PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Tawanan CEO

Tawanan CEO

Penulis:Via15

Berlangsung

Pengantar
Shiren merupakan seorang gadis yang malang. Saat ayahnya baru saja meninggal, ibunya memberitahukan bahwa dirinya sudah dijual kepada seorang CEO muda yang memiliki sifat kasar, sombong dan dingin. Shiren tidak bisa menolak permintaan itu, karena ibunya mengancam akan menjual adik satu-satunya dan juga akan menjual rumah peninggalan ayahnya. Mampukah Shiren bertahan?
Buka▼
Bab

"Ayah ... jangan pergi Ayah ... jangan tinggalin Shiren. Shiren tidak bisa hidup tanpa Ayah. Bangun Ayah, bangun!"

Terdengar tangisan pilu di rumah sederhana itu. Seorang gadis meraung-raung meratapi kepergian ayahnya. Orang-orang yang ada di sana juga tidak luput dari kesedihan. Seakan-akan mereka juga merasakan kepedihan hati gadis cantik itu. Tamu yang datang ke rumah itu semua menangis. 

"Sudah, Nak Shiren, kau harus ikhlas melepas kepergian ayahmu. Supaya arwah ayahmu tenang meninggalkan kau di sini."

 Seorang ibu paruh baya memeluk gadis yang bernama Shiren itu. Dia berusaha menenangkan Shiren atas kepergian ayah tercintanya untuk selama-lamanya.

 

Ayah Shiren sehari-hari bekerja sebagai sopir bus antarkota. Shiren tidak pernah menyangka rem blong bus yang dibawa oleh ayahnya menyebabkan kecelakaan maut yang tidak dapat dihindari. Nyawa ayah Shiren tidak tertolong lagi. Ayah Shiren meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. 

Bagai disambar petir di siang bolong, Shiren sangat terkejut saat pihak kepolisian memberikan kabar bahwa ayahnya meninggal dalam kecelakaan. Shiren syok, dia sempat pingsan. 

Shiren ingat sehari sebelum ayahnya pergi ke luar kota, ayahnya seperti punya firasat aneh. Tiba-tiba ayahnya ingin berbicara empat mata dengan Shiren. Mereka duduk di teras rumah sederhana milik keluarga Shiren. 

"Nak, kalau Ayah nanti tiba-tiba pergi jauh dan tidak pernah kembali, Shiren harus tetap menjadi gadis kuat seperti sekarang ini, ya," ujar ayah Shiren dengan wajah sedih. 

"Ayah apa-apaan sih? Emang Ayah mau ke mana? Seperti mau pergi jauh aja, terus tidak pulang-pulang lagi. Shiren kan emang wanita kuat ayah. Ayah jangan kuatir ya. Shiren akan tetap jadi putri kebanggan ayah,"

jawab Shiren dengan wajah bingung mendengar kata-kata ayahnya. 

"Tidak Shiren, beberapa hari terakhir ini, perasaan Ayah tidak enak, Nak. Dan satu hal lagi yang harus kau ingat. Kau harus janji sama Ayah untuk tetap menjaga adikmu, Chintya. Bahagiakan dia ya, Shiren," pinta ayahnya lagi. 

"Iya, Yah, Shiren akan melakukan apa saja untuk kebahagiaan Chintya. Bahkan nyawa Shiren pun rela Shiren kasih, Yah. Ayah tenang aja ya. Shiren sangat menyayangi dan mencintai Chintya, Yah. Melebihi diri Shiren sendiri," janji Shiren pada ayahnya. 

Chintya merupakan adik Shiren satu-satunya. Shiren sangat mencintai Chintya walaupun mereka beda ibu. Ibu kandung Shiren meninggal sewaktu melahirkan Shiren. Ayahnya menikah lagi supaya ada yang menjaga Shiren pada saat ayahnya pergi bekerja. 

Chintya juga sayang sama Shiren. Dia akan melindungi Shiren jika ibu tiri Shiren menyiksa Shiren. 

Ibu tiri Shiren sangat kejam terhadap Shiren. Dia tidak segan-segan mencambuk Shiren pakai tali pinggang jika Shiren melakukan suatu kesalahan, walaupun itu hanya kesalahan kecil. 

Ayah Shiren yang bekerja ke luar kota dan kadang pulang hanya satu kali dalam dua minggu. Hal ini membuat ibu tiri Shiren makin leluasa menyiksa Shiren. Kadang Chintya memberikan badannya untuk melindungi Shiren karena dia tidak tega melihat kakaknya menangis menahan sakit. 

