PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Wanita Malam

Wanita Malam

Penulis:MawarHitam

Berlangsung

Pengantar
Cindy Paramitha adalah seorang wanita berusia 25 tahun, empat tahun sudah dia menggeluti dunia malam. Bekerja di sebuah bar dan menemani pelanggan, adalah aktifitas kesehariannya saat malam menjelang. Bukan karena ingin, Cindy berada di sana karena terpaksa. Sang ayah yang sering mabuk dan berjudi terlilit hutang, hal itulah yang membuatnya di paksa bekerja di sana sebagai penebus hutang. Sampai akhirnya Cindy terbiasa dengan pekerjaan itu. Bukan hanya bar biasa, Cindy yang berparas cantik bekerja di bar orang-orang kelas atas. Namun, selain menemani minum sesekali, Cindy di paksa menemani tamu untuk meluahkan hasrat mereka. Tapi tidak semua orang bisa menikmati tubuhnya, hanya orang-orang tertentu yang dia ijinkan. Karena Cindy sudah termasuk primadona kelas atas di bar tersebut. Bayarannya pun tidak main-main, seseorang yang ingin tidur dengannya. Harus berani merogoh kocek dalam-dalam. Sampai akhirnya seorang pelanggan yang bernama Alkezi Alexander, yang Cindy tidak tau apa pekerjaannya. Hanya saja dia cukup di hormati di bar, tapi hanya sang bos yang tau apa pekerjaan pria itu. Sampai akhirnya si pria menginginkan Cindy, entah apa sebabnya. Mungkinkah tuan Al jatuh hati padanya, ataukah hanya ingin bersenang-senang? Sampai membuatnya mau menebus Cindy, lalu akhirnya membawa Cindy untuk tinggal bersamanya. Bagaimana nasib Cindy setelah tinggal bersama tuan Al, akankah hidupnya lebih baik? Atau malah lebih sengsara? Apa pula alasan tuan Al sebenarnya?
Buka▼
Bab

Bugh!

"Aw!" teriak salah seorang gadis yang dengan sengaja ditabrak gadis lainnya. Dia pun jatuh terduduk, sambil meringis memegang bahunya.

"Oups, maaf ya cacat. Aku gak sengaja," ucap si penabrak dengan wajah dibuat-buat menyesal.

Beberapa orang yang ada di koridor kampus itu, malah menertawakannya. Tidak ada seorangpun yang membantu, tapi Raya sapaan gadis yang di tabrak itu sudah biasa akan hal itu. Dia pun berusaha berdiri sambil menahan sakit di bahunya.

"Aduh, kasihan gak ada yang nolongin? Ayo kalian tolongin, aku gak bisa aku juga sakit." Si gadis yang menabrak langsung pura-pura sakit setelah menunjuk kearah tiga temannya.

"Ogah, nanti aku ketularan jelek. Tam," sahut salah satu yang di tunjuk dan memanggil penabrak itu Tam. Karena memang namanya adalah Tamara.

"Ya ampun, Fen. Kamu tega banget, ayo Dilla, Anita tolongin. Hehehe," pintanya dengan tawa meledek.

"Ogah, jijay!" seru keduanya menolak.

"Sudah ah, ayo ke kantin!" ajak Tamara lalu meninggalkan Raya yang akhirnya berdiri juga.

Beberapa orang yang sedang duduk-duduk di area koridor kampus itu, hanya menatap Raya sambil menahan tawa. Ya, begitulah keseharian Raya. Ada saja ulah anggota yang menamakan diri mereka geng macan itu, untuk mengerjai Raya. Seolah sudah kebal akan kelakuan ketiga orang itu, Raya bahkan tidak pernah menangis saat mereka membullynya.

Raya ingat betul, saat awal masuk kuliah. Bukan hanya Tamara tapi kakak-kakak seniornya sering menghina dan meledeknya. Tapi untuk Raya semua itu tidak penting, asalkan dia bisa berkuliah. Meskipun akhir-akhir ini kelakuan keempat orang itu semakin keterlaluan. Pernah suatu hari Raya di kurung di gudang, setelah sebelumnya mereka mencoret-coret wajah raya dengan lipstik.

Tidak terhitung lagi perlakuan buruk yang raya terima, bukan hanya dari keempat orang itu. Akan tetapi hampir semua mahasiswa, terutama yang dari kelas jurusannya. Ada satu dua orang, yang tidak tega akan nasib Raya. Hanya saja mereka enggan membantu, karena akan jadi bahan bully-an juga.

Tapi Raya ingat, saat awal masuk kuliah dan menjalani ospek. Ada seseorang yang membantunya ketika dia dikerjai kakak tingkat yang juga anggota BEM. Salah seorang kakak tingkat yang menjadi wakil ketua BEM membantunya saat itu. Hingga saat ini sosok itulah yang menjadi penguat dan penyemangat Raya untuk terus kuliah. Meskipun sang kakak tingkat tidak pernah lagi menyapanya setelah kegiatan ospek berakhir. Namun, untuk Raya itu tidak penting. Asal bisa melihatnya dari jarak jauh saja, Raya sudah senang dan seakan mendapatkan kekuatan untuk bertahan.

Raya berjalan menuju kelasnya, tanpa sengaja dia berpapasan dengan sang kating singkatan dari kakak tingkat. Raya menunduk malu, Reno nama pria itu sempat melirik Raya hanya saja enggan menyapa. Raya terus menunduk, berjalan menuju ke kelasnya. Sesampainya di kelas Raya menghembuskan napas lega, sepanjang jalan setelah berpapasan dengan Reno ternyata Raya menahan napasnya.

