~Prolog~
Alya Safitri—perempuan berusia 27 tahun yang memiliki wajah sangat cantik berkulit putih, bertubuh tinggi, sintal dan berisi. Iris matanya berwarna cokelat dan rambut berwarna serupa. Kebetulan dia adalah seorang anak tunggal yang lahir dari keluarga sederhana.
Alya merupakan gadis yang periang dan juga pandai bergaul. Dia memiliki banyak teman dan sahabat. Sifatnya yang suka menolong dan suka berbagi membuat Alya disukai oleh siapa saja. Apalagi, wanita itu tergolong anak yang pintar dan mau bekerja keras.
Namun, semua hal tersebut harus berubah seratus delapan puluh derajat dari kehidupan Alya. Semenjak dia menikahi kekasihnya yang bernama Galih.
Pernikahannya tidak mendapatkan restu dari kedua orang tuanya lantaran mereka tidak menyukai sifat Galih yang terkesan sangat arogan dan sombong.
Akan tetapi, hal itu tidak mengurangi kadar cinta yang dimiliki oleh Alya untuk seorang Galih. Dia— istri yang pengertian dan penurut juga sangat setia.
Kesetiaan seorang Alya harus diuji manakala dirinya bertemu dengan seorang pemuda yang jauh dari usianya. Yang tak lain dan tak bukan adalah murid bimbingannya sendiri yaitu Marcello.
Di saat kehidupan rumah tangganya berada di ujung tanduk, di saat itu pula keyakinan dan kesetiaan Alya goyah.
***
Marcello—pemuda berusia 22 tahun yang memiliki wajah sangat tampan dan menggoda. Tubuhnya juga tinggi dengan otot yang lumayan terbentuk. Kulitnya berwarna putih, bermata biru dan juga berambut cokelat.
Marcello terlahir dari keluarga yang broken home. Kedua orang tuanya bercerai di usianya yang menginjak sepuluh tahun lantaran sang papa memiliki wanita lain. Hal itu juga yang menyebabkan Marcello kecil tumbuh menjadi anak yang nakal dan bandel.
Lahir dengan dianugerahi wajah yang sangat tampan bak dewa Yunani membuat Marcello digilai banyak gadis di kampusnya. Namun tak ada satu pun yang berhasil menarik perhatian dari seorang Marcello.
Akan tetapi, meskipun dia memiliki daftar sifat buruk yang sangat panjang. Marcello tergolong pria yang jujur dan sebenarnya dia pemuda yang baik.
Semenjak pertemuannya dengan Alya yang notabene adalah guru pribadinya, Marcello diam-diam tertarik oleh sosok wanita itu, yang tidak hanya cantik dan juga seksi. Dia bahkan berani terang-terangan menyatakan perasaannya ke perempuan yang mungkin lebih pantas menjadi kakaknya.
Status Alya yang sudah bersuami tak lantas membuat Marcello mundur untuk mengejarnya. Pemuda itu justru semakin tertantang untuk mendapatkan cinta dari Alya. Marcello juga tipe pria yang tidak suka dibantah ataupun ditolak, mengingat banyak gadis yang bertekuk lutut bila sudah berurusan dengannya.
Sampai pada suatu hari dia secara tidak sengaja melakukan hal yang paling dilarang bersama guru pembimbingnya tersebut.
***
Galih Adi Permana—lelaki berusia 33 tahun yang memiliki paras lumayan tampan dan berkharisma. Tubuhnya yang tinggi dengan bentuk proposional membuat kaum hawa tak sedikit yang melirik bahkan tak malu untuk menggodanya.
Lelaki bermata hitam pekat dan berambut serupa itu lahir dari keluarga yang lumayan berada. Dia juga seorang pengusaha yang cukup sukses di bidangnya. Sayangnya di balik semua itu Galih memiliki sifat yang sangat licik dan terkenal sangat pelit. Ditambah lagi dengan hobinya yang suka berselingkuh dan pembohong besar.
Memacari Alya adalah obsesinya sejak dulu, karena Alya merupakan bunga kampus di tempat mereka menimba ilmu. Namun, untuk menikahi wanita itu sama sekali tidak pernah terbesit dalam pikirannya. Sebetulnya dia tipe lelaki yang paling tidak suka menjalani komitmen apalagi berumah tangga.
Dan, tiga tahun yang lalu dia terpaksa menikahi Alya lantaran wanita itu begitu cinta mati padanya. Bahkan rela meninggalkan keluarganya yang begitu menyayanginya hanya demi hidup bersamanya. Galih yang tidak benar-benar berniat menikahi Alya pun sering bersikap semena-mena dan seenaknya.
Hinaan orang tua Alya dulu selalu membekas di ingatannya sampai detik ini. Sifatnya yang arogan malah semakin menjadi. Dia pun tak segan-segan melayangkan pukulan jika Alya membantah perintahnya. Galih pun sering tidak memberi nafkah untuk Alya. Baginya hal itu tidaklah penting.
Sampai suatu ketika di mana dia menyadari semua kesalahannya terhadap Alya yang sering menyakiti perasaan wanita itu. Ketika dia mulai menghargai dan menganggap keberadaan Alya. Di saat itulah dia betul-betul kehilangan haknya sebagai seorang suami.
*****
"Cepat katakan! Sejak kapan kau mempunyai perasaan kepadaku? hah?" Alya mulai sedikit tenang, meski nada bicaranya masih terdengar meninggi.
