PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Love Will Find The Way

Love Will Find The Way

Penulis:Rachita Dani

Berlangsung

Pengantar
Sandra dan Alex berjumpa dalam suatu insiden. Sejak saat itu mereka menjadi dekat. Mereka juga memiliki nama yang sangat mirip, seperti sepasang anak kembar. Sebenarnya nama ini diberikan oleh orang tua mereka karena suatu peristiwa di masa lampau yang mereka tidak tahu. Kedekatan membuat mereka saling jatuh cinta, tetapi kisah mereka tidak dapat berjalan mulus karena keputusan keluarga yang menentang hubungan mereka dan hadirnya seseorang dalam hubungan mereka. Di saat inilah kisah masa lampau itu terkuak, yang menentukan hubungan mereka selanjutnya. Akankah mereka dapat bersatu dalam cinta sejati?
Buka▼
Bab

Brak!

“Aduh!”

Sandra meringis kesakitan. Dia baru saja jatuh terpeleset di toilet umum sebuah pom bensin. Dia lalu memegang pergelangan kaki kanannya yang terasa sangat sakit. Dalam hatinya dia merasa yakin bahwa dia telah terkilir.

Seorang pria kurus kecil yang merupakan petugas kebersihan toilet, seorang petugas pom bensin berpakaian hitam dengan segera menghampiri dirinya yang sudah pasrah terduduk di tanah dekat dengan tangga teras toilet.

“Kepleset ya mbak?” tanya petugas kebersihan toilet itu. Bersama dengan petugas pom bensin itu dia membantu Sandra berdiri.

“Nggak, itu saya tidak melihat tangga turun itu,” kata Sandra. “Kayaknya kaki saya keseleo,” sambungnya lagi sambil meringis. Terasa sakit sekali pergelangan kaki hingga ke punggung kaki sebelah samping. Dia juga berusaha berjalan tapi tidak bisa.

“Mbak, duduk saja dulu di sini,” kata petugas pom bensin itu sambil menunjuk tembok pembatas taman kecil yang berada di dekat toilet. Dia adalah seorang pria bertubuh tinggi dan berisi, serta cukup berotot. Sandra merasa tidak ragu untuk bertumpu pada pria itu daripada kepada pria petugas kebersihan toilet yang kurus kecil, bahkan lebih pendek darinya.

Sandra dibimbing oleh kedua pria itu untuk duduk di tembok pendek pembatas taman. Dia merasa lega ketika akhirnya bisa duduk di situ sehingga kakinya tidak perlu menopang tubuhnya.

“Coba saya lihat dulu kakinya, mbak,” kata si petugas pom bensin. Dari pakaian yang dikenakannya, Sandra memperkirakan dia adalah seorang supervisor di situ. Wajahnya cukup tampan dengan rambut yang dipotong sangat rapi.

“Yang ini sakit,mbak?” katanya sambil memegang pergelangan kaki Sandra dengan lembut.

“Iya,” jawab Sandra. “Tapi lebih sakit di sini,” katanya sambil menunjuk ke arah punggung kaki sebelah samping yang tampak mulai membesar.

“Wah, iya. Ini mulai bengkak,” kata pria petugas pom bensin tadi. Dia lalu menoleh ke arah petugas kebersihan. “Di, tolong ambilkan obat gosok di kotak P3K!” perintahnya.

Dengan segera si petugas kebersihan melesat pergi ke dalam sebuah bangunan yang dipakai sebagai kantor pom bensin.

“Padahal mbak nggak pakai sepatu hak tinggi ya,” kata petugas itu. Memang Sandra hanya mengenakan sepatu berhak sekitar dua centi. Sepatu yang biasa dia kenakan untuk kuliah.

“Iya, saya hanya nggak lihat kalau di situ tangga tadi,” kata Sandra lagi sambil menunjuk tangga teras toilet. Sandra menyadari tadi dia sedang tidak berkonsentrasi. Pikirannya sedang penuh dan badannya terasa amat letih. Dia juga merasa sangat lapar.

Saat itu sudah menunjukkan pukul delapan tiga puluh malam. Sandra baru saja pulang dari kampus tempat dia mengambil studi S-2 Bisnisnya. Hari ini adalah hari yang amat melelahkan baginya, fisik maupun emosi. Di perjalanan pulang dia melihat bahwa indikator bensin mobilnya sudah menunjukkan tanda harus segera diisi, sehingga dia memutuskan untuk segera mengisi bensin sebelum membeli makan malam.

Setelah mengisi bensin, dia memarkirkan mobilnya di pinggir dekat taman kecil pom bensin yang cukup luas itu untuk pergi ke toilet. Setelah dari toilet itulah insiden itu terjadi, dan sekarang inilah dia duduk di pinggir taman dengan meringis kesakitan.

“Pak, counterpainnya habis. Pakai apa ya? Hanya ada minyak kayu putih,” kata petugas toilet yang baru saja datang dari kantor. Dia menyodorkan minyak kayu putih itu dengan wajah polos.

Petugas pom bensin itu memandang ke arah petugas kebersihan itu sambil sedikit tertawa. “Nggak bisa kalau pakai minyak kayu putih,” katanya. “Ya sudah, kamu di sini dulu temani mbak ini, saya ke sana sebentar,”katanya lagi sambil menunjuk sebuah mini market kecil yang ada di area pom bensin. Dia lalu berdiri dan berjalan cepat ke arah mini market itu.

Tidak lama kemudian dia kembali sambil membawa obat gosok. “Sini mbak, saya gosok sebentar,” katanya sambil berjongkok di dekat kaki Sandra. Dia lalu memoleskan obat gosok itu di kaki Sandra yang sakit. Dia tidak mengurutnya, tetapi sentuhannya cukup membuat Sandra meringis.

