PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Kembang Desa

Kembang Desa

Penulis:Adevio Kencana

Tamat

Pengantar
Sutini, gadis berusia belasan tahun itu menjadi rebutan para laki-laki dari berbagai penjuru mata angin. Memiliki wajah bak bidadari dengan tubuh yang menggoda, membuat setiap mata laki-laki terpesona memandangnya. Juragan Sukirman, seorang mandor perkebunan kaya raya melakukan berbagai cara demi untuk memilikinya. Suatu saat ayah Sutini menderita sakit keras dan harus segera diobati. Memaksa Ibu Gendis, ibunya Sutini memutar otak untuk mengobati sang suami. Akal licik sang Juragan bekerja. Sang Juragan menawarkan bantuan untuk mengobati suami dari Ibu Gendis hingga terpaksa Ibu Gendis berhutang pada sang Juragan tentu saja untuk mengobati suaminya itu. Karena terdesak hutang, Sutini terancam akan dikawinkan dengan sang mandor. Dia menolak dan memilih kabur dari kampung. Dapatkan Sutini melunasi hutang kedua orang tuanya dan berhasil kabur dari kejaran Juragan Sukirman dan para anak buahnya?
Buka▼
Bab

Seorang gadis yang bernama Sutini dan ibunya sedang berbicara di sebuah rumah tepat di desa kembang sari. Hidup mereka yang begitu sederhana tak membuat Sutini menjadi gadis yang lupa akan keadaan dan takdir yang sudah digariskan tuhan. sangat mengambarkan watak gadis yang berbakti dan penurut pada ibunya yang biasa dia panggil Mbok Gendis itu.

“Sutini!”

“Tolong ibu nak. Bantu masukkan air ramuan jamu ini ke dalam botol ya, ndok?

Teriak ibu Gendis pada anak gadisnya yang berusia belia tepat menginjak usia yang ke empat belas tahun itu.

“Iya Mbok, tunggu ya Mbok.”

“Sutini merapikan sayur dan rempah-rempah ini dulu di gawang.”

Gawang adalah tempat menaruh sayuran dan bumbu rempah-rempah alami yang terbuat dari kayu jati. Sutini lalu mengangkat tubuhnya yang ramping itu dan menguncirnya. Rambutnya yang lurus rapi tergurai begitu indah, gadis itu begitu cekatan dan leluasa membantu ibunya yang disaat pagi hari itu, tentu saja sebelum sang fajar terbit bangun dari tidur panjangnya.

“Habis ini, kamu nanak nasi ya ndok,”

“Isi bakul kosong yang ada di atas meja makan,”

“Mbok mau jualan keliling dulu.”

mbok Gendis perempuan tua ibu dari Sutini terlihat hari itu sudah siap dan mengangkat bakul di punggungnya.Berisi jamu gendong terbuat dari berbagai macam ramuan yang dia buat khusus untuk dijajakan pada penduduk kampung.

Sutini menyusun botol-botol jamu yang telah diisinya dengan ramuan jamu cair dari dalam baskom. Wadah yang terbuat dari tanah liat itu. Tidak lupa dia membantu ibunya menggendong dan merapikan bakul jamu yang akan di bawa ibunya untuk berjualan keliling.

Ibu Gendis adalah seorang penjual jamu keliling yang sedang mempersiapkan jamu tradisionalnya untuk di jual pada warga di sekeliling rumah tempat mereka tinggal. Semua itu dia lakukan tentunya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selain hidup sebagai seorang penjual jamu, ibu Gendis dan Sutini bekerja sebagai buruh tani yang mengolah ladang jagung mereka yang mulai tumbuh berbunga tahun ini.

Ibu Sutini memiliki suami bernama pak Ganda yang sudah tua dan sakit-sakitan. Sakit dengan paru-paru basah yang tidak bisa bekerja berat. Jadi, Cuma bu Gendis dan Sutini lah yang hanya dapat diharapkan di keluarga itu, apalagi ibu Gendis satu-satunya sebagai pencari nafkah dan penjual jamu keliling yang terkadang dibantu oleh Sutini anaknya.

Sutini, perempuan berusia empat belas tahun itu memiliki paras bak bidadari yang turun dari khayangan. Memiliki kulit kuning langsat, mata indah dan juga berpenampilan langsing tinggi semampai. Rambutnya terurai lurus. Jika gadis ini menguraikan rambut lurusnya itu, terlihat bagaikan sekumpulan ombak yang menyejukkan mata bila dipandang. Begitu indah sekali, berayun-ayun bergelombang. Membuat sejuk mata bagi setiap laki-laki yang melihatnya.

