PopNovel

Baca Buku di PopNovel

I Am Not Your Lover

I Am Not Your Lover

Penulis:Alyssa Prisha

Berlangsung

Pengantar
Theo Bramantyo selalu melihat Danita Lee Pradana sebagai gadis manja, ceroboh dan hanya tahu kesenangan yang didapat gadis itu semata-mata berasal dari keluarganya yang kaya raya. Saat Danita tumbuh menjadi gadis cantik yang digilai banyak pria, tak membuat Theo ikut bertekuk lutut. Malah, Theo berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menempatkan Danita di posisi teratas orang yang paling dibencinya. Hingga suatu kejadian tak terduga yang mengharuskan mereka tinggal berdua saja selama beberapa hari di sebuah pulau membuat pandangan Theo pada Danita berubah dalam sekejap. Percikan cinta mulai muncul di hati keduanya namun tak mudah karena Danita sudah bertunangan dengan pria lain, yang ternyata sepupu Theo sendiri. Apakah rasa benci itu akan berubah sepenuhnya menjadi cinta sejati? Ataukah akan selalu menjadi rasa yang yang paling dibenci keduanya?
Buka▼
Bab

“NO WAY! Gue enggak bakalan mau datang ke sana dan jadi pengganti loe buat nge-date sama dia! Are you crazy?!”

Theo melabrak Aidan ketika sepupunya itu meminta tolong pada Theo untuk menggantikan dirinya menemani Danita di restoran. Sudah sejak lama, ketika mereka masih duduk di bangku SMA, Theo selalu membenci gadis yang bernama Danita Lee Pradana.

Danita telah menyemai benih benci yang teramat dalam bagi Theo. Gadis itu satu-satunya yang paling dibenci Theo Bramantyo. Sepanjang hidupnya, hingga akhir hayat pria itu.

Sejak kejadian di masa lalu, luka itu semakin dalam di hati Theo. Danita tak pernah tahu bagaimana cinta yang dulu pernah bersemai indah dalam hati Theo, kini hanya dalam satu jentikan jari bisa langsung bertransformasi menjadi satu benci yang luar bisa. Extreme hatred.

“C’mon, Theo. Gue beneran enggak bisa datang dan gue juga enggak mungkin batalin reservasinya. Dia bisa sangat marah, Theo. Sudah dua bulan ini kami menunggu antrian panjang agar reservasi kami di restoran itu di-approved. Jangan sia-siain usaha gue, Theo. Cuma dua jam paling lama. Sehabis itu loe bisa pulang, kan? Lagian menu di restoran itu nomor wahid, Theo. The best taste. You have to try.”

“Loe mau nyogok gue sama makanan restoran bintang lima? Apa enggak terlalu murah buat seorang bussinessman kayak loe? Lagian buat dapat tiket masuk ke sana dan dapat kursi kosong buat calon tunangan loe itu adalah hal gampang. Iya, kan? Loe aja yang kepalang malas buat berusaha lebih keras. Danita tuh cewek loe. Bukan gue. Lagian dari dulu, gue enggak pernah suka sama dia.”

“Karena loe cuma nilai dia dari luar, Theo. Loe enggak pernah nyoba buat ngobrol sama dia. Tiap kali ada reuni aja, loe enggak pernah nongol. Gimana loe kenal sama dia dan bilang kalau loe benci sama dia?”

“Loe lupa kalau kita pernah satu sekolah dengannya?” Theo mengingatkan Aidan tentang masa-masa yang paling dibenci Theo itu.

“Satu sekolah tapi enggak satu kelas. Loe juga enggak dekat dengannya waktu sekolah dulu, kan?”

Kata siapa? batin Theo.

Masih segar di dalam ingatan pria itu jika dulu dia begitu memuja gadis berambut sebahu bernama Danita. Saking penuhnya pikiran Theo tentang Danita kala itu, sehingga dia tak berpikir panjang lagi untuk mengutarakan cinta yang melingkupi hatinya.

Sayangnya, nasib baik tak berpihak padanya. Theo naik pitam ketika melihat Danita membuang surat cinta yang ditulisnya semalaman ke tong sampah di depan kelas gadis itu.

Lebih parahnya lagi, Danita menyuruh Aidan yang membuangnya. Seakan jijik dengan tulisan tangan atau isi surat yang diberikan Theo itu.

Puncaknya, ketika Theo mendengar dari Aidan jika mereka berpacaran dan hendak bertunangan. Tak ada seorang pun yang mengatakan sebelumnya pada Theo. Bahkan Aidan sendiri tak pernah bicara jika dia punya hubungan serius dengan Danita.

“Cukup, Aidan! Gue enggak mau dengar lagi. Hubungan kalian bukan urusan gue. Termasuk janji loe sama dia. Enggak usah libatin gue dalam hubungan kalian. Bilang aja loe cancel rencana itu padanya. Beres, kan?”

