PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Bukan Pernikahan Impian

Bukan Pernikahan Impian

Penulis:MariaGusti

Berlangsung

Pengantar
Widi Lestari Mukthi tidak pernah mencintai Ivander Delmar Herlambang dan memusatkan dirinya hanya mencintai satu pria, hanya Marthin Hans sang pujaan hatinya. Widi pun terpaksa harus menikahi Ivander atas desakkan kedua orang tuanya. Sedangkan Ivander mempunyai maksud tertentu menikah dengan Widi Lestari. Cinta tidak harus saling memiliki, begitulah yang tengah dirasakan Widi karena tidak mampu mempertahankan kisah cintanya bersama Marthin. Lantas, pernikahan apa yang Widi rasakan? Pernikahannya dengan Ivan sama sekali bukanlah pernikahan impian sejak lama ia inginkan. Mampukah Widi menjalani rumah tangga yang tidak didasari cinta, ketulusan dan perasaan saling memberi? Atau Widi berusaha mengakhiri rumah tangganya? Akankah cinta tumbuh di antara mereka? Bisakah Widi dan Ivan saling merengkuh satu sama lain?
Buka▼
Bab

Widi Lestari tengah menyenderkan kepalanya di pundak pria itu, ia tampak tersenyum bahagia sambil mengusap lembut lengan pria yang sedang mengusap lembut rambut panjang nan hitam milik wanita tersebut.

"Memangnya, kau tidak mau menikah denganku?" tanya Widi memasang wajah penuh senyum terbaiknya.

"Tentu mau dong, kau wanita tercantik dan terbaik yang pernah aku kenal selama hidupku." Pria bernama Marthin Hans mencium puncak kepala Widi dengan penuh kasih sayang.

Widi tersenyum sambil memasang wajah merona merah, "Kapan?"

"Secepatnya."

"Aku mau pernikahan yang mewah, memiliki taburan bunga mawar putih dan gaun pengantinku berwarna putih," ucap Widi tersenyum.

"Baiklah, kami pikirkan dari sekarang konsep pernikahannya."

"Usiamu sebentar lagi akan memasuki angka 23 tahun dan aku sebentar lagi berusia 21 tahun."

"Wid ... usiamu masih 20 dan aku masih 22, jangan terlalu memikirkan terlalu cepat untuk semuanya. Ya?!"

Widi pun terdiam.

Widi Lestari Mukthi, wanita berumur 20 tahun bertubuh mungil itu begitu mencintai Marthin sang kekasih dengan cinta berlebihan. Baginya, Marthin pria yang paling memahami dan mengerti ia baik dalam suka mau pun duka.

Mereka telah berhubungan selama 5 tahun, ketika itu pertemuan mereka di sekolah. Marthin menjabat ketua osis di sekolah. Sering melakukan pertemuan, saling berbagi, memiliki perasaan yang sama berujung jatuh cinta hingga mereka memutuskan berpacaran.

Kesetiaan cinta mereka memang tidak pernah diragukan. Hingga tercetusnya keinginan mereka untuk segera menikah seiring berjalannya usia mereka yang memasuki kepala 2. Usia yang cukup di katakan angka matang dalam berumah tangga.

Setelah perbincangan itu, mereka pun pulang dari kencan terbaik mereka. Motor Marthin telah berhenti di pintu gerbang menjulang tinggi berwarna hitam tersebut.

"Marthin, hati-hati ya? Aku mencintaimu," ucap Widi.

Marthin melirik sekitaran halaman rumah Widi.

"Sepertinya rumahmu sedang banyak tamu. Kau tahu siapa?"

"Tidak, kita 'kan bersama?"

Marthin tertawa sambil menggeleng.

"Baiklah, aku akan masuk. Kau berhati-hatilah," ucap Widi dan melambaikan tangan.

Marthin menstaterkan motornya dan berlalu dari rumah Widi dengan kecepatan lumayan. Widi memandangi pria itu dengan pandangan kosong.

Perasaannya mulai tidak enak, mengingat mobil mewah terparkir di depan rumah mereka bahkan jumlahnya ada beberapa mobil ber-merk. Perasaan yang dipenuhi penasaran membuat Widi melangkah hati-hati menuju rumah sesekali menatapi mobil yang terparkir.

Suara perbincangan itu semakin nyaring terdengar. Bahkan, tawa mereka semakin terdengar ramai. Keadaan rumah yang awalnya senyap kini berganti kemeriahan.

Widi menatap beberapa tamu sedang berbincang santai. Mama dan papa Widi juga tampak tertawa bahagia.

"Wina, Bram kalian tidak perlu kuatir tentang pernikahan Widi dan Ivan nanti. Semuanya akan kita berikan, semua fasilitas." Wanita berambut ikal tersebut tersenyu sumringah.

"Ma ... Pa ...," ucap Widi karena mendengar namanya dengan pria entah siapa.

Semua mata tertuju pada Widi, tatapan penyambutan yang hangat. Wanita berambut ikal mama dari pria bernama Ivander. Nyonya Indah dan pria yang tampak belum begitu menua tersebut ialah Kendra, papa Ivander.

"Anakku ... Widi," ucap Wina lembut.

"Ma, bisa jelaskan ini semua ada apa?"

"Langsung saja, tidak perlu basa basi. Kami akan menikahkan kamu dengan putra tunggal dari keluarga Herlambang. Namanya Ivander Dalmer Herlambang, ia tidak sempat datang hari ini. Ia akan tiba subuh nanti dari New York." Bram langsung to the point.

"A-apa? Ma ... Pa ... kalian serius?" Widi masih melototkan pandangannya, kaget.