Suaranya halus manja dan lembut, bagaikan suara kecapi di tengah hamparan sawah yang menyejukkan telinga bagi siapa saja yang mendengarnya. Suara yang begitu halus lembut mendayu-dayu. Membuat semua laki-laki dari pemuda hingga laki-laki yang sudah beristri berebut ingin melamar dan menjadikan Sutini layak pacar atau istri.

Banyak lamaran dan pinangan yang sudah ditolak Sutini. Gadis itu belum mau berpacaran selain masih terlihat polos. Dia juga banyak mendengar nasehat dari ibunya yang menurutnya tidak baik, hanya menimbulkan hal dan segala sesuatu yang akan berujung maksiat dan menimbulkan fitnah. Sutini tidak bersekolah lagi sejak ayahnya sakit-sakitan. Dia terpaksa berhenti karena keadaan. Ibu dan ayahnya tidak mampu untuk membiayai uang sekolah Sutini dikarenakan mereka orang kurang mampu.

“Kenapa kau tidak mau menikah ndok?

“Bukankah hidupmu nanti akan senang dengan menikahi laki-laki matang yang memang menjadi pilihan hidupmu?

“Mbok hanya ingin anak mbok yang ayu rupawan ini menikah dan bahagia. Mbok dan bapak sudah tua ndok, takut kau nanti jika ajal tiba, kau tak ada yang tempat untuk mengadu dan hidupmu akan susah.”

Mbok Sutini sembari ikut merapikan botol-botol jamu itu mencoba berbicara pada Sutini. Sutini hanya bisa mengelengkan kepala, sembari tersenyum pada Mbok Gendis ibunya itu.

Sutini anak yang penurut, mengerti dengan keadaan ibu dan ayahnya yang amat dia sayang dan dia cintai.Begitu pun sebaliknya orang tua Sutini begitu amat menyayanginya. Sutini sangat mencintai kedua orang tuanya itu.

Pinangan yang ditolak dan lamaran yang banyak dianggapnya sebagai angin lalu, membuat banyak laki-laki dari kampung dan luar kampungnya itu menjadi patah hati.Bukan tidak mau selain faktor lain, Sutini yang beralasan masih mau menikmati masa indah remaja begitu ingin membahagiakan ibu dan ayahnya, Walaupun sekarang hidupnya begitu sederhana. Tak banyak yang dia lakukan sehari-hari,hanya bisa membantu ibu dan ayahnya saja.

Sudah berbagai macam cara laki-laki bahkan usia yang lebih matang mencoba untuk melamar Sutini. Kecantikan wajahnya membuat para laki-laki dari berbagai penjuru berebut mendapatkan hati Sutini. Dari yang sederhana hingga saudagar kaya dari luar kampung ikut melamar Sutini yang bagaikan ajang sayembara itu. Hanya untuk dijadikan seorang istri. Bahkan, ada seorang pengusaha yang berani membayar mahal untuk mas kawin Sutini untuk dijadikan istri keduanya hingga rela menceraikan istri pertamanya. Tetapi tetap saja Sutini tak bergeming akan harta, dia belum siap untuk berumah tangga.

orang di kampungnya menganggap Sutini sangat sombong dengan menolak semua lamaran bahkan dari laki-laki kaya, tetapi Sutini tidak pernah mau mendengar apa kata tetangga. Dia tetap tersenyum mendengar tetangga dan cemoohan orang-orang yang menganggapnya sombong. Bagi Sutini, dia hanya ingin berbakti pada orang tua ayah dan ibunya itu saja.

Sutini masih berdiri di dekat pintu depan rumahnya. Melihat sosok mbok Gendis ibunya yang sambil berlalu dengan bakul jamu gendong.

“Mbok…, hati-hati ya mbok,”

“Cepat pulang ke rumah.”

Sutini saat itu sedikit berteriak pada ibunya dari jarak kejauhan. Sebenarnya ingin sekali gadis itu ikut bersama ibu Gendis sang ibu untuk berjualan jamu keliling. Tetapi hari ini ibu Gendis melarang anak gadisnya itu pergi.

Menurut ibu Gendis, Sutini lebih baik diam di rumah saja sambil merawat suaminya yang saat itu sedang sakit paru-paru basah dan tidak bisa bekerja terlalu lelah. Sutini hanya diam di rumah, kerjanya menyapu, mencuci piring, menyusun botol jamu ibunya untuk berjualan keliling besok. Tidak lupa juga hari itu dia membersihkan dan mempersiapkan rempah rempah untuk dibuat menjadi olahan jamu tradisional yang akan dijajakan sang ibu esok hari.

Begitulah Sutini, gadis cantik yang memang bidadari kampung itu yang selain cantik selalu menurut pada orang tuanya. Sutini yang kerap menjadi bahan perbincangan laki-laki dari kampung maupun luar kampung begitu membuat semua laki-laki ingin memiliki gadis cantik ayu rupawan itu.