Awal musim semi, di Kota Jakarta.
Di Hotel Emperor’s berbintang lima, di dalam kamar VVIP……
Wangi menyebar di udara, dan muncul suara desahan yang menggoda.
Di bawah cahaya lampu yang lembut, sobekkan gaun pengantin merah muda dibuang ke atas, dengan pelan jatuh menutupi lampu meja, dan membuat cahaya di dalam kamar menjadi remang.
“Freya…..” Axton Santoso memanggil nama ‘Freya’ dari lubuk hati yang terdalam.
Air mata Clariss Andika mengalir keluar, dan dia mengepalkan kedua tangannya.
……
Jam lima subuh, Clariss Andika terbangun, ponselnya berbunyi dan ada pesan singkat yang masuk, isinya adalah sebuah simbol menunggu.
Clariss Andika bergegas turun dari kasur, dengan cepat dia mengambil pakaiannya di lantai dan mengenakannya.
Clariss Andika menoleh, dengan bantuan cahaya yang redup, Clariss Andika melihat Axton Santoso yang sedang tidur pulas di atas kasur.
Di bawah pantulan cahaya lampu, raut wajah Axton Santoso yang sempurna terlihat sangat tampan, dia tidur menyamping dan badannya diselimuti oleh selimut yang tipis, seperti sebuah lukisan yang indah.
Clariss Andika menarik napas dalam-dalam, tidak memikirkannya lagi, dan dia berjalan dengan perlahan ke arah pintu.
Begitu membuka pintu, ada seorang wanita yang memakai kacamata hitam dan masker di luar.
“Sudahkah?” Wanita itu bertanya dengan cemas.
Clariss Andika mengangguk, dan tangannya menunjukkan tanda OK.
Wanita itu melepaskan masker, wajahnya sama persis dengan Clariss Andika yang berdiri di depan pintu, sulit untuk membedakannya.
Yang terlihat berbeda dari mereka adalah tatapan mata mereka, yang satu terlihat sombong, yang satunya lagi mempunyai sifat yang tidak ingin mengalah dan keras kepala.
“Ayah sudah membayarkan biaya rumah sakit, kamu cepat pergi jenguk Ibumu, operasinya mungkin sudah selesai.”
Mendengarnya, Clariss Andika sedikit ragu, kemudian dia melangkah keluar.
Wanita itu meletakkan kacamata hitam dan masker di tangan Clariss Andika, dia menyuruh Clariss Andika untuk bergegas pergi, kemudian dia membalikkan badan masuk ke kamar dan menutup pintu……
Melihat pintu yang tertutup rapat, Clariss Andika tersenyum pahit, kemudian dengan cepat dia memakai masker dan kacamata hitam, dia membalikkan badan dan pergi, tanpa meninggalkan rasa tidak rela.
Di dalam mobil taksi, Clariss Andika melihat hujan gerimis yang sedang turun di luar jendela, berpikir akhirnya Ibu telah melakukan operasi, mulutnya menampakkan senyuman bahagia.
Meskipun kehilangan keperawanan yang berharga, tetapi jika bisa menggantikannya dengan kesehatan Ibu, semuanya juga terasa layak.
Nama dia adalah Clariss, berumur 21 tahun.
Wanita tadi bernama Freya, juga berumur 21 tahun.
Freya dan Clariss adalah saudara kembar, namun berbeda marga.
Freya lahir tiga menit lebih awal dari Clariss, maka Freya menjadi kakak.
Orangtua mereka bercerai saat mereka berumur empat tahun, Clariss diasuh oleh Ibunya, maka mengikuti marga Ibunya, namanya menjadi Clariss Andika.
Freya diasuh oleh Ayahnya, maka mengikuti marga Ayahnya, namanya menjadi Freya Gunawan.
Selama tujuh belas tahun ini, sepasang kembaran ini tidak pernah berhubungan sama sekali.
Kalau bukan karena Ibunya sakit parah dan masuk rumah sakit, serta memerlukan biaya operasi yang banyak, Clariss Andika juga tidak akan pergi ke rumah Gunawan.
Setengah jam kemudian, mobil taksi berhenti di depan pintu rumah sakit, hujan masih turun di luar sana.
Clariss mengucapkan terima kasih setelah membayar ongkos kepada supir taksi, dia membuka pintu mobil dan berlari menuju area rawat inap rumah sakit.
