Ceklek
“Aku pulang.”
Suara renyah seorang gadis muda terdengar di dalam rumah. Suara yang membuat orang di dalam rumah menoleh pada sosok gadis yang membuka pintu.
“Eh, kok ada banyak orang? Siapa mereka, Yah?” tanya Luna yang baru sadar ada banyak di rumahnya.
Bukan seorang tamu biasa, tapi tamu dengan penampilan yang membuat Laluna sedikit takut. Ada beberapa pria berbadan besar dan memakai jas berwarna hitam sedang berdiri bersama ayahnya. Tatapan mata mereka sangat rakus saat melihat Laluna.
Laluna sedikit mundur ke belakang. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres di rumahnya malam ini.
“Itu dia. Itu putriku,” ucap Roy, ayah Laluna.
“Tangkap dia!” ucap salah satu pria berbadan besar itu.
Segera saja orang yang lainnya bergerak dengan cepat ke arah Laluna. Luna yang kaget dengan kejadian ini pun segera berbalik dan ingin segera keluar dari rumahnya.
Sayangnya langkahnya yang mungil itu tidak bisa menyamai langkah lebar para lelaki itu. Mereka segera menangkap Laluna dan membungkam mulutnya.
“Aaakhh, berengsek!” ucap salah satu pemuda itu karena digigit Laluna.
“Lepasin aku! Lepas! Ayah, ada apa ini!” berontak Laluna meminta penjelasan.
“Diam! Ato kami akan melakukan kekerasan!” ucap orang yang memegang tangan Laluna.
“Lepaskan aku, Tuan!”
Orang berbadan besar yang dari tadi bersama Roy pun segera mendatangi Laluna. Sepertinya orang itu adalah bosnya.
Dia melihat ke arah Laluna dengan tatapan sadis yang membuat nyali gadis mungil itu menciut. Jari pemuda itu segera mencengkeram kedua pipi Laluna dan mengangkatnya agar bisa melihatnya.
“Dengar, Ayahmu yang berengsek itu sudah menjualmu pada Tuan Arnold. Jadi sebaiknya kamu diam dan ikuti saja apa mau kami!”
“Lepasin! Lep ... lepasin!” ucap Laluna sambil terus berusaha menggerakkan tubuhnya.
“Bawa dia.”
“Baik, Bos.”
Mulut Laluna di tutup lakban oleh orang-orang itu. Setelah yakin dia tidak bisa lagi bersuara, mereka juga menutup kepala Laluna dengan kain hitam. Setelah itu mereka segera membawa Laluna ke dalam sebuah mobil.
Dalam ketidak berdayaan ini, Laluna hanya bisa diam dan menangis. Tubuhnya yang kecil dan lemah itu tidak akan mampu melawan satu orang pun di sana.
Dari pada dia membuang tenaganya dengan percuma, dia lebih memilih diam sambil berdoa. Semoga saja, mereka tidak akan melakukan hal buruk pada dirinya nanti.
Setelah beberapa menit perjalanan mobil itu, Laluna merasakan mobil itu berhenti. Karena matanya di tutup, maka dia tidak bisa mengenali di mana dia saat ini.
“Bersihkan dia. Besok pagi Tuan Arnold akan melihat barangnya,” ucap orang yang tadi bersamanya.
Tiba-tiba tubuh Laluna di dorong ke depan dengan sangat keras. Dia berpikir dia akan terjatuh tersungkur, tapi ternyata ada orang yang menahannya dari arah depan.
“Saya mengerti, Tuan. Percayakan pada saya,” ucap seorang perempuan.
Pembicaraan itu sepi. Laluna di tarik lagi untuk melangkah ke suatu tempat. Dia heran, kenapa sampai saat ini penutup kepalanya belum juga di buka oleh orang-orang itu.
Ceklek
Suara pintu terbuka, Laluna menebak-nebak dia sedang di bawa ke mana saat ini. Tapi sayangnya dia tidak mendapatkan petunjuk apa pun.
“Siapkan air mandi dan juga semua kebutuhannya. Cepat!”
“Baik, Nona.”
‘Nona? Apa orang ini anak tuan Arnold?’ tanya Laluna dalam hati.
Akhirnya penutup kepala Laluna di lepaskan. Pandangannya masih tidak bisa melihat dengan jelas saat ini. Dia berusaha mengenali siapa yang ada di depannya.
“Cantik, tapi apa ini yang di cari Tuan Arnold?” ucap seorang wanita di depan Laluna.
“Siapa namamu?”
“Laluna. Maaf, saya di mana?”
“Di salah satu kediaman tuan Arnold.”
