PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Actor VS Author

Actor VS Author

Penulis:Cristhina

Berlangsung

Pengantar
Kisah tentang seorang penulis yang sangat polos, humoris,berhati lembut namun selalu sembrono dalam setiap langkah harinya. Dia sangat menikmati kehidupannya walaupun hanya tinggal sebatang kara, tinggal di sebuah kepulauan terpencil namun dengan spot destinasi lautan yang sangat mempesona. Sampai suatu ketika dia harus bergelut dengan dunia nyata, yang bukan hanya fantasi semata. Di suguhkan sebuah perkara oleh kedua temannya, menjadikan dia lebih dewasa, sebuah penipuan akan dirinya menjadi awal dimana dia bertemu dengan seorang lelaki kaya raya tapi seperti tak bernyawa. Mau tau cerita si penulis dengan segala intrik yang membelit kehidupannya? ayo ikutin alur cerita Actor VS Author.
Buka▼
Bab

Saat panorama mentari menelisik memasuki celah jendela sebuah ruangan, Zayyin menggeliat meregangkan seluruh tubuhnya yang terasa sangat kaku.

Barulah dia sadar, dirinya tertidur di depan layar komputer tabung dari peninggalan sang ayah, dan Zayyin menggunakannya sebagai modal utama untuk mengeksplor hobinya.

Apalagi saking sayangnya ia terhadap orang tuanya, Zayyin menjadikan komputer itu sebagai kenang-kenangan yang indah yang tidak mungkin dia sia-siakan.

Zayyin termasuk wanita yang cantik walau tubuhnya kecil dengan kaki yang pendek mungil berambut kriting panjang dan berbola mata kecoklatan.

Selain menulis, Zayyin suka memasak walau dia hanya memasak alakadarnya, tapi masakkannya selalu terasa sangat lezat dan istimewa.

Hanya isi kulkas yang seadanya yang bisa ia masak, karena penghasilan dia saat itu baru sekedar serabutan saja, seperti menerima ketik ulang, editing, dan mendapat jasa cetak undangan.

Dengan kemahiran dari jari lentiknya, Zayyin tidak pernah merasakan kesulitan dalam biaya kehidupannya sehari-hari, ada saja rizki yang mengalir datang memasuki rumahnya yang bisa ia syukuri.

Seperti biasa, di setiap kelebihan pasti kekurangan, Zayyin wanita yang pemalas, Sampah berserakan dimana-mana, baju bekas bergantungan bahkan di Railing tangga banyak minuman kaleng bekas yang sudah di remas jadi gepeng dan berbau amis saking lamanya.

Westaple yang penuh dengan cucian piring kotor dibiarkannya menumpuk, deretan buku dan banyak lagi novel best seller berserakkan dimana-mana, tapi Zayyin sangat menikmatinya.

Pagi itu, saat matanya mulai jelas memandang, Zayyin membuka gordeng ungu yang tergerai indah menutupi jendela kaca di depan komputernya.

Hal yang sudah menjadi aktifitas biasanya adalah melihat kalender dan jam wekker berbentuk ayam yang ditata di samping komputer miliknya.

"Plak! Plak! Plak!" Zayyin menepuk-nepuk jam wekkernya itu karena terlihat ada yang kurang dari detik putaran jam itu.

"Sial! Si kukuk mati lagi, waduh aku bisa-bisa kesiangan," ucapnya menggaruk kepala yang tak gatal.

Si kukuk adalah panggilan untuk jam wekker berbentuk ayam kesayangannya yang ia beli dari hasil tabungannya sendiri.

"Prang!"

Saking kesalnya, Zayyin melempar jam kesayangannya di atas sofa di tengah rumahnya.

"Krrriiiiiiiiiiiiinnngggggg!"

"Huft, kamu kukuk! kebiasaan kalau udah lempar baru teriak!" gerutunya sambil menyelendangkan handuk di atas pundaknya.

Zayyin berjalan dengan mengenakan sandal rumahan berbentuk boneka dengan ukuran yang cukup besar menghangatkan seluruh kakinya.

Belum lama lagi setelah dia menenggak air putih hangat, lalu Zayyin memasuki kamar mandi dan menatap wajahnya di balik cermin jambannya.

Dengan santai Zayyin menggosok giginya, sambil sumringah menyambut indahnya sang mentari.

"Duuu... Du, Du...!"

Sambil bersiul dan bernyanyi, Zayyin menyisir rambutnya dan mengikat menyamping menjadi lebih rapi dan elegant.

"Okai, aku berangkat dulu ya Yah, ibu! Doakan aku!" Zayyin mencium bingkai foto dengan potret dirinya dan kedua orang tuanya.

Seperti orang gila, dia berbicara sendiri, kadang tersenyum dan menangis sendiri.

Saat mentari mulai tepat ada di atas ubun-ubun Zayyin, dia dengan ikhlas mengayuhkan kakinya memakai high hells hitam untuk memberi kesan tinggi pada tubuhnya, disertakan rok span pendek, kemeja putih dan alas blazer mocca Zayyin terlihat sempurna.

Zayyin memasuki sebuah gedung produksi untuk mempromosikan novel buatannya.

