PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Cinta Dalam Impian

Cinta Dalam Impian

Penulis:eni nurwa

Berlangsung

Pengantar
Aku Syfa Khairunnisa. Seorang wanita biasa yang mengenal syariat dan sunnah hanya sekedar saja. Semuanya berubah saat aku mengenal Ustadz Al. Dia adalah seorang da'i muda yang telah sukses mencuri hatiku lewat semua ceramahnya, dan juga tentu saja didukung oleh wajahnya yang tampan rupawan beraura Syurga. Hal ini juga membuatku nekat menetapkan Ustadz Al sebagai calon imam masa depanku kelak. Tentu saja, untuk mewujudkan impian itu tidaklah mudah. Ada sebuah tembok benteng besar yang menghalangi niatku untuk berumah tangga dengannya, yaitu Ustadz Al hanya bisa kulihat dari layar kaca. Yah, aku ingin menikah dengan seseorang yang belum pernah kutemui sebelumnya, tapi bukankah jodoh tidak harus melewati proses itu? Ternyata Sang Maha Kuasa meridhoi niatku. Aku diberi kesempatan untuk menatap langsung wajah tampan Ustadz Al, bahkan akan mendapat bonus umroh jika bisa memenuhi syarat yang telah ditentukan. Syarat itu adalah harus bisaa menghafal kitab suci Alquran sebelum dia datang sekitar tiga bulan lagi. Apakah aku sangup dan bisa mewujudkan impian yang kurencanakan untuk pergi umroh bersama Ustadz tampan itu?
Buka▼
Bab

Aktivitas apa yang biasanya kamu lakukan setiap Ahad pagi? Minum kopi sambil bersantai menikmati hari libur, lari pagi keliling komplek sambil cuci mata, atau masih belum beranjak dari kasur karna tadi malam begadang nonton drama. Memang banyak sekali pilihan yang bisa dilakukan untuk menikmati awal hari di akhir pekan ini.

Bagaimana denganku? Aku? Hahaha … jadi babu di hari libur. Tidak ada waktu untuk bersantai, lari pagi, atau tiduran sampai siang di dalam catatan jadwal liburanku yang baru di buat satu bulan yang lalu.

Semua pekerjaan rumah yang di perintahkan umi harus tuntas dikerjakan sebelum pukul Sembilan pagi. Eh, jangan berpikir umi itu ibu tiri yang jahat, ya. Umi adalah wanita paling baik yang sudah melahirkanku, tidak pernah sekalipun aku dimarahi secara berlebihan, hanya omelan biasa seperti para ibu lain di luar sana. Lagipula semua pekerjaan ini hanya menjadi tugas rutinku setiap hari Ahad saja, sebagai pelatihan dan pembelajaran agar kelak bisa menjadi istri yang rajin dan sholeha.

Kenapa semuanya harus selesai sebelum pukul Sembilan pagi? Itu karna ada jadwal yang sangat penting yang tidak boleh tertunda walaupun hanya sebentar.

''Assalamualaikum, Syfa,'' sapa Aini menghampiriku yang sedang menyapu halaman. ''Aku datang membawa paket cadar pesananmu, tadi dipaksa mama untuk segera di antarkan. Padahal kan ini hari libur, aku juga ingin bersantai menikmati hidupku yang tidak bahagia ini,'' tambahnya dengan wajah kasihan. Aku sudah tahu wajah itu, sahabatku ini memang ratu drama.

''Waalaikumsalam, Ai. Maaf jika paket ini membuatmu tidak bisa menikmati kesengsaraan hari liburmu itu,'' ucapku tidak kalah drama yang juga memasang wajah kasihan.

''Iya, apalagi kesengsaraan ini bertambah saat melihat wajahmu. Apa tidak cukup kita sudah bertemu selama hari di tempat kerja? Huhuhu …''

Andai saja dia bukan sahabatku dari kecil, pasti dia sudah kuhempas sampai ke bulan sana. Sikapnya kadang membuat darah tinggiku naik.

''Tapi, kenapa kamu tiba-tiba pesan cadar? Sudah insyaf? Ingin jadi seperti Ustadzah, atau jangan-jangan … disuruh calon suami?'' tanya Aini bertubi, wajahnya sekarang kelihatan lebih serius.

''Calon suami?'' Aku senyum sendiri mendengar kalimat itu.

''Kenapa senyummu seperti itu? Hentikan sekarang, wajahmu terlihat aneh.'' Orang ini tidak hentinya membuatku kesal.

''Iya, calon imamku yang sholeh nan tampan dan beraura syurga yang menyuruh untuk menggunakannya. Bagaimana? Kamu sudah puas dengan jawabanku?''

''Mana ada laki-laki seperti itu berkelana di bumi zaman sekarang, yang seperti itu sudah laku dan mulai punah.''

''Tentu saja masih ada, aku sudah menemukannya,'' jawabku dengan wajah serius penuh keyakinan.

''Syfa, programnya sudah mau dimulai!'' teriak umi dari dalam rumah.