“Lalu siapa Tuan Arnold?”
“Nona, air mandinya sudah siap,” ucap orang lain dari arah belakang.”
“Mandikan dia.”
“Haaahh!! Tidak! Aku bisa mandi sendiri,” ucap Laluna panik.
“Kami tetap harus memeriksa semua tubuhmu. Ini perintah Tuan Arnold. Cepat bawa dia!”
“Baik Nona.”
“Eh jangan! Aku sehat dan tidak penyakitan. Aku bisa mandi sendiri.”
Pemberontakan Laluna kali ini juga tidak berhasil. 4 orang wanita muda juga sudah memeganginya dengan sangat kuat. Bahkan dengan sekejap saja, mereka sudah berhasil melucuti pakaian Laluna.
Laluna segera di masukkan ke dalam bedtube yang sudah berisi air hangat dan busa sabun. Dia pasrah dengan apa yang di lakukan keempat wanita yang kini sedang membersihkan seluruh tubuhnya.
Kruuug
“Aduuuh maaf,” ucap Laluna saat dia mendengar perutnya memberontak.
“Beritahu orang dapur, siapkan makanan. Nona muda mau makan,” ucap salah satu dari mereka.
‘Nona Muda? Siapa Nona Muda. Apa itu aku? Tapi siapa aku? Aku saja baru ini mendengar nama Tuan Arnold. Oh tidak! Tunggu ... apa aku adalah anak Tuan Arnold? Eh tapi aku tidak tahu siapa dan umur berapa Tuan Arnold. Bagaimana dia kalau ingin menikahiku. Tadi kan katanya aku dijual,’ gumam Laluna sendirian dalam hati.
“Maaf, tolong berdiri. Kami harus membersihkan kaki, Nona.”
Laluna pun menurut. Dia segera berdiri di dalam bedtube itu. Dua orang pelayan itu kini menggosok kaki dan tangan Laluna.
“Maaf, apa aku boleh bertanya?”
“Tentu saja. Selama pertanyaan itu boleh kami jawab.”
“Aku dari tadi mendengar kalian menyebut nama Tuan Arnold. Siapa dia?”
“Pemilik rumah ini.”
“Pemilik rumah ini? Aku tidak mengenalnya, tapi kenapa kalian memanggilku Nona Muda.”
“Karena Anda akan menjadi Nyonya Muda di rumah ini.”
“Nyonya Muda?”
“Tentu saja, karena besok Anda akan menikah.”
“Apa Tuan Arnold masih muda?”
“Tidak, beliau sudah berumur sekitar 60 tahun.”
“APAA!!”
‘Ayah kurang ajar! Berani sekali dia menjual aku ke bandot tua! Apa kurang puas dia habiskan seluruh harta di rumah!’
Ayah Laluna memang adalah seorang pemabuk berat. Hampir tiap malam dia selalu mabuk dan melakukan kekerasan pada mendiang ibu dan juga dirinya.
Sejak kematian ibunya setahun lalu, kebiasaan mabuk ayahnya semakin parah. Selain mabuk, ayahnya juga menjadi seorang penjudi. Dia tidak segan untuk menjual semua barang di rumah termasuk perhiasan ibu Laluna dulu.
Laluna yang kesal pada ayahnya bertekad putus kuliah dan bekerja di sebuah kafe. Dia sudah tidak sanggup lagi membayar uang kuliah karena uangnya selalu dicuri sang ayah. Dan kini semua berakhir dengan dirinya yang di jual pada seorang pria bandot tua.
“Silahkan istirahat, Nona. Besok Anda harus bersiap dan bertemu dengan Tuan Arnold.”
“Tapi bagaimana dengan makananku. Aku tidak bisa tidur nyenyak kalau perutku lapar.”
“Maafkan saya, Nona. Saya lupa. Anda ingin makan di sini atau di meja makan?”
“Di meja makan saja.”
Laluna melangkah mengikuti sang pelayan. Dia sudah sangat wangi dan hanya menggunakan baju tidur putih berenda yang sangat cantik. Dia benar-benar seperti seorang putri raja saat ini. Putri raja yang malang tepatnya.
Dia ruang tengah yang luas dia melihat ada sebuah foto besar dengan pigura berlapis emas yang di gantung di atas perapian. Laluna berhenti dan melihat ke arah foto itu.
“Siapa dia?” tanya Laluna.
“Tuan Arnold dan Nyonya Besar.”
‘Mampus gw! Tua amat itu orang. Bahkan dia lebih tua dari Ayah. Ya Tuhan, akan jadi istri keberapa aku ini nanti ya,’ gumam Laluna lemah.