“Pak, saya lanjut bersih-bersih dulu,” kata petugas kebersihan tadi.

“Oh iya, silakan,” kata si petugas pom bensin sambil terus memoleskan obat gosok ke kaki Sandra.

“Nah, sudah,” katanya sambil menutup obat gosok tadi dan memasukkannya ke dalam kantong kemejanya. “Mbak ke sini sama siapa?” tanyanya.

“Sendiri,” jawab Sandra. Dia sebenarnya sedang berpikir bagaimana dia bisa mengendarai mobilnya dengan kaki seperti ini. Bukankah kaki kanannya yang bertugas menginjak gas? Bagaimana dia bisa melakukannya dengan kaki seperti itu.

“Naik mobil, mbak?” tanya petugas itu lagi.

“Iya. Aduh, bisa nggak ya saya nyetir dengan kaki seperti ini?” kata Sandra.

“Hmmm…sepertinya terlalu berisiko, mbak,” kata petugas itu. Dia lalu terdiam menatap kaki Sandra dengan kening berkerut, seolah sedang memikirkan sesuatu.

Sandra mendesah. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia baru tinggal di kota Bandung ini selama setahun dan dia tinggal sendiri di rumah yang dibeli oleh orang tuanya untuk dia tinggal melanjutkan studi S-2 nya. Temannya tidak terlalu banyak karena orang-orang yang dikenalnya adalah teman-teman kuliahnya yang hanya ditemuinya saat kuliah. Dia tidak tahu harus menghubungi siapa untuk dimintai bantuan menjemputnya atau membawakan mobilnya.

“Sepertinya saya harus tetap menyetir, karena tidak ada yang bisa saja mintai tolong untuk menjemput saya,” kata Sandra.

“Jika mbak mengijinkan, saya bisa membawa mobil mbak,” kata petugas itu.

“Maksudnya? Mas yang nyetirin saya?” tanya Sandra.

“Iya mbak, kalau mbak mau dan percaya dengan saya,” jawab petugas itu.

“Jangan mas, kasihan mas jadi repot nanti,” kata Sandra. “Saya bisa kok, pelan-pelan.”

“Mbak yakin? Kaki kanan untuk gas dan rem loh.”

“Ya saya usahakan pelan-pelan. Lagipula mobil saya matic. Saya bisa mengakalinya. Kaki kiri saya bisa untuk rem,” kata Sandra dengan yakin.

Petugas itu memandang Sandra dengan ragu. “Agak berisiko sih, mbak,” katanya.

“Nggak apa-apa,” sahut Sandra. Dia lalu berusaha untuk berdiri.

Dengan sigap petugas itu memegang lengan Sandra dan menolongnya berjalan menuju mobil Sandra. Dengan bersusah payah Sandra berjalan sambil tertatih-tatih. Ternyata kini kakinya terasa lebih sakit dari sejak pertama terkilir tadi.

“Bisa, mbak?”

“Bisa, bisa,” kata Sandra sambil meringis. Padahal kakinya terasa sangat sakit.

“Mbak yakin bisa nyetir sendiri?” tanya petugas itu ketika Sandra telah duduk di belakang stir.

“Bisa, Mas,” jawab Sandra. Sebenarnya dia tidak merasa yakin bisa menyetir mobil dengan kondisi kaki seperti itu, tetapi apa mau dikata, dia harus melakukannya. Biarlah dia mencoba dulu.

“Ya sudah, kalau begitu mbak,” kata petugas itu. Raut wajahnya menunjukkan keraguan atas keputusan Sandra. Dia terlihat sangat khawatir Sandra harus menyetir mobil sendiri. “Ini, bawa saja obat gosoknya buat di rumah,” katanya lagi sambil menyodorkan obat gosok itu kepada Sandra.

“Ohya, terimakasih ya, Mas. Tadi Mas beli ya? Berapa?” kata Sandra sambil merogoh ke dalam tasnya untuk mengambil dompet.

“Nggak usah, mbak. Ambil saja!” katanya petugas itu.

“Aduh, jangan dong Mas,”kata Sandra sambil menyodorkan selembar uang seratus ribu ke arah petugas itu.

“Nggak, mbak. Sudah-sudah,” jawab petugas itu sambil mendorong tangan Sandra.

“Aduh, saya jadi tidak enak,” kata Sandra.

“Nggak apa-apa, mbak. Mbak hati-hati di jalan ya. Mbak ke arah mana pulangnya?”

“Ke atas,” kata Sandra sambil menujuk ke arah kiri.

“Oh oke. Hati-hati ya mbak!” kata petugas itu dengan wajah prihatin.

“Terimakasih ya, Mas, sudah membantu saya,” kata Sandra sambil tersenyum. Dia merasa bersyukur dengan kehadiran petugas pom bensin tersebut.

“Ya, sama-sama, mbak,” balas petugas itu sambil tersenyum juga, tapi keprihatinan di wajahnya masih terlihat dengan jelas.

Kemudian Sandra dengan perlahan melajukan mobilnya. Terasa amat sulit menginjak pedal gas dengan kaki sakit seperti itu, tetapi dia berusaha menjalankan mobilnya dengan perlahan. Kaki kirinya yang selama ini menganggur bila menyetir mobil, dengan terpaksa bekerja untuk menginjak rem.

Sendirian di dalam mobilnya, membuat hati Sandra semakin merasa sedih. Air mata mulai mengalir membasahi pipinya.