 Namun, jika ayah Shiren pulang ke rumah, ibu tirinya tidak akan berani menyiksa Shiren. Ayahnya tidak segan-segan membentak istri keduanya itu jika Shiren dimarahi di depan matanya. Shiren dan ayahnya juga sangat dekat, membuat ibu tirinya semakin membenci Shiren. Dia merasa kalau Shiren mengambil semua kasih sayang ayahnya. 

Shiren membayangkan kepergian ayahnya ini akan menjadi neraka bagi dirinya. Tidak ada lagi yang membela dia.

"Ayah ... Siapa lagi nanti yang bela Shiren jika ada yang menyakiti Shiren, Yah?" Shiren belum berhenti menangis. 

"Kak, udah ya. Chintya akan selalu ada untuk kakak. Kakak jangan terlalu sedih lagi. Kita melewatinya bareng-bareng ya kak. Kita harus kuat kak." Chintya memeluk tubuh kakaknya. Sedangkan ibu tirinya hanya diam, tidak ada yang tau apakah dia sedih atau tidak atas kepergian suaminya itu. 

Sepulang dari acara penguburan, tamu-tamu yang melayat pun akhirnya pulang. Sekarang tinggal Shiren, ibu tirinya dan Chintya yang berada di rumah. Ibu tiri Shiren memanggil Shiren. Mereka berdua duduk di ruang tamu yang memiliki kursi seadanya. 

"Ibu mau menikah lagi." Tanpa basa-basi ibu tiri Shiren langsung memberitahukan tujuannya memanggil Shiren. 

"Apa, Bu? Ibu mau menikah lagi? Belum sehari Ayah dikuburkan, Ibu sudah berancana untuk menikah?" Shiren tidak habis pikir tentang rencana ibu tirinya itu. 

"Iya, Ibu akan menikah. Emang kenapa? Ibu tidak tahan juga menjanda. Ibu butuh kasih sayang. Kau setuju atau tidak, Ibu tetap akan menikah. Lagian ibu tidak butuh persetujuanmu. Ibu sama laki-laki itu sudah lama berhubungan. Dan kebetulan sekarang Ayah kamu sudah meninggal. Jadi pas waktunya untuk kami meresmikan hubungan ini." Dengan rasa tidak bersalah ibu tiri Shiren mengungkapkan semua kata-kata itu. 

"Dan ada satu hal lagi yang mau Ibu sampaikan. Mulai besok kau akan dijemput seseorang untuk dijadikan istrinya." 

"Menikah dengan siapa, Bu? Shiren tidak mau. Shiren masih masih ingin melanjutkan kuliah Shiren, Bu. Shiren masih semester enam." Shiren terkejut. Shiren menolak permintaan itu. 

"Kau harus mau, Ibu sudah menjualmu untuk laki-laki itu. Uang yang dikasih ayahmu, tidak cukup untuk biaya makan kita, belum lagi biaya make up Ibu. Ibu tidak mau kalah dari teman-teman Ibu, dan yang akan menikahimu adalah seorang CEO muda, tapi dia memiliki sifat kasar, sombong dan dingin. Kau harus siap-siap disiksa oleh dia."

"Tidak Bu, pokoknya Shiren tidak mau!" Shiren kembali menolak permintaan ibunya. Dia berdiri bermaksud meninggalkan ibunya.

"Shiren dengar Ibu! Kalau kau tidak mau, Chintya yang akan Ibu jual, dan rumah peninggalan ayahmu ini juga akan Ibu jual. Kau pilih mana? Mengorbankan diri kamu untuk mereka atau membiarkan diri kamu bahagia tetapi melihat almarhum ayah kamu tidak tenang di atas sana dan melihat Chintya juga akan menderita? Ibu tidak main-main dengan perkataan ibu." Ancam ibunya yang membuat Shiren menghentikan langkah kakinya. 

"Chintya itu anak kandung Ibu. Dan rumah ini juga satu-satunya kenangan dari Ayah, Bu. Kenapa Ibu tega?" Shiren mulai menangis. 

"Utang Ibu terlalu banyak Shiren. Jika Ibu tidak segera bayar, maka Ibu yang akan dihabisi. Jadi daripada Ibu mati, lebih baik mengorbankan salah satu diantara kalian. Jadi malam ini kau harus menentukan pilihan. Besok pagi orang itu akan datang."

Shiren menangis dan berlari masuk ke kamarnya. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibunya. Shiren tidak mungkin mengorbankan Chintya untuk dirinya. Apalagi Shiren sudah berjanji dengan ayahnya untuk selalu membahagiakan Chintya.