PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Gelora Ombak

Gelora Ombak

Penulis:Rosida20

Berlangsung

Pengantar
Chef NK  juara 1 lomba bolu di sebuah perusahaan pelayaran. Putri pelaut yang tak pernah kenal ayahnya, karena Krisman ayahnya menjadi korban saat kapal asing tempatnya bekerja terbakar itu, harus menerima kontrak sebagai Chef di atas kapal pesiar selama satu tahun Banyak kejadian di atas kapal yanv  menyenangkan. David penumpang yang tampan dan kaya  jatuh hati pada dirinya, membuat Tivani calon tunangan si pemuda cemburu berat, hingga Arjuna sang Psikologi sangat cemburu pada David. Namun yang jelas kedekatannya dengan kapten NN yang pantas jadi ayahnya telah memberinya nuansa baru.  Kapten NN yang kehilangan memori dua puluh lima tahun masa mudanya, terobsesi dengan racikan kopi sang Ibu, hingga pada akhirnya bersama Arjuna sang Psikolog ia berhasil  membuat sang kapten yang kehilangan memori dua  mengoyak tabir masa yang hilang…  
Buka▼
Bab

Sulit dipercaya. Lautan luas yang kerap membuat engkau menjauh, ternyata akan menjadi akrab dengan keseharianmu. Bukan tanpa alasan jika engkau takut dengan laut.

Laut telah memisah keluarga harmonis orang tuamu. Laut telah menelan ayahmu dua puluh lima tahun lalu. Tepatnya saat kehadiranmu ke dunia ini saat itulah terjadi petaka di kapal, dimana ayahmu bekerja sebagai abk kapal.

Pernikahan tanpa restu orang tua ibumu dikaitkan dengan musibah perpisahan orang mereka. Dimana saat itu ibumu jatuh cinta pada seorang anak buah kapal, atau pelaut.

Kakek nenekmu, atau kedua orang tua ibumu sudah punya calon untuk dinikahkahkan dengan ibumu. Tapi ibumu memilih kawin lari tapi dengan ayahmu yang bernama Krisman.

Setahun kemudian petaka yang menimpah ayahmu. Ayahmu dikabarkan tak bisa diselamatkan pada peristiwa kebakaran di dalam kapal berbendera Norwegia itu.

Namun sesungguhnya itu sudah takdir yang tertulis pada biduk rumah tangga orang tuamu. Umur manusia dan semua yang terjadi itu atas kehendak Yang Kuasa.

Suatu hal diluar anganmu jika engkau pada akhirnya harus melaut. Sama sekali tak terpikir pada riwayat cita cita yang telah terekam dalam dirimu. Bahwa tak mungkin engkau akan menjalani profesimu sebagai Chef di atas laut lepas bersama kapal Gelora Wisata.

Laut telah menelan ayahmu. Namun jiwa kreatifmu dalam membuat bolu Gelora Ombak, telah membawamu untuk berdamai dengan lautan. Isengmu mengadu kreatif membuat bolu yang diadakan Gelora Shipping telah menghasilkan juara.

Bolu hasil kreasimu yang engkau beri nama Bolu Gelora Ombak, berhasil menumbangkan harapan peserta lain untuk meraih juara. Karena para juri telah terpikat pada penampakan bolu yang engkau buat yang menurut mereka menarik.

Cukup dalam takaran bahan dasar pembuatannya. Serta rasa yang ada pada bolu yang engkau hias dengan adanya wujud kapal yang terbuat dari adonan racikan buatanmu.

Apalagi pada diskripsi engkau menulis bahwa bolu Gelora Ombak bisa dinikmati oleh mereka yang menderita deabet. Karena gula yang dipergunakan adalah gula aren, yang terbuat dari nira. Aren memiliki jumlah kalori yang lebih sedikit dari gula putih. Maka manfaat gula aren ini lebih baik dibandingkan dengan gula putih.

Gula aren yang dipergunakan tidak dibeli di pasar, yang kemungkinan keaslian gula aren sudah dicampur. Tapi engkau langsung memesan pada pembuatnya.

Sedangkan campuran kelapa muda adalah dipergunakan memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh. Karena pada kelapa muda kandungan airnya jauh lebih banyak daripada kelapa tua, yang lebih banyak kandungan dagingnya.

Walau tidak secara terus terang, tapi engkau tahu betapa mereka yang menyayangimu berat melepas dirimu melaut. Mereka sahabatmu. Terutama ibumu. Perempuan yang hampir saja kehilangan nyawanya saat melahirkanmu dua puluh lima tahun lalu itu, sangatlah berat menyetujui keiginanmu.

Tapi demi pencapaian kariermu, ijin itu keluar juga dari ibumu yang di penghujung tahun ini memasuki masa pensiun, sebagai guru matematika di sebuah sekolah menengah pertama.

"Aku paham dan sangat mengerti akan pikiranmu, Ibu, " engkau sangat paham ibu mana yang tidak berat melepas putrinya berjauhan. Walau hanya hitungan minggu. Engkau pun sama, tak tega meninggalkan perempuan yang tidak menikah lagi sejak ayahmu menghilang saat kecelakaan kapal, dua puluh lima tahun silam. Beberapa lelaki yang menawarkan sebagai ayah sambungmu, tertolak oleh sikap teguh ibumu yang ingin membesarkan dirimu seorang diri

Engkau terpaksa dinyatakan sebagai yatim saat kapal berbendera Nowergia itu terbakar. Di atas kapal yang mengangkut bahan minyak sekitar seratus enam puluh barel itu ayahmu tercatat sebagai ABK yang baru dua tahun bergabung.. Perusahaan menyatakan ayahmu termasuk korban tak terselamatkan. Dengan kompensasi uang duka dari perusahaan, bukan berarti sebagai ganti nyawa ayahmu.

