar!"

Naydelin terlonjak sedikit, tapi wajahnya terlihat linglung menanggapi pengusiran yang dia terima.

"Kamu mengerti bahasa manusia tidak sih?" tegur Jovarrel lagi, dia semakin sebal ketika melihat Naydelin yang terus berdiri di depannya tanpa merespons ucapannya sama sekali.

"Benar-benar ..." Jovarrel baru mau melanjutkan omelannya ketika Naydelin oleng dan tahu-tahu pingsan di hadapannya begitu saja.

"Sandy, yang benar saja!"

Jovarrel meraih ponsel dan meluapkan kekesalannya kepada sang asisten.

"Maaf, ada apa ya Pak?" tanya Sandy dengan suara yang terdengar waspada bercampur penasaran.

"Siapa yang suruh perempuan ini datang ke kamarku?" tanya Jovarrel tajam. "Aku nggak pernah minta sama kamu buat memesan perempuan sembarangan!"

"Maaf, Pak! Saya memang berencana untuk mencari perempuan high class untuk Anda, tapi sampai sekarang saya belum menemukan perempuan yang tepat ..." sahut Sandy terbata-bata.

"Belum menemukan ...?" ulang Jovarrel dengan kening berkerut, untuk sejenak tatapannya jatuh kepada Naydelin yang terbaring pingsan di tempat tidurnya. "Terus dia siapa?"

"Maaf, Pak. Siapa yang Anda maksud?" tanya Sandy hati-hati.

"Bukan apa-apa," jawab Jovarrel tegas. "Aku nggak mau perempuan, sebaiknya jangan kirim siapapun ke kamarku malam ini. Kamu mengerti?"

"Baik, Pak. Saya mengerti," sahut Sandy dan Jovarrel segera memutus sambungan mereka.

Ketika dia menoleh, dilihatnya Naydelin tengah menggeliat dan kemudian bangun perlahan dari posisinya semula.

"Kamu ini sebenarnya siapa sih?" tanya Jovarrel dengan nada menyelidik. "Sekarang cepat keluar dari kamar aku karena aku tidak mau ...."

"Panassss ..." lirih Naydelin dengan bibir merah dan sedikit basah di permukaannya.

Jovarrel menggeleng pelan sambil memalingkan wajahnya. Dia pikir kalau perempuan itu mulai sadarkan diri, tapi ketika dia menoleh lagi, dilihatnya Naydelin tengah menanggalkan pakaiannya satu per satu.

"Sial," umpat Jovarrel sambil meletakkan ponselnya. "Kamu ini ngapain sih?"

Naydelin merayap turun dan mendekat ke arah Jovarrel.

"Kamu sudah menunggu lama ya, Dav?" tanya Naydelin dengan suara menggoda, perlahan dia memutari tubuh tegap Jovarrel sambil tersenyum nakal.

Aroma harum saat Naydelin berjalan melewatinya seketika menerbitkan hasrat di dalam diri pria itu.

"Apa yang mau kamu berikan sama aku malam ini, Baby?" tanya Naydelin dengan suara merdu merayu. Pandangannya sudah benar-benar tampak kabur sekarang, ditambah kepalanya yang berat kini mulai miring ke satu sisi hingga membuat leher jenjangnya tersibak.

"Pakai bajumu, cepat! Setelah itu pergi ...."

Mulut Jovarrel terbungkam seketika saat bibir ranum Naydelin menembaknya.

"Jangan lama-lama," bisik Naydelin manja di telinga itu, hingga membuat bulu-bulu di tengkuk Jovarrel bangkit berdiri.

"Kamu ini siapa sih sebenarnya?" tanya Jovarrel untuk kesekian kalinya ketika Naydelin melepas tautan bibir mereka. Dia menelan salivanya ketika menyaksikan pemandangan surga yang terhampar nyata tepat di depan mata kepalanya.

Kemolekan yang dimiliki Naydelin tak urung membuat Jovarrel tidak bisa lagi membendung hasrat duniawinya meskipun dia tidak mengenal siapa perempuan yang tiba-tiba muncul dengan begitu ajaib di kamarnya.

"Masa bodoh dia muncul dari mana," kata Jovarrel di dalam hatinya. "Dia sendiri yang datang ke sarang harimau kelaparan ...."

Jovarrel sengaja bersikap kalem dan membiarkan Naydelin yang unjuk kebolehan dengan mencumbunya berkali-kali, memeluknya begitu erat, dan meraba-raba wajahnya seakan ingin memastikan sendiri bahwa pria di hadapannya ini benar-benar nyata dan bukan sekadar imajinasi belaka.

"Siapa namamu?" tanya Jovarrel ketika Naydelin membenamkan wajah di dadanya yang bidang. "Dari tadi aku belum tahu."

Naydelin mendongakkan wajahnya dan menatap mata Jovarrel dengan begitu dalam.

"Nay ... biasanya juga kamu panggil aku begitu ..." sahut Naydelin lirih, jemarinya berselancar lembut di rahang tegas milik Jovarrel dan menggelitik bagian belakang telinganya.

"Cukup," tegas Jovarrel sambil mendorong Naydelin sedikit lebih keras dari keinginannya hingga membuat kepala perempuan itu sempat berkunang-kunang sebentar.

"Dav, ayo kita mulai ...?" Naydelin terus meracau ketika Jovarrel menggulungnya seperti ombak yang melahap sebongkah karang di lautan luas. Dia tidak peduli siapa sesungguhnya pria yang sedang berbagi kehangatan dengannya kini.

Sama seperti Jovarrel yang juga tidak peduli dengan nama pria lain yang tercetus keluar dari bibir ranum memerah milik Naydelin.

Waktu seolah berjalan lambat, peluh mengiringi keduanya yang sudah saling membelit dan berkejaran dengan irama penuh gejolak yang membutakan logika.

Seperti nelayan yang kehilangan arah, Jovarrel mendayung bagian mana saja yang dia kehendaki, begitupun Naydelin yang mampu menjadi lawan yang seimbang untuk harimau yang mengaum kelaparan di dekatnya.

Hingga pada akhirnya bom itu meledak dan membuat Naydelin seakan terlempar di tempat yang paling indah bersama pria asing yang kini mendekapnya erat.

Bersambung –