''Iya Umi!'' jawabku bersemangat. ''Ayo, Ai kita ke dalam dulu. Kita nikmati hari libur ini berdua dengan minum kopi sambil baca Koran.''

''Ah, aktivitas pagimu seperti kakek tua yang sudah pensiun. Aku pulang saja,'' tolaknya kemudian pergi pulang.

Syukurlah akhirnya dia pulang juga, taktik ajakan ala kakek tua tadi sukses mengusirnya dengan cara halus. Aini memang selalu menolak jika diajak minum kopi di pagi hari, jawabannya selalu sama, yaitu seperti kakek tua. Padahal banyak di luar sana anak muda yang juga melakukannya, dia memang sangat aneh.

Maafkan aku Ai, ada jadwal yang sangat penting yang tidak boleh di ganggu oleh siapapun saat ini. Termasuk kamu, sahabatku.

Dengan semangat penuh aku langsung masuk ke rumah dan langsung menuju ruang keluarga yang seketika beralih fungsi menjadi ruang pribadiku saat ahad pagi. Ya, ruangan ini adalah tempatku mengadakan pertemuan penting itu.

Kusandarkan punggung ke sofa, mencoba mengatur posisi duduk senyaman mungkin, agar semuanya bisa berjalan khidmat, nyaman, dan lancar tentunya.

''Assalamualaikum waahmatullahi wabarakatuh!.''

''Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,'' jawabku penuh semangat seperti biasanya.

''Syfa! Siapa yang datang?'' tanya umi yang baru saja muncul dari dapur.

''Tidak ada, Umi,'' jawabku singkat sambil terus fokus pada layar kaca besar di depanku.

''Jadi, tadi kamu jawab salam dari siapa?

''Ustadz Al, Umi.''

''Kenapa kamu sampai menjawabnya sekencang itu? Ustadz itu juga tidak akan bisa mendengar suaramu itu.''

''Tentu bisa, Umi. Aku sudah meminta malaikat menyampaikan jawaban salamku tadi pada Ustadz Al,'' jawabku yakin dengan mata yang masih terfokus melihat layar tempat Ustadz Al sedang menyampaikan tausiahnya.

''Jangan ngawur, tidak ada malaikat yang akan mau menuruti permintaan anehmu itu,'' ujar umi sambil berlalu meninggakanku.

Fokus penuh kembali kuarahkan pada layar kaca besar di depanku. Ya, inilah jadwal penting yang tadi kuceritakan, yaitu saat dimana aku bisa menonton program televisi favorit setiap Ahad pagi.

Bagaimana tidak? Program ini sudah berhasil mengubah cara dan pola pikirku selama ini. Sebenarnya ini bukan tentang programnya saja, yang lebih utama dikarenakan Ustadz pengisi acara disana. Dia adalah Ustadz Alhaq Zaydan Hidayat, yang merupakan salah satu da'i muda pendatang baru di dunia dakwah.

Ustadz Al, begitulah para jamaah biasa memanggil namanya. Seorang lulusan S2 salah satu Universitas ternama di Kairo. Suaranya yang lembut tetapi tidak meninggalkan wibawanya sebagai seorang pendakwah merupakan ciri khasnya. Pembawaan materi ceramah yang selalu dikemas dengan bahasa ringan, membuat tausiah yang disampaikan mudah dipahami oleh semua kalangan. Ditambah lagi anugrah Sang Mahakuasa padanya berupa wajah nan tampan rupawan, yang tentu saja menjadi nilai tambah tersendiri dimata para jamaah wanita muda, termasuk diriku.

Sosok yang begitu berkharisma penuh pesona itulah yang membuatku memilihnya sebagai calon imam masa depan, semenjak satu bulan yang lalu. Impian ini sudah kutetapkan menjadi prioritas utama dalam menentukan rencana masa depan berumah tangga, walaupun tentu saja akan banyak sekali kutemukan kendala dalam mewujudkannya.

Kenapa hanya aku yang terkendala? Ya, karna hanya aku saja yang mempunyai impian ini. Hanya aku saja yang seenaknya membuat keputusan tanpa diketahui oleh yang bersangkutan.

Semua ini hanya impian sepihak dari seorang wanita yang berharap pada seorang laki-laki sempurna yang belum pernah bertemu secara langsung. Ya, selama ini aku hanya bisa melihat Ustadz Al dari layar kaca.

Mungkin aku hanyalah satu dari ribuan wanita di luar sana yang mempunyai impian yang sama kepada Ustadz Al. Maksudku, muslimah mana yang tidak menginginkan seorang imam sholeh nan tampan berkharisma yang beraura syurga sepertinya?

Bermodalkan tekad sekuat baja yang kupunya saat ini, dan sedikit info yang menambah keyakinan bahwa Ustadz Al juga belum mempunyai makmum pribadi, serta tentu saja munajat doa kepada Sang Pemilik Hati ikhtiar apapun akan kulakukan untuk mewujudkan impian yang menembus batas logika ini. Pasti akan ada jalan menuju rumah aku, Ustadz Al, dan beberapa anak kami kelak.