Raya memang tidak percaya diri, untuk menyatakan perasaannya. Karena dia sadar, siapa dirinya yang memiliki wajah sebagian rusak. Sebenarnya wajah Raya tidak seperti itu awalnya, hanya saja ada sebuah kejadian tragis saat dia masih kecil. Yang akhirnya membuat wajahnya terbakar sebagian, dari pelipis, sebagian pipi dan dekat telinganya. Itu kenapa Raya selalu menggerai rambutnya untuk menutupi bekas luka itu.

"Eh, mana tugas kuliahku." Salah seorang pria mendekati Raya yang sedang duduk. Raya pun merogoh tasnya lalu mengeluarkan buku yang di maksud pria itu.

"Ini, buat kamu jajan. Thanks ya," ucap pria itu sambil menyodorkan uang sepuluh ribu pada Raya. Meski berat Raya menerima uang itu, karena tahu si pria akan marah dan kesal kalau sampai Raya menolak. Meskipun sebenarnya uang itu tidak setimpal, dengan hasil kerja kerasnya mengerjakan tugas pria itu.

"Terima kasih," sahut Raya sambil terus menunduk.

Stanley pria yang baru saja bicara pada Raya, memang selalu meminta Raya mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Meskipun kadang rasanya Raya terbebani, tapi dia tidak bisa menolak sama sekali. Karena semua orang tau, bagaimana Stanley jika sudah marah. Bisa-bisa Raya akan jadi korban bully yang lebih parah. Itu kenapa Raya selalu menurutinya, Stanley mahasiswa yang terkenal urakan.

Banyak mahasiswa dan mahasiswi yang enggan berurusan dengannya, tapi berkat dia Raya cukup terlindungi. Karena tidak ada yang boleh meminta Raya mengwrjak tugas selain dirinya, menurut Stanley kalau terlalu banyak maka akan banyak tugas yang isinya sama. Dan bisa-bisa membuat dosen dan pihak kampus akan menyelidiki hal itu.

Itu kenapa hanya Stanley yang boleh meminta Raya mengerjakan tugas. Dan Raya akhirnya aman dari mahasiswa dan mahasiswi lain yang ingin meminta hal yang sama. Bisa di bayangkan jika ada sepuluh orang yang melakukan hal itu, bisa-bisa Raya tidak bisa melakukan apapun lagi selain mengerjakan tugas mereka. Raya memang terkenal paling pintar di kelas mereka, bahkan dia bisa kuliah hasil dari kepintarannya. Raya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah, karena selalu juara umum di sekolahnya dahulu.

***

Jam kuliah berakhir, Raya dengan semangat bersiap untuk pulang. Karena dia akhirnya bisa mengakhiri semua hal buruk di kampusnya, lalu pulang ke panti yang bagaikan surga untuknya. Ya karena di panti, meskipun wajahnya cacat tidak ada seorangpun yang pernah menghinanya. Semua orang di sana menyayanginya, terutama ibu kepala panti.

Meskipun karena wajahnya, tidak ada seorangpun yang berniat mengadopsinya. Ibu kepala panti tidak pernah keberatan, beliau malah mengurus Raya seperti putri kandungnya sendiri. Karena beliau jugalah Raya akhirnya memutuskan melanjutkan kuliah, meskipun Raya sudah tau resiko apa yang akan di terimanya. Saat sekolah menengah pertama dan SMA Raya sudah sering mendapatkan bully-an, tapi ibu kepala panti terus memberinya semangat membuat Raya bisa bertahan.

Saat hendak keluar kelas, lagi dan lagi Tamara n the geng mengerjainya. Mereka menyerobot keluar dan sengaja menabrak Raya, untung saja kali ini Raya tidak sampai jatuh terduduk. Hanya sempoyongan menahan tubuhnya yang ditubruk keempat gadis itu. Bahkan Raya sempat menabrak Reno yang ditaksirnya itu, membuat Raya jadi salah tingkah.

"Ma~af," ucap Raya terbata.

"Sudah gak apa-apa, sana minggir saja. Hei, kalian hati-hati kalau jalan," ujar Reno mengingatkan Tamara dan teman-temannya yang sedang terkekeh. Hanya saja nada Reno saat bicara pada keempat gadis jahil itu berbeda dengan saat bicara pada Raya. Suaranya lebih lembut, tidak pada saat dengan Raya yang terkesan datar dan dingin.

Raya pun menggeser tubuhnya, membiarkan Reno dan beberapa temannya berlalu. Raya pun langsung berjalan untuk segera keluar dari kampus. Meskipun nada Reno terkesan dingin dan datar, Raya tetap senang karena akhirnya bisa menyentuh tubuh Reno. Hal itu membuat Raya tersenyum sepanjang jalan, sampai akhirnya naik ke atas sepedanya. Raya memang pergi kuliah menggunakan sepeda miliknya.

"Duh kempes, pasti mereka yang mengerjainya. Kenapa nasibku sial banget sih," gumam Raya menatap ban sepedanya yang sudah kempes.

Raya memeriksa bannya, ternyata ada lubang di kedua ban depan dan belakang sepeda miliknya itu. Dengan terpaksa Raya harus menuntun sepedanya, meski panas matahari begitu terik. Apalagi dia tidak punya uang sama sekali, untuk menambal ban sepeda kesayangannya itu.

"Cacat! Punya sepeda itu di naikin, bukan dituntun. Hahahah!" teriak Tamara dari dalam mobilnya di susul tawa meledek diikuti teman-temannya.

Raya hanya bisa menunduk, rasa malu seolah sudah terkuras habis oleh kelakuan Tamara dan teman-temannya.