Marcello nampak menghela napas sejenak. Jawaban yang akan dia berikan mungkin akan membuat Alya semakin marah.
"Sejak pertemuan pertama kita."
Mendengar jawaban Marcello membuat kepala Alya semakin berdenyut. "Apa kau sadar dengan apa yang kau katakan?" Dia memijit pangkal hidungnya guna mengurangi rasa pusing yang mendera.
"Aku sadar, seratus persen sadar."
Alya kembali menatap Marcello. "Kau tahu, 'kan kalau aku sudah bersuami?"
Marcello mengangguk. "Aku tahu."
"Lalu, kenapa kau seperti ini? Seharusnya kau tidak boleh jatuh cinta padaku. Kita ini berbeda status. Kau muridku dan aku guru pembimbingmu. Apa kau lupa?" tanyanya.
Alya mendongak seraya memejamkan mata, menghela napas kasar berulang kali.
Dia tak pernah mengira, Marcello menyukainya sejak lama.
'Bodohnya kau, Alya!'
"Andai saja aku bisa mengendalikan dan mencegah perasaan ini. Tapi, sayangnya aku tidak bisa melakukan itu. Aku juga tidak mengharapkan kamu membalas perasaanku, sungguh. Cukup aku saja yang memendamnya sendiri." Marcello mulai berani mengungkapkan semuanya di hadapan Alya yang masih berdiri dengan berkacak pinggang.
Wanita itu menggeleng samar—tak habis pikir dengan ucapan Marcello yang mulai berani. "Tapi tetap saja, Marcel. Kau tidak boleh membiarkan perasaanmu itu semakin tumbuh. Tidak boleh!"
Pemuda berambut cokelat itu memberanikan diri untuk maju satu langkah.
"Lihat lukisan itu, itu, dan itu!" Dia menunjuk beberapa lukisan wajah Alya yang terpajang di dinding kamarnya. "Wajahmu setiap hari berkeliaran di pikiranku, lalu aku bisa apa? Aku hanya bisa menuangkan apa yang ada di pikiranku tentangmu, Al." Marcello meraih telapak tangan Alya yang tidak menatapnya sama sekali. Yang lebih mengejutkan lagi Alya tidak menolak ketika Marcello menyentuh tangannya.
Alya membuang pandangannya. "Tapi tetap saja, itu namanya salah, Marcel."
Dapat dia rasakan genggaman tangan Marcello yang semakin erat. Wanita itu betul-betul tidak tahu dengan reaksi tubuhnya yang tidak menolak sama sekali sentuhan Marcello.
"Al, lihat aku." Marcello memegang lengan Alya dan memutarnya supaya menghadapnya. Menatap Alya yang masih enggan menatapnya.
"Aku tahu jika aku telah salah karena telah mencintai istri orang. Tapi, apa kamu tahu rasanya lebih sakit saat kamu bersikap seperti ini. Mengacuhkan aku," ungkap Marcello lagi.
Alya sontak menatap Marcello. Dapat dia lihat dari tatapan bocah itu, bahwa yang diucapkan bukan lah suatu kebohongan.
'Mata itu... Mata itu seakan ikut bicara.' Batin Alya yang diam-diam mulai menyelami apa arti tatapan mata Marcello selama ini.
"Al..." Marcello memegang kedua bahu Alya. "Aku mohon... Jangan menyuruhku untuk mengubur perasaanku kepadamu," lirihnya memohon.
"Lalu, aku harus bersikap bagaimana, Marcel?" Alya mulai melunak, dia seolah terhipnotis dengan tatapan mata Marcello yang teduh dan selalu mampu membuatnya terhanyut.
Marcello tersenyum, pertanyaan Alya membuatnya merasa tenang. Kemudian dengan perlahan dia menyentuh pipi gurunya tersebut dan mengusapnya lembut.
"Cukup kamu mengizinkan aku untuk mencintaimu dengan caraku. Maka aku janji, aku akan berusaha untuk menahan diri," ucapnya.
"Usiamu bahkan jauh di bawahku, Marcel," cicit Alya yang tak menanggapi ungkapan isi hati Marcello.
"Sejak kapan cinta memandang usia?"
Alya tersenyum kecut. "Sejak saat ini. Waktu aku tahu kalau kau mencintaiku."
"Aku tidak peduli!" sergah Marcello.
"Memangnya mau sampai kapan, kau akan mempertahankan perasaanmu itu? Sebaiknya kau lupakan saja. Aku ini wanita bersuami." Alya membuang pandangannya kembali. Menatap mata Marcello terus menerus seperti ini bisa-bisa dia hilang kendali. Pesona Marcello betul-betul akan meluluhlantakkan pendiriannya.
"Sampai kau menjadi milikku, Al." Marcello menangkup wajah Alya, menatapnya lekat dengan perasaan yang tidak dapat dibendung lagi.
Sedangkan Alya membalas tatapan mata Marcello tanpa berkedip sedikit pun. Dia membeku ketika Marcello semakin berani mendekatkan wajahnya ke wajahnya. Alya bahkan dapat mencium aroma mint yang menguar dari hembusan napas Marcello yang semakin intim. Hidung keduanya saling menyentuh, bahkan bibir Marcello nyaris menyentuh bibirnya yang seolah membisu.
"Aku mencintaimu, Al. Mencintaimu..."
"Ta-- eugh..."