PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Yang Terlupakan

Yang Terlupakan

Penulis:Natasya Drsye

Berlangsung

Pengantar
Mungkin kita semua pernah menjadi lilin untuk menerangi hidup orang lain. Sama seperti Diana yang menemani dari nol namun malah tersingkirkan karena hadirnya orang baru. Menyaksikan yang dicinta menikah memang tidaklah mudah. Berlapang dada ikhlas menerima juga perlu waktu lama. Bahkan, dirinya sempat mengurung diri berharap tak pernah lagi berjumpa. Namun, apalah daya jika takdir Tuhan berbeda? Setelah kurang lebih satu tahun ia kembali, datang melamar, meminta Diana untuk menjadi ibu penganti untuk anaknya.
Buka▼
Bab

Tubuh yang dibalut dengan kemeja biru toska itu masih saja memantung, pikirannya melayang. Kakinya tak bergeser sedikitpun dari pertama kali langkahnya terhenti. Bibir mengembuskan napas kesal penuh keputusasaan. Belaian angin yang memyapu poni rambutnya membuat ia tersadar akan banyaknya mata yang memandang.

“Astaga sudah berapa lama aku berdri di sini?” gumamnya beranjak kembali melangkah.

Diana memutuskan mencari kursi untuk sejenak duduk menenangkan diri. Kedua tangannya mengepal di atas meja sedangkan matanya terpejam. Kegundahan hatinya tak dapat lagi dibendung, sesak, bercampur dengan sakit yang kini ia rasakan membuat dirinya tidak tenang.

“Ya Tuhan, kenapa air matanya jatuh terus!” hardiknya pada diri sendiri.

Secepat mungkin kedua telapak tangannya bergantian mengelap cairan bening yang meleleh.

“Aku harus tegar, aku harus kuat!”

Kedua tangannya mengepal menyemangati diri yang nyaris kehilangan kekuatan. Pelan tapi pasti, kakinya mencoba melangkah kembali. Namun, lagi-lagi langkahnya terhenti. Kini pandangannya tertuju pada hiasan janur kuning sebagai pintu masuk untuk menemui dua orang yang tengah berbahagia di dalamnya.

“Janur kuning sudah melengkung,” lirihnya dengan wajah sendu.

Pertanda tak ada lagi kesempatan untuk bisa mendapatkan orang yang dicinta.

“Apa aku pulang saja ya,” lirih Diana menimang-nimang yang dikatakan.

Tak sanggup jika harus melihat orang yang dicinta duduk bersanding dengan jodohnya. Ini adalah tingkat patah hati yang paling tinggi. Diana memilih membalik badan, melangkahkan kaki pulang. Namun, langkahnya terhenti seseorang menahan lengannya dari belakang.

Spontan Diana menoleh, “Ibu!”

Cukup lama keduanya saling memandang satu sama lain. Wanita itu mencoba tersenyum walapun jelas terlihat senyum itu tampak dipaksakan. Ia juga tak tega melihat Diana yang meneteskan air mata.

“Kamu sudah lama di sini sayang, kenapa kok enggak masuk…”

Tangannya mencoba menghapus air mata yang mengalir di pipi Diana.

“I-ibu,…” Diana langsung mengamburkan dirinya dalam pelukan Amira.

Begitu juga dengan Amira yang langsung mengusap-usap bahu Diana menenangkan. Cukup lama keduanya berpelukan. Tentu saja Amira mengerti bagaimana perasaan Diana saat ini. Pasti sangatlah sakit.

“Sayang ayo masuk,…”

Diana mencoba melepas pelukannya. Ia mengelengkan kepala, menolaknya dengan lembut. Amira langsung meraih kedua tangannya dan mengenggamnya erat-erat.

“Kamu wanita kuat sayang, kamu pasti bisa!” serunya menyakinkan.

Diana menganggukkan kepala, memang beginilah kehidupan tak selamanya cinta harus memiliki. Ia harus bisa menghadapi cobaan ini agar merasa tak tertekan lagi.

“Iya Bu,” jawabnya setuju.

Amira tersenyum, sembari mengusap cairan bening yang menetes dari pelupuk matanya. Keduanya sama-sama berjalan melewati lengkungan janur kuning menemui Abimanyu yang tengah bersanding dengan seorang wanita yang sudah sah menjadi istrinya.

Para tamu undangan yang tak ada putusnya membuat Abimayu dengan istrinya kewalahan menyalami.

“Sebentar ya, Sayang,” ujar Amira melepaskan gengaman tangannya dan lebih dulu melangkah mendekati putranya.

Ia mendekatkan wajah dan berbisik memberitahu jika Diana berada di sini. Abimanyu langsung menoleh kea rah hadirnya Diana.

Wanita itu masih saja terlihat sama, tubuhnya yang lencir dalam balutan kebaya terlihat begitu indah. Cantinya yang natural membuatnya tampak seperti anak muda usia 18 tahunan. Biasanya ia selalu terlihat ceria, berbeda dengan kali ini.

