PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Faith Of Destiny

Faith Of Destiny

Penulis:Serena Muna

Tamat

Pengantar
Dia terpaksa harus mengubah identitasnya akibat sesuatu hal yang tidak pernah dia lakukan hingga akhirnya bertahun-tahun berlalu akhirnya ia muncul sebagai seseorang dengan identitas baru yang bernama Louis. Setelah semua kejadian buruk yang terjadi di masa lalunya kini ia siap untuk kembali pada kehidupan seorang wanita yang sangat dicintainya namun takdir berkata lain, kebahagiaan tidak dapat ia rengkuh saat itu juga. Bagaimana akhir kisah Louis? Image source: unsplash.com Cover and Edited by PicsArt
Buka▼
Bab

Seorang wanita tua tengah menggandeng tangan seorang anak laki-laki yang berusia sekitar 15 tahun menuju sebuah rumah mewah dan besar, si anak laki-laki itu pun bertanya pada sang ibu, kenapa mereka harus datang ke rumah ini namun sang ibu mengatakan bahwa nanti putranya itu akan mengetahui sendiri apa maksud dan tujuannya membawanya ke rumah ini.

“Maaf, anda siapa? Ada keperluan apa anda datang ke sini?” tanya seorang petugas keamanan yang berjaga di depan pagar rumah ini.

“Saya ingin bertemu Tuan Laurence, beliau ada di dalam kan?” jawab si wanita itu.

“Maaf, namun tidak sembarangan orang bisa menemuinya, apalagi sepertinya anda tidak memiliki janji bertemu dengannya,” ujar petugas keamanan itu seraya menatap wanita ini dengan tatapan merendahkan.

“Kenapa anda begitu kasar sekali?!” seru anak laki-laki itu karena merasa ibunya dihina barusan oleh orang ini.

“Sudah Nak, biarkan saja,” ujar sang ibu.

“Namun dia sudah keterlaluan, Bu.”

“Kalau anda tidak mau membiarkan saya menemui Tuan Laurence, maka jangan salahkan saya jika seluruh dunia akan mengetahui yang sebenarnya.”

“Apa sebenarnya yang sedang kamu bicarakan ini?”

“Kamu beritahu saja dia di dalam sana untuk menemuiku atau aku bisa membuatnya hancur.”

Maka si petugas keamanan itu menelpon menggunakan telepon yang ada di dalam pos jaganya ke dalam rumah seraya matanya tetap awas mengamati si wanita dan anak laki-lakinya itu.

“Beliau bilang dia akan keluar sebentar lagi.”

“Baguslah kalau begitu.”

Si anak laki-laki itu pun bertanya apa yang sebenarnya tengah dibicarakan oleh sang ibu dengan petugas keamanan itu, namun si ibu lagi-lagi mengatakan bahwa nanti anaknya ini akan mengetahuinya. Tidak lama kemudian pintu pun terbuka dan menampakan seorang pria dengan stelan kerja lengkap menatap si wanita ini dengan tatapan tajam dan tidak suka.

“Mau apa kamu ke sini?”

“Aku ingin memberitahumu sesuatu.”

“Katakan saja dan jangan bertele-tele karena aku masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan.”

“Kamu lihat anak ini, dia terlihat mirip denganmu kan?”

Si pria itu menatap anak laki-laki yang datang bersama dengan si wanita ini, pandangannya pun kini beralih kembali pada si wanita ini.

“Siapa dia?”

“Dia adalah anak kandungmu.”

****

Pria yang dipanggil Laurence itu terkejut ketika wanita ini mengatakan bahwa si anak laki-laki itu adalah putranya, pun dengan si anak laki-laki yang sama terkejutnya dengan Laurence. Ia bertanya pada sang ibu apakah benar yang dikatakannya barusan.

“Tentu saja, apakah kamu tidak melihat bahwa kamu sangat mirip dengan pria ini?”

“Jangan pikir kamu akan mempercayai apa yang kamu katakan Emma, bisa saja dia ini bukan anakku namun kamu hanya mengaku-ngaku dia sebagai anakku supaya kamu bisa mendapatkan uangku.”

“Aku sama sekali tidak tertarik dengan satu sen pun uang yang kamu miliki, aku datang ke sini karena anak ini terus bertanya padaku di mana ayahnya dan sekarang inilah saatnya aku mengatakan yang sebenarnya serta mempertemukannya dengan ayah kandungnya.”

“Emma, kamu sudah tidak waras! Kamu pikir aku akan percaya begitu saja dengan apa yang kamu katakan ini?! Omong kosong!”

“Aku ingin agar seluruh dunia tahu bahwa kamu bukanlah pria baik-baik seperti yang diberitakan oleh media, kamu tidak lebih dari pria kurang ajar yang berani meniduri seorang perempuan dan tak mau bertanggung jawab!”

PLAK

“CUKUP!”

