PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Vulnus

Vulnus

Penulis:Uget uget

Berlangsung

Pengantar
Kisah cinta selalu beriringan dengan luka. Entah itu karena terlalu menyayangi ataukah sebaliknya. Nur Faizah, gadis periang naif yang berharap memiliki orang yang dicintai sebagai sosok pendamping hidupnya. Menjalin hubungan dengan Rasyad Hendra berharap ikatan menjadi sekali seumur hidup. Hingga takdir berkata lain, setahun pernikahan berlalu dan sang suami menghilang entah kemana. Tanpa penjelasan dan hanya meninggalkan sebuah map berisi gugatan cerai. Hari yang berlalu dengan harap kembali bersama dengan dia yang ia cintai. Nasib mempertemukan ia kembali dengan Abidzar. Sosok pria yang hangat juga peka akan perasaan wanita. Saling melengkapi kisah hingga akhirnya menjadi terikat satu sama lain. Kalau begini siapa yang akan dipilih olehnya? Menanti kepastian dari Rasyad yang nyatanya telah meninggalkan dia? Ataukah menulis kisah baru bersama Abidzar? Ataukah tidak memilih keduanya? Vulnus, cinta dalam balutan luka membawa kita untuk mengenal rasa kita lebih dalam.
Buka▼
Bab

Gadis itu terus menatap secangkir kopi yang kini terhidang hangat di hadapannya. Sesekali menatap arloji yang melingkar indah di pergelangan tangannya. Merasa saat ini semestinya dia tak lagi sendiri di meja itu.

Kepalanya tertunduk lesu memperhatikan waktu yang terus berganti. Dia benar-benar selalu dibuat dongkol oleh orang itu. Meskipun dia salut akan kegigihanmya dalam bekerja.

"Maaf, aku terlambat." Seorang pria dengan suara bass datang menyodorkan sebuket bunga mawar yang cukup besar. "Sesuai janji, jika terlambat lagi maka harus membawa 100 tangkai," jelasnya seraya tersenyum.

Mereka duduk saling berhadapan. Gadis itu merasa senang melihat bunga yang begitu indah sebagai hadiah di pertemuan mereka kali ini. Dia berharap, jika pria itu tidak melupakan moment special mereka saat ini.

"Apakah pebisnis yang terkenal dengan perfeksionis dalam hal bekerja ini melupakan sesuatu?" pancing Faizah seraya memalingkan wajah.

Pria itu nampak mengingat sesuatu. Dan dia hanya mengedikkan bahu di detik berikutnya. Ia merasa telah melaksanakan tugas dari tuan putrinya. Tak melupakan suatu apapun.

"Ck, dasar pria," ucapnya seraya merajuk. Ia merasa pria itu telah berubah sejak satu tahun perjalanan hubungan mereka. Benar-benar membuat dirinya kesal.

Pria itu acuh tidak memberikan komentar ataupun. Bahkan dia tidak terlihat akan membujuk gadisnya. Dia terus memakan menu pilihannya. Juga sibuk mengecek ponsel. Faizah merasa kesal dan meninggalkannya.

Pria itu hanya menatap cangkir kopinya. Enggan berucap sepatah kata. Hingga suara jeritan terdengar menyentuh telinganya. Ia mulai tersenyum senang.

Langkahnya lebar menuju pintu. Melihat ke luar menemukan gadisnya terdiam menatap sebuah mobil open cup dengan parsel berisi teddy bear berbagai ukuran. Matanya melirik ke arah kurir yang lain. Membawakan sebuah bolu kukus kegemarannya.

Kue itu tertata rapi hingga membentuk sebuah pola dengan tulisan happy anniversary. Dia berbalik dan menemukan lelakinya telah berdiri dengan senyum acuh. Gadis itu memeluknya dengan erat. Dia merasa menjadi gadis teristimewa disetiap pertemuan mereka.

"I love you," bisik pria itu di telinga sang gadis. Membuat wajahnya merona karena merasa malu.

Saat moment itu mulai begitu meresp ke dalam hati. Kejutan selanjutnya kembali menghampirinya. Faizah merasa sangat bahagia di hari itu.

Semua orang yang hadir di kafe memberikan selamat dan doa. Juga menjadi saksi dimana pria itu melamar sang gadis. Mereka bersorak membuat Faizah merasa tak memiliki alasan untuk menolak.

"Yes, i do, Mr. Rasyad," pria itu tersenyum dan menggendong tubuh gadisnya berputar di udara. Hingga kegiatan itu terhenti, membuat mereka kini saling menatap dengan kening yang bersentuhan.

Faizah tak mampu mengalihkan pandangannya. Dia hanya terus melihat ke arah pria itu. Sedangkan Rasyad, terus mengumbar senyum hangat kebahagiaannya.

"Semua tagihan jadikan atas namaku," ucapnya berseru senang. Semua bersorak dan mengucapkan selamat untuk kesekian kalinya.

"Dinner. Malam ini dengan keluargaku," ajaknya seraya berbisik di telinga Faizah. Dia merasa belum siap, tapi juga tak enak bila menolak.