Walapun bibirnya sudah mencoba untuk menarik senyum 3 cm ke kanan dan juga 3 cm ke kiri, wajah yang penuh kesedihan itu masih saja terlihat. Kini kali pertama Abimayu memandang wajah Diana yang diliputi kesedihan.

Flashback

Masih teringat jelas pertama kali Abimayu mengenal Diana. Waktu itu sepeda motornya yang blong dan menabrak sepeda ontel milik Diana. Dari sanalah keduannya akrab, saling bertemu dan menjalin asmara.

Bagi Abimanyu, Diana adalah wanita terhebat setelah ibu, sebab dari dirilah tempat Abimanyu mengandu semua masalah yang menimpanya. Ia sendiri tak pernah menyangka mengapa ia bisa melepaskan Diana dan memilih Dianendra.

“Abimanyu,” suara Diandendra yang mencoba menyadarkan diri dari lamunan.

Abimanyu masih saja mengenang masa-masa dulu bersama dengan Diana. Saat dirinya sakit dan dijenguk. Saat melihat kearaban Diana dengan ibunya dan masa-masa menyenangkan yang lain tiba-tiba saja terputar ulang di pikiran.

Memori-memori masalalu, di sebuah danau yang indah mereka bersama melepas canda tawa. Menari berdua diiringi alunan musik yang menyenangkan. Abimanyu terlena mengingat masalalunya.

“Abimanyu,” sapa Amira lembut.

Spontan Abimanyu tersadar dari lamunan. Wajahnya kembali lurus dan menatap Diana yang berjarak sekitar 10 langkah darinya. Kesedihannya masih saja terlihat, walapun wanita itu sudah cukup berat berusaha menerbitkan senyum pada lekung bibir miliknya.

Diana sendiri tak bisa membohongi hati. Bagimana mungkin orang yang sangat disayang, orang yang terus melibatkan dirinya dalam setiap permasalahan. Kini malah malah bersanding dengan wanita lain.

“Ya Tuhan, aku benar-benar tidak rela dengan semua ini,” bantinnya penuh kebencian.

Teringat jelas banyangan masalalu, di saat pertama kalinya Abimanyu mengajaknya berjanji untuk saling melengkapi. Janji yang manis namun nyatanya hanya tinggal omong kosong.

Dianendra tentu saja merasa risi sebab sendari tadi suaminya hanya melamun. Siapa wanita itu, mengapa bisa membuat suaminya menjadi bengong dan terlihat seperti orang bego?

“Sayang siapa wanita itu?” tanya Diendra mendesak meminta jawaban.

Abimanyu menoleh menatap sosok wanita yang sering kali melibatkannya dalam masalah, dan malah wanita inilah yang dipilih oleh Abimanyu untuk menjadi istrinya. Sebenarnya ia sadar jika Dianalah wanita yang selalu ada di saat dirinya berduka. Namun, entah mengapa ia sendiri malah memilih Dianendra.

“Ini tidak adil, bagimana mungkin aku yang telah banyak berkorban malah tersingkirkan!” batin Diana tak terima.

Matanya menatap lurus Abimanyu penuh dengan kebencian. Sedangkan kedua tangannya kini mengepal menahan marah. Mereka seolah-olah berkomunikasi dalam batin masing-masing.

“Maafkan aku Diana,” bantin Abimanyu turut merasakan kesedihan.

Beberapa minggu yang lalu dirinya mengajak Diana untuk makan malam. Setelah selesai makan, di situlah Abimanyu memutuskan hubungan mereka.

“Kamu wanita yang kuat, wanita yang bisa berdiri sendiri dengan kakimu. Kamu enggak butuh aku,” terangnya pada malam itu.

Saat itu, Diana hanya diam namun matanya tak bisa dibohongi jika dirinya memendam kesedihan.

“Aku akan segera menikah, … aku harap kamu datang,”

Bagai tersambar petir. Ia ingin meminta penjelasan mengapa Abimanyu meninggalkannya. Namun, bibirnya yang kelu tak bisa berkata apa-apa hingga Ambinyu pergi meinggalkannya.

Padahal sehebat-hebatnya wanita dia juga membutuhkan seorang pria. Diana ingat jelas, ia pulang dengan sempoyongan menelusuri jalan tak memerdulikan derasnya hujan. Setelah kejadian itu, ia sakit untuk bebrapa hari.

Diana memejamkan mata tak lama kembali membukanya. Diembuskan napas kasar dan dicomotnya minuman yang dibawa oleh pramusaji. Berharap setelah diteguknya minuman itu, semua rasa sakitnya sirna.

“Terima kasih sudah datang,” sapa Abimanyu lembut setelah sekian lama diam.

Tak membalas sambutan Abimanyu, Diana malah menyiramkan minuman di tangannya ke arah Dianendra. Sontak semua orang kaget, begitu juga dengan Amira. Kemudian Diana melangkah pergi tanpa merasa bersalah sama sekali.