“Enggak bisa, Theo. Danita bisa sangat kecewa. Dia udah nunggu momen ini. Dia itu sangat terobsesi untuk makan menu unggulan restoran itu. Gue enggak mungkin ngecewain dia. Kalau enggak jadi, gue mesti antri panjang lagi buat dapat tiket kursi di sana. Loe tahu segimana parahnya antrian di restoran itu.”

Theo menghela napasnya. Pria itu tak habis pikir untuk apa orang-orang di luar sana berebut kursi hanya untuk bisa mencicipi menu andalan restoran seafood ternama itu. Padahal Theo pikir jika rasanya pun pasti sama saja.

Dia lantas menyalahkan Danita. Wanita itu kelewat manja karena terbiasa segala kebutuhannya dipenuhi. Sejak kecil orang tuanya memang selalu memanjakan dirinya hingga sekarang tumbuh dewasa menjadi wanita yang sangat menyebalkan.

Tetapi, Theo kasihan pada Aidan. Pria itu terlalu baik untuk Danita. Harusnya dia cari wanita lain saja. Theo yakin jika banyak wanita yang akan rela menunggunya. Bukan malah terperangkap bersama wanita manja itu.

“Fine. Gue datang ke sana. Tapi hanya kali ini aja, Aidan. Enggak ada waktu lain lagi. Ngerti!”

“Thanks, bro. Gue tahu loe bisa diandalin. Sesekali cari hiburan, jangan kerja terus.”

Sial! batin Theo. Hiburan apa yang didapatnya jika bertemu dengan Danita, si musuh bebuyutan. Sejak dulu mereka sudah mengikrarkan diri untuk saling membenci. Meski tak secara lantang tapi mereka sama-sama tahu dari sikap dan tatapan sinis yang dilayangkan masing-masing.

Untuk meminimalisir pertemuannya dengan Danita, selama ini Theo selalu menghindari acara reuni ketiga keluarga itu. Theo akan lebih memilih untuk tenggelam dalam dunianya bersama angka-angka. Dia rela menghabiskan waktunya hanya untuk menganilisis berbagai laporan yang ada di atas meja kerjanya.

Hingga larut malam tak jadi soal. Ketimbang harus menghabiskan waktu bersua dengan wanita yang paling dibencinya. Dendam masa kecil itu masih membatin. Terus menyelusup hingga tak menyisakan sedikit pun rongga bernapas untuk dirinya.

“Tapi gue enggak janji makan malam itu bakalan berjalan mulus.”

“Kalian akan baik-baik saja, Theo. Cuma makan malam, apa masalahnya?”

That is a disaster, batin Theo menggubris perkataan Aidan itu. Satu detik saja pertemuannya dengan Danita bisa menjadi bencana besar. Layaknya perang dunia keempat.

Sepanjang hari Theo memikirkan tentang acara makan malam itu. Setelah dipikir-pikir, dia ingin membatalkannya lagi. Namun, Aidan pasti akan terus merengek.

“Demi sepupu sendiri, gue sampe harus rela berurusan sama musang itu. Sial! Harusnya tadi gue tolak aja.”

Penyesalan itu terus menghantui benak Theo namun waktu terus bergulir. Tak ada yang bisa menghentikan roda dunia berputar. Hingga tiba saatnya dia harus menemui wanita berlidah tajam itu.

Theo mengenakan setelan kemeja lengkap dengan jas berwarna navy. Rambut pria itu sudah disisirnya rapi. Menyisakan aksen spike sedikit. Wajahnya yang putih dan tampan itu terlihat semakin cerah. Aroma maskulin menguar di seisi kamarnya.

Sekitar lima menit Theo menunggu kedatangan Danita di restoran. Salah satu hal yang paling dibenci Theo adalah tidak tepat waktu. Danita telah memberikan kesan buruk untuk pertemuan pertama mereka ini.

Ya. Setelah bertahun-tahun Theo hanya memperhatikan wanita itu dari artikel atau tabloid yang menulis tentang designer. Kini, dia akan berhadapan dengannya.

Pengusaha muda itu masih terus memperhatikan jam tangannya. Menghitung setiap detik waktunya yang terbuang percuma. Sepuluh menit berlalu. Theo semakin kesal.

“Sorry aku datang telat, babe. Tadi ada urusan urgent dulu. Kamu udah nunggu lama, ya?”

Sebuah rangkulan dari belakang badan Theo membuatnya terperanjat. Fokusnya terbelah. Seorang wanita dengan aroma yang sangat wangi baru saja menempelkan sebagian wajahnya ke pipi pria itu.

“Kamu enggak marah kan nungguin aku sebentar?”

Danita melepaskan rangkulannya dan hendak duduk di kursi yang berhadapan dengan Theo. Namun, tatapannya seketika menajam saat kedua maniknya bertemu dengan wajah yang paling ingin dihindarinya di dunia ini.

“KAMU?! APA YANG KAMU LAKUKAN DI SINI?!”

***

To be continued