Hujan gerimis bagi orang yang membawa payung berjalan di bawah rintikan hujan, terasa romantis.
Sedangkan orang yang tidak membawa payung, hanya bisa berlari kehujanan, seperti inilah kehidupan Clariss Andika.
Setelah keluar dari lift, Clariss tidak memedulikan air hujan yang telah membasahi seluruh badannya, dengan terburu-buru dia berlari menuju stasiun perawat.
“Suster, apakah boleh menjenguk pasien di ruang ICU?”
“Ruang ICU biasanya tidak memperbolehkan keluarga untuk menjenguk, tetapi perlu melihat kondisi pasien, siapa nama pasien yang ingin kamu jenguk?” Tanya perawat dengan penuh tanggung jawab.
“Aku mau jenguk Ibuku, Jenny Andika.” Clariss berkata dengan terburu-buru, “Tadi malam baru saja selesai melakukan operasi, sekarang mungkin masih berada di ruang ICU.”
“Jenny Andika tidak melakukan operasi tadi malam.” Perawat melihat Clariss Andika dengan aneh, “Sekarang dia masih di dalam bangsalnya.”
“Tidak melakukan operasi?” Clariss bertanya dengan kaget, “Kenapa bisa begini? Bukankah Dokter William mengatakan akan segera melakukan operasi setelah membayarkan biaya operasi?”
“Aku kurang jelas tentang ini, kamu bisa mencoba bertanya dengan Dokter William.” Kata perawat dengan penuh rasa maaf.
Clariss Andika merasa apakah mungkin perawatnya keliru, tetapi saat dia membalikkan badan menuju bangsal dan melihat Ibunya yang tertidur sambil menahan rasa sakit, Clariss tertegun.
Apa yang terjadi? Dokter William tidak mempersiapkan operasi, atau……
Untungnya Jenny Andika belum bangun, maka tidak tahu Clariss sudah kembali, dengan pelan Clariss menutup pintu bangsal dan berlari ke arah lift.
Clariss Andika menelepon Dokter William, “Dokter William, kenapa Ibuku tadi malam tidak melakukan operasi?”
“Nona Clariss, berdasarkan aturan rumah sakit, harus membayar biaya administrasi dulu, barulah kami akan mengaturkan waktu operasi, karena kamu belum membayar biaya operasi, maka maaf sekali kami tidak bisa melakukan operasi Ibumu…..”
Tidak membayar biaya operasi? Darwin Gunawan membohongi dia?
……
Di Pluit Indah, kota kawasan orang kaya di Jakarta.
Darwin Gunawan baru duduk di meja makan, tiba-tiba pintu di taman berbunyi, kemudian terdengar suara langkah kaki.
“Tuan, aku tidak bisa menghalanginya.”
Darwin Gunawan mengangkat tangannya, dia menyuruh Bibi Rina pergi, kemudian dengan perlahan bangun dan berjalan ke sofa di ruang tamu.
“Kenapa tidak membayarkan biaya operasi Ibuku?” Clariss An bertanya dengan marah sambil menatap Darwin Gunawan yang duduk di sofa.
“Apakah masalahnya sudah beres?” Suara tanya itu berasal dari seorang wanita separuh baya yang turun dari tangga.
Wanita ini cantik sekali, wajahnya menggunakan dandanan yang cantik, kulitnya dirawat dengan sangat baik, tidak berkerut sedikitpun, kelihatan seperti wanita yang baru berusia tiga puluhan tahun.
Wanita ini adalah istri kedua Darwin Gunawan yang bernama Winter Tanata, dia hanya khawatir dengan kesuksesan atau kegagalan akan kejadian semalam.
“Em, sudah beres.”
“Tidak ketahuan kan?” Winter Tanata bertanya dengan cemas.
“Tidak!”
“Bagus sekali, Darwin!” Winter Tanata berseru, “Akhirnya kita bisa menikahkan Freya ke keluarga Santoso dengan aman.”
Darwin Gunawan menganggukkan kepala, dan meletakkan cangkir teh yang ada di tangannya, muncul senyum girang di sudut bibirnya, “Kini Freya tidak perlu khawatir lagi.”
“Benar sekali, asalkan Freya menikah ke keluarga Santoso, reputasi keluarga Gunawan juga akan meningkat, kelak putra kita pulang dan memimpin Perusahaan Jelita, juga akan lebih mudah mengembangkannya.”