"Iya, kami sudah memutuskan tanggal pernikahanmu dengan Ivan. Kamu harus segera bersiap."

"Tidak!" Widi menolak pernikahan itu.

"Widi! Suara kamu!" Wina berseru dengan tatapan sinis.

"Aku tidak akan menikah dengan Ivon, Ivan, Ivin atau siapalah namanya. Aku dan dia tidak saling kenal. Aku memiliki kekasih, dia sudah berjanji akan menikahiku. Aku tidak akan mau!"

"Tidak bisa ditolak! Maui dan akah kami gelar pernikahan secepatnya."

"Aku tidak bisa membayangkan betapa buruknya kalian, menikahkan anak yang sama sekali tidak pernah bertemu dan berkehendak seperti yang kalian mau!" Widi menegaskan tiap kata yang ia ungkapkan.

"Widi!!!" Bentak Bram marah.

"Sayang, kecilkan suara kamu." Wina berkata.

Widi menatap kedua orangtua pria itu sinis, karena mereka mungkin penyebab desakkan ini. Widi pun memutuskan untuk pergi meninggalkan mereka. Ia merasa kecewa dan teramat marah atas keputusan sepihak ini.

Sungguh ironis.

Wina menatap Indah dan Kendra bergantian, memberikan senyum khas.

"M-maafkan anak kami ... tapi, kami akan membujuknya hingga memaui pernikahannya dengan Ivander terlaksana." Wina berusaha menghangatkan keadaan.

"Widi memang seperti itu, ia memang keras kepala. Namun, bukan sikap menolaknya yang terpenting. Yang terpenting, kami sangat siap menikahkan Widi."

"Kuharap, Widi akan mengerti suatu saat tentang pernikahan perjodohan itu tidak seburuk menurut pemikirannya," ucap Indah tersenyum sumringah.

"Seperti kami," timpal Kendra.

Mereka yang berada di ruang tamu itu tertawa berbahak. Lalu, menyeruput minuman teh hangat yang telah tersuguh tersebut.

Widi menjatuhkan tubuh di kasur, ia memukuli kasur kingsizenya. Bagaimana mungkin, kedua orangtua berpikiran Widi akan menyetujui pernikahan aneh itu?

Ia dan Ivan tidak saling kenal. Siapa dia? Begitu pun pria itu, dia tidak mengenal Widi dengan baik. Lagi pula, Widi memiliki Marthin. Ia hanya akan menikahi Marthin seorang, tidak akan ada yang bisa menggantikan Marthin di hati Widi.

Keputusan Widi sudah bulat, ia akan tetap menolak keras perjodohan sepihak. Tidak ada yang bisa mengubah keputusan akhir Widi. Kalau pun orangtuanya tetap memaksa untuk menikah ia akan melarikan diri bersama Marthin tanpa memikirkan persetujuan Wina dan Bram.

Karena kekecewaannya, Widi terbangun kesiangan. Ia membuka matanya, memendarkan pandangan ke sekitar dan pandangan utama langsung menatap Wina juga Bram yang entah sudah berapa lama duduk di tepi kasur.

Astaga!

"Nak, Widi ...," ucap Wina pelan dan serak.

"Ma! Widi itu punya kekasih, namanya Marthin."

Wina langsung membulatkan pandangannya, begitu pun Bram.

"Widi, jangan pernah menyebutkan nama Marthin lagi. Kamu harus terbiasa memanggil Ivan," ucap Bram nada santai. "Marthin itu, pria miskin Widi. Kamu tidak pantas untuknya," lanjut Bram.

"Aku tidak peduli!"

"Kamu harus bisa menaikkan harga diri keluargamu, Widi. Jangan membantah! Kamu harus ingat, kalau kamu menikah dengan Ivander anak konglomerat keluarga Herlambang semua orang akan menyeganimu. Camkan itu!" Bram semakin tegas.

"Papa hanya memikirkan tentang keegoisan Papa, tidak memikirkan bagaimana perasaanku. Bahagia atau tidak."

"Widi, tolong mengertilah ... ini yang terbaik buat keluarga kita," Wina menimpali.

"Tidak seperti ini, Ma. Kalian telah mengorbankan perasaanku. Ini bukanlah pernikahan impianku," ucap Widi menatap mereka bergantian dengan raut wajah penuh kenanaran.

"Marthin tidak pantas untukmu!" Bentak Bram.

"Hentikan!" Teriak Widi, marah.

"Widi! Ini peringatan terakhir untukmu. Jangan membantah lagi, dengan cara apa pun. Kamu harus menikah dengan Ivander Herlambang. Secepatnya!" Bram tampak menggertakkan gigi dengan keras, tatapan menahan emosi membuncah.

Widi menarik napas, tidak mampu menjawab. Baru kali ini, ia merasakan kemarahan Bram begitu menyeramkan. Ia mengembuskan napas dengan kasar, sebutir kristal terjatuh di pipinya. Ia tidak tahu harus menjawab apa sekarang.

Hatinya seolah membeku.

"Menikahlah dengan Ivan, Nak'," bujuk Wina.

Bram berdecak pinggang, "Wina, jangan membujuk anak yang tidak tahu diuntung. Kalau dia tidak mau mendengarkan kata-kata kita, mulai detik ini ia harus angkat kaki dari rumah ini. Kita akan menghapusnya dari daftar keluarga Mukthi," ucap Bram.

Seketika mata Widi melotot, tidak menyangka hingga mulutnya membentuk huruf O besar tanda kagetnya.

Hai kakak semuanya, aku masih baru banget nih di HotBuku. Mohon krisan kakak semuanya, maaf jika masih banyak kekurangan dari othor lebay ya. Trims.

Bersambung...