Jelas engkau sangat paham jika Ibu sempat menahan dirimu untuk tidak berkegiatan di atas lautan. Mulanya engkau pun bimbang. Tapi kemenangan Bolu Gelora Ombak harus engkau pertanggung jawabkan. Ibarat pepatah, berani berbuat berani bertanggung jawab.

Siapa suruh engkau menjadi pemenang lomba bolu yang diadakan Gelora Shipping, pelayaran pemilik kapal pesiar lokal Gelora Wisata.

Sesuai ketentuan, pemenang selain mendapat hadiah uang, harus pula kontrak kerja sebagai Chef di Gelora Ombak selama satu tahun. Ini memang akan menjadi pengalaman baru bagimu yang setiap tahun dua kali melarung bunga di tengah laut.

"Walau ayahmu tenggelam dan meninggal di laut Eropa tak mengapa kita melarung bunga di tengah laut Jakarta saja, " ujar ibumu yang selalu mengajak dirimu melarung bunga. Pada hari ulang tahun ayahmu, dan pada hari dimana ayahmu menemui malapetaka dan meninggal tenggelam bersama kapal yang terbakar itu.

Hatimu teriris pilu setiap melihat ibumu mengalirkan air mata selepas menabur bunga. Maka kalian berdua akan berpelukan di atas perahu motor yang disewa.

"Aku harus bisa melupakan kecelakaan Ayah," engkau melawan bimbang hatimu. Berusaha mengenyahkan rasa yang berpotensi mengurangi keberanian yang engkau upayakan.

. Semakin dilawan bimbang itu semakin ingin menerjang kegigihan dirimu untuk membuang rasa takut itu. "Apa sudah engkau pikirkan semua kata hatimu itu?!" Bimbang mulai mengintrogasi dirimu.

Engkau kesal. "Aku sudah memikirkannya. Hatiku yakin," mantap engkau melawan bimbang yang terus berusaha mengkikis keinginanmu itu.

Tekat di hatimu telah berhasil menekan bimbang di jiwamu. Sehingga tak ada lagi ragu yang mengganggu.

"Aku akan mempertanggungjawabkan pilihan ini pada diriku sendiri." Engkau tatap matamu lekat ke cermin. Engkau tersenyum. Pada akhirnya hati dan tekatmu berhasil mengalahkan bimbang hatimu.

Besok sensasi baru dalam karier akan dimulai. Jika ada yang berpendapat tak lazim untuk seorang gadis, itu hak mereka. Engkau tak perlu marah. Itu wajar. Setiap tindakan ada akibat.

Namun engkau merasa tindakan yang engkau lakukan adalah kegiatan positif. Walau nantinya dirimu berada diantara Crew kapal yang semua pria. Tak masalah mereka manusia yang memiliki adab. Terlebih lagi di atas kapal pesiar terdapat ratusan penumpang lelaki dan wanita.

. "Setiap orang boleh mencoba terobosan yang memerlukan mental kuat, serta keberanian dalam berkarir, " itu prinsipmu, tapi engkau juga tak mengabaikan cemas pada mereka yang menyayangimu.

"Semoga berawal baik dan selalu baik..." harap Ibu dengan bibir menyungging senyum. Bibir yang tak pernah merengut yang engkau tahu.

Engkau memeluknya erat, "Maafkan saya Ibu, percayalah semua akan baik baik saja, " engkau belai pipinya yang masih kenyal jelang lima puluh tahun usianya.

"Ah ternyata putriku mengikuti jejak ayahnya..." bisik ibumu pasrah. Beliau membelai pipimu dengan derai air mata. Sesungguhnya rasa berat melepasmu melaut. Tapi ibumu tak ingin menghalangi kariermu sebagai chef yang mulai berkembang.

"Aduh Ibu jangan bilang gitu dong..." engkau merajuk, ada rasa malu di hati jika engkau disamakan dengan profesi ayahmu sebagai pelaut sejati, mengarungi luasnya Samudera baik di belahan Eropa, mau pun Timur Tengah. "Aku ini tidak bisa disejajarkan dengan ayahku yang memang memiliki ijazah kelautan. Sedangkan aku...? " Engkau membatin.

"Tetaplah menjadi wanita yang memegang etika kesopanan, sehingga putri Ibu ini bisa menjaga diri diantara pelaut dan penumpangnya..."

Engkau peluk wanita lembut ini, "Tidak perlu cemas para pelaut itu manusia seperti kita, seperti Ayah. Mereka memiliki rasa persaudaraan. Ibu tak perlu khawatir, bukankah suami Ibu juga mantan Pelaut?" Mengerling mencoba mengulik kenangan lama antara ibu dan ayahmu.

Persiapan untuk besok sudah selesai. Terdiam sesaat menyadari ada debar dalam dadamu. Membayangkan besok harus berbaur dengan kaum lelaki di Gelora Wisata. Kapal wisata yang memiliki kapasitas dari seribu orang penumpang itu, dengan awak kapal berjumlah puluhan orang.

Berangkatkah belayar gadis berprofesi chef ini?