Sampai hari ini, dia masih belum bisa menerima kenyataan dirinya sebagai calon istri dari salah satu pemilik perusahaan terkenal se-asia. Entah keberuntungan apa yang ia gengam saat lahir. Hingga langit melukiskan takdir bersama seorang pria terbaik menurutnya.

Mereka melangkahkan kaki menuju sebuah mall terbesar di Makassar. Di sana terlihat jejeran brand ternama. Barang-barang dengan kualitas mendunia dengan harga yang cukup fantastis. Jika hanya mengandalkan gajinya sebagai honorer, mungkin tidak akan pernah sanggup membeli salah satu pakaian di sana.

Rasyad mendatangi setiap sudut. Membawa berbagai macam model dan juga warna untuk dipilih gadisnya. Ia merasa senang karena sosok pria itu begitu hangat dan perhatian. Membuat dirinya tidak memiliki hal yang perlu dikeluhkannya.

"Ini yakin, belanjaan sebanyak ini? Pasti mahal banget," keluhnya hingga membuat dirinya sulit menelan saliva. Tidak ada satupun barang yang memiliki harga di bawah 300 k. Sekarang, ia terlihat seperti wanita matre yang memanfaatkan kekasihnya.

"Ambil kembali saja. Aku akan datang dengan pakaian yang aku beli sendiri –"

"Ambil. Jangan menolak sekarang." Penegasan seperti biasa. Membuat gadis itu merasa semakin tidak enak. Jika ini di masa kerajaan, dia akan terlihat bak upik abu yang merindukan rembulan. Benar-benar perbedaan kasta yang sangat jauh.

Pria itu sibuk mengobrol di ponselnya. Sesekali tanpa sepengetahuannya, gadis itu melirik harga yang tertera pada label pakaian itu. Hanya menbuat kakinya lemas seiring rasa penasaran yang mendera.

"Bagaimana caraku mengembalikan semuanya? Uang sebanyak ini, butuh hampir seluruh gajiku selama berpuluh-puluh tahun," gumamnya seraya memijat kepala.

Kenyatan perbedaan kasta itu memang bukanlah hal yang mengkhawatirkan untuk pihak Rasyad. Tetapi, dari sudut pandang keluarganya? Mereka hanya warga biasa yang hidup dengan hasil pertanian.

Hasil yang cukup untuk makan sehari-hari dan kelebihannya untuk membayar hutang. Siklus keluarga biasa yang selalu terkait dengan pinjaman. Mana mungkin mereka dapat merasakan semua itu.

Wajahnya perlahan memucat menduga-duga bagaimana bentuk pertemuannya malam ini. Seperti apa dia harus beradaptasi dengan kebiasaan mereka yang sangat luar biasa. Mereka memakan keju dan kentang. Tentu berbeda dengannya yang hanya makan garam, micin dengan singkong.

"Buat semuanya sempurna." Pria itu mengakhiri sambungan telepon. Menatap gadisnya yang kini terlihat sangat lesu. Dia merasa kalau Faizah mungkin tengah bermasalah.

"Are you okay?" ucapnya seraya mengangkat wajahnya untuk menatap dia. Air mata gadis itu mengalir untuk kesekian kalinya. Bagaimana bisa dia bermimpi setinggi ini untuk menganggap dirinya pantas mendampingi pria sempurna seperti Rasyad?

Pria yang terkenal dengan berbagai prestasi dibidang bisnis. Belum lagi kekayaan yang membuat dia dinobatkan sebagai salah satu dari 10 orang terkaya se-asia.

Dia takut terbang terlalu jauh. Hingga lupa merasakan kaki untuk menapak di atas tanah. Ia merasa resah di setiap hela napasnya. Menduga jika mungkin nasib tertulis keliru dengan dia sebagai gadis beruntung.

"Hei?" ucapnya lembut seraya mengusap air mata yang mengalir di wajahnya. Ia menatap hangat pada gadis itu. Seraya tersenyum dan memberikan kecupan ringan di keningnya.

"Everything will be fine." Pria itu tersenyum sekali lagi. Dan memeluk erat tubuh gadisnya agar tidak merasa takut.

Dunia mungkin melihat kehidupan percintaan mereka bak cinderella yang menjadi nyata. Tapi, ini bukanlah dongeng pengantar tidur anak kecil. Melainkan kisah cinta gadis sederhana yang impiannya menjadi nyata. Entah karma dari perbuatan baik ia yang mana menjelma menjadi keberuntungan dalam hal romansa.

Untuk pertama kalinya ia membina hubungan serius dengan seorang pria. Tapi, telah merasa sebagai seperti sosok wanita sempurna saat bersama dengan Rasyad. Dirinya yang tercipta memiliki banyak kekurangan. Berharap mampu memberikan hal terbaik dalam pernikahan mereka.

Keduanya kembali tersenyum bersama. Seiring waktu berlalu, Rasyad telah menyusun berbagai rencana untuk membuat malam itu akan terasa berharga untuk dilupakan.