Tapi, belum lama Zayyin di dalam ruangan itu,

"Plak!" satu bundle kertas dengan untaian kata hasil karya Zayyin di lempar begitu saja di atas meja bundar tempat penerimaan tamu.

"Naskah apaan ini? aluranya berantakan, kata-katanya rancu, dan ceritanya tidak bagus. Ambil sana! seperti sampah saja, Ini hanya buang-buang waktu saya," decak seorang perempuan paruh baya yang sangat garang, dengan pakaian modis serba rapi, dan polesan make up tebal menutupi kerutan di wajahnya, membuat dia terlihat awet muda.

Saat itu juga, Zayyin keluar dari gedung perkantoran yang menjulang tinggi itu dengan tertatih melangkah gontai, perasaan Zayyin sangat hancur.

Penolakkan itu terus terngiang-ngiang ditelinga Zayyin.

Wajahnya kini berubah pucat pasi, matanya menatap nanar pada langit yang menyengat sangat terik.

Zayyin menelan air liurnya menahan kedongkolan di hatinya, dan menahan rasa haus yang meradang di tenggorokannya.

Gadis berbadan mungil itu mulai kehilangan semangat dan melangkah menelusuri jalan di samping trotoar.

Beberapa menit Zayyin berdiri di depan gedung sebelum dia berjalan meninggalkan gedung itu, Zayyin menghela nafas sesaknya sambil menggerutu.

"Lihat aja! suatu hari nanti aku akan beli gedung ini dengan semua hasil karyaku, aku juga akan beli mulut nenek sihir itu untuk sekedar aku comot dan pelintir," Pekik Zayyin dengan emosi yang menggebu. "Uh, gemas!" lanjutnya kesal.

Saat itu perasaannya sangat hancur, semua harapannya pupus sirna sesaat.

Berjalan sampai penghujung kota, Zayyin bertahan melangkah sedikit demi sedikit berniat mengirit pengeluaran dari dompetnya, membuat kakinya lecet dan lumayan membengkak, hingga akhirnya dia membuka high hells yang ia kenakan lalu menentengnya bersamaan dengan bundle kertas hasil karyanya di hapit di bagian ketiaknya.

Dan akhirnya di ujung jalan terlihatlah atap rumahnya yang masih tegap kokoh namun kusam, hanya rumah peninggalan ayah dan ibunya yang kini ia punya.

Rumah dengan posisi menghadap kehamparan luas lautan dengan jendela kaca yang banyak dan hampir semua berukuran besar menjadikan pemandangan indah pasir berwarna merah muda terlihat gamblang cocok untuk bahan inspirasinya dalam menulis.

Sebuah pantai terkenal dengan nama Pink Beach Lombok, kepulauan lombok dengan khasnya ketika deru ombak menyapu pinggiran pantai, maka pasir putih berubah menjadi merah muda yang sangat indah, jelas warna itu rata-rata di sukai para wanita dengan kesejukannya saat pagi tiba.

Pantai yang merupakan salah satu dari tujuh pantai di dunia yang memiliki warna pink, dan di indonesia hanya ada dua tempat dengan pasir yang berwarna pink berbeda dari lautan yang lainnya.

Rumah minimalis yang sedikit terpencil jauh dari keramaian kota, dengan model yang sederhana dengan dua tingkat ruangan atas, dengan gaya interior design krya sang Ayah rumah mungil itu bukan cuma bisa terlihat cantik, tetapi bahkan memiliki kesan mewah dan elegan, di sanalah Zayyin dilahirkan dan di besarkan hingga dia menjadi remaja seperti ini.

Di usianya yang menginjak 17 tahun, orang tuanya meninggalkan Zayyin, beriringan lewat satu bulan Zayyin terus berduka jauh dari sanak saudara.

Hanya dua temannya, yang selalu setia datang dan pergi menemani Zayyin dalam hari-harinya hingga Zayyin dapat bangkit kembali walau hatinya tetap hampa.

Dua pasang tangan melambai dari ujung jalan samping rumahnya, terlihat Romi dan Cello sudah menunggunya dengan semangat sekali.

"Woy! Zay, cepetan lari! kami kepanasan ni!"

Udara yang menyengat dengan mentari siang hari membuat kaki Zayyin terbakar dan sedikit berlari karena ingin segera menghampiri kedua kawannya.

"Romi, Cello, kalian sudah lama?" teriak Zayyin menenteng high hells dan bundle kertas berbalut amplop cokelat.

"Gak lihat wajah kita udah merah kaya kepiting sedang dipanggang? Buruan deh! kita makan bareng lapar nih," mereka berteriak saling bersahutan.

Saat lelah membalut tubuh Zayyin, dia terengah dihadapan dua kawannya, tangannya bertumpu pada dua lutut kaki sembari menganga kecapean.

"Dari mana kamu Zay? tampang kamu kacau sekali?" Romi sedikit menertawakan Zayyin dengan sedikit ocehan.

"Uhhhh, kamu nyebelin banget bukannya bantuin bawa sepatuku ini nih, sama naskah aku, awas rusak!" Pekiknya kejam.

***

Akankah cerita Zayyin membaik? atau semakin memburuk? Terus ikuti alur cerita Actor VS Author.

Jangan lupa hentakkan jari jemari lentik kalian para readers untuk subcribe, dan riview seseru mungkin untuk meghebohkan autor ya!