****

Emma dan anak laki-lakinya yang ia beri nama Francis dalam perjalanan pulang setelah insiden penamparan yang dilakukan oleh Laurence akibat ia tak percaya dengan apa yang Emma katakan barusan. Francis pun sama tak percayanya dengan pria itu, walaupun wajah mereka bisa dikatakan mirip, namun apakah bnar kalau ia adalah anak kandung pria itu?

“Bu, apakah Ibu baik-baik saja?”

“Tentu saja, kamu tak perlu mengkhawatirkan Ibu.”

“Apakah benar yang Ibu katakan barusan kalau pria itu adalah ayah kandungku?”

“Apakah aku terlihat sedang bercanda atau tidak mengatakan yang sejujurnya padamu?”

Francis menundukan kepalanya, ia merasa bahwa sang ibu sama sekali tidak berdusta dengan apa yang dikatakannya tadi, perasaannya berkecamuk saat ini, di satu sisi ia bahagia karena bisa bertemu dengan ayah kandungnya, namun di sisi yang lain ia merasa kesal dan marah karena sang ayah tidak mau mengakuinya dan malah memperlakukannya dengan kasar.

“Kenapa Ibu bisa berakhir dengan pria itu?”

“Ibu akan menceritakan semuanya ketika kita di rumah, Nak.”

Maka akhirnya mereka tiba di rumah kontrakan, ketika mereka baru saja tiba di rumah nampak seorang wanita tua sudah berdiri di depan pintu pagar dan menatap mereka dengan tajam.

“Dari mana saja kamu?”

“Saya habis pergi sebentar.”

“Sekarang juga kamu kemasi barang-barangmu.”

“Apa?”

“Kamu tidak tuli kan? Kemasi barang-barangmu sekarang juga dan jangan banyak bertanya.”

****

Emma tidak bisa menolak apa yang dikatakan oleh wanita tua itu karena memang ia tidak sanggup membayar biaya sewa rumah karena ia baru saja dipecat dari tempatnya bekerja dengan pesangon yang sangat minim. Emma berusaha tegar dengan semua cobaan yang datang silih berganti menghampiri kehidupannya demi anak satu-satunya yang ia sayangi.

“Kita akan pergi ke mana, Bu?” tanya Francis.

“Kita akan mencari rumah baru untuk kita tinggali,” jawab Emma.

“Apakah Ibu yakin kalau kita akan mendapatkan tempat tinggal yang baru?”

“Tentu saja, kenapa kamu menanyakan hal itu?”

“Karena kita pasti akan diusir lagi dari rumah kontrakan lain seperti yang terjadi tadi.”

“Kamu tak perlu memikirkan hal itu, Nak.”

“Bagaimana bisa aku tidak memikirkan hal itu? Bu, izinkan aku untuk berhenti sekolah dan mencari pekerjaan.”

“Kamu ini bicara apa? Kamu tidak boleh berhenti sekolah, kalau soal biaya sekolah, Ibu akan berusaha sebaik mungkin untuk mencari jalan keluarnya.”

“Tapi karena aku tetap bersekolah, Ibu jadi seperti ini, Ibu bahkan tidak makan hanya demi memberikanku makan.”

“Nak, sudah Ibu katakan padamu untuk jangan khawatir soal itu, pokoknya kamu fokus saja pada sekolahmu saja.”

****

Emma sudah berjalan ke sana dan ke sini bersama Francis, namun mereka berdua sama sekali belum menemukan rumah kontrakan yang bisa mereka huni padahal hari sudah semakin malam dan cuaca semakin dingin.

“Apa yang kamu lakukan? Kamu nanti kedinginan, Ibu kan sudah memakai mantel,” ujar Emma ketika anaknya itu memberikannya mantel yang ia kenakan.

“Mantel Ibu tipis sementara udara di luar sini begitu dingin, aku tidak ingin Ibu jadi sakit.”

Emma terharu dengan perhatian yang diberikan oleh putranya itu, pada akhirnya mereka berdua harus rela tidur malam ini di pinggir jalan.

“Maafkan Ibu, Nak.”

“Ibu sama sekali tidak perlu meminta maaf untuk hal ini.”

Pada akhirnya mereka berdua pun tidur seadanya di sebuah lorong gelap yang dekat dengan tempat sampah. Namun baru beberapa saat tidur, ada derap langkah kaki mendekati mereka dan memperhatikan Emma dan Francis yang sedang tertidur.

“Hei bangun!”

Mereka berdua terbangun dengan suara itu dan ketika terbangun, mereka mendapati segerombolan orang pria berbadan besar dengan wajah menyeramkan tengah menatap mereka.

“Apa yang kalian lakukan di sini?”

“Kami hanya menumpang tidur di sini karena kami tidak memiliki tempat tinggal.”

“Kalian tidak boleh tidur di sini, kalau kalian mau tidur di sini maka kalian harus membayar dulu.”

“Apa?! Mana bisa seperti itu?” tanya Francis yang nampak keberatan dengan syarat yang diberikan oleh pria itu.

“Kalau begitu pergi saja dari sini!”