PopNovel

Baca Buku di PopNovel

I Love You Mas Barista

I Love You Mas Barista

Penulis:Naini Nay

Berlangsung

Pengantar
Pipimu tembem banget sih astaga .... Deg! Dalam sekejap Sarah termenung, terdiam di tempatnya lantas terdongak di tengah aksinya yang berdiri di depan bar cafe. Nentranya sempurna menangkap dua buah mata elang berhasil membuatnya terkejut dengan semuanya. Keadaan seakan-akan membuatnya bingung juga kaget dalam sekejap, lebih-lebih saat sebuah lengkungan indah dari sebuah bibir di depannya sana nampak jelas terekam di kedua bola mata Sarah. Laki-laki bertubuh ideal tengah tersenyum menatapnya di samping bar cafe tempatnya berada. Memainkan sebuah lap yang ada di tangannya juga seorang laki-laki yang memakai baju hitam-hitam dengan celemeknya yang melilit sempurna layaknya Barista sesungguhnya yang memang profesi laki-laki itu. Kayaknya Barista bakal jadi jodohku, ck!
Buka▼
Bab

Sarah tersenyum kikuk, pandangannya ia alihkan ke arah depan sana dimana keberadaan seorang Barista cantik yang memang sedang memiliki urusan dengannya. Tempat kerjanya hanyalah bersebelahan dengan cafe ini, janji jiwa. Janji dengan jiwa-jiwa yang memang selalu dibuat rindu akan tempat itu. Dan mungkin Sarah adalah orang yang secara mendadak juga dibuat akan merindu dengan tempat ini selalu karena kejadian beberapa detik yang lalu itu. Kejadian biasa namun bermakna penuh ditengah-tengah segala kebingungan dan keterkejutannya.

Ia tak menjawab apa-apa setelah itu, jiwa-jiwa insecurenya melonjak drastis mendapati itu meskipun setengahnya ia juga dibuat senang karena sebuah ucapan itu membuatnya teringat akan sebuah statement yang mengatakan jika perempuan chubby itu menggemaskan dan terlihat cantik.

'Boleh aku baper?' tanyanya dalam hati dengan ketidak jelasan yang membuatnya juga tak sadar geleng-geleng kepala. Hal itu tak luput dari pandangan dua Barista di hadapan Sarah yang saling beradu pandang penuh makna satu sama lain di sana. Sedangkan Sarah? Kini masih tak jelas di tempatnya. 'Engga engga engga, baperan kamu mah Rah! Lemah dasar ... Dasar ... Dasar ....'

Deg!

Seselesainya, ia pun teringat akan tanggung jawabnya yang lain. Pandangan itu terdongak menatap seorang Barista cantik yang tersenyum dengan sejumlah uang di tangannya yang refleks kembali menyadarkannya. "Eh, ini ya mbak? Eum oke deh, tak ambil ya mbak. Makasih ...." ujarnya cepat seolah tak memberikan celah bagi dua orang di hadapannya untuk berucap.

Tanpa basa-basi ia pun keluar dari sana setelah membalikkan badannya cepat yang tanpa ia sadari membuat dua orang tadi bingung dengan keadaan yang berbeda. Si Barista cantik itu geleng-geleng kepala dalam sekejap, berbeda dengan satu Barista tampan yang sukses semakin tak habis pikir dengan sosok gadis yang baru saja ia berikan sebuah kalimat yang ia sadar antara refleks dan gemas diucapkannya menyadari pipi Sarah yang memang terlihat menggemaskan itu.

Duk!

Didudukkan diri Sarah pada kursi tempat dirinya bekerja saat ini, bisa dibilang ia bekerja disebuah toko emas yang memang bersampingan dengan mini cafe janji jiwa sana.

Helaan nafas panjang ia keluarkan saat ini, jujur ia sebenarnya tak bisa mengatur nafasnya dan dirinya karena kejadian beberapa detik yang lalu itu sukses membuat dirinya malu juga senang setiba-tiba itu.

Ia memang sudah dewasa, tapi soal perasaan. Jika ia sudah disentil ia akan selalu mengingat bahkan selalu memikirkannya jika memang sukses totalitas membuat dirinya senang bukan main meskipun itu tanpa ia duga juga. "Ya Allah, bisa-bisanya gitu loh. Ini sebenarnya, aku harus senang apa sedih? Atau insecure atau emang bersyukur? Duh ya Allah ...."

Dibenarkannya lagi posisi duduk Sarah, menatap ke arah kaca di depannya sana lurus yang memang biasa terpasang di toko toko berbasis tempatnya kerja itu. Pandangannya mulai kosong ke depan sana, menatap lurus ke arah pantulan diri pada kaca sana lantas tersenyum.

"Bisa-bisanya ya Mas tadi bilang gitu, ya Allah anak orang ini baper hue ... argh ya Allah ...."

Muncullah sifat asli dari Sarah saat ini, baperan dan apa-apa kepikiran. Ia memang demikian, susah untuk dikondisikan dirinya jika mendapatkan hal tak terduga seperti sekarang ini. Hanya bisa senyum-senyum tak jelas bahkan sampai sekarang ini ia masih sibuk menyembunyikan kebahagiaannya yang hanya secuil bagi orang lain namun sangat membahagiakan dirinya dengan sangat-sangat tanpa diketahui orang lain.

Nyatanya, kadar kebahagiaan orang memang berbeda-beda. Sama halnya seperti kadar kebahagiaan Sarah, cukup diberi sebuah pujian ataupun apalah tadi ia sudah bahagia walaupun ia juga sadar kebahagiaan yang berlebihan juga tak baik untuk kesehatan diri tapi ia cukup bersyukur. Setidaknya kebahagiaan ini walaupun hanya akan sementara tapi cukup bisa dijadikan moodboster untuk dirinya agar tidak menyerah dan selalu insecure pada diri.

Dengan sekali hentak, ia kembali terduduk tegak. Menatap ke depan sana lagi lantas tersenyum, "Kan kan ... Sarah ... Please, jangan insecure oke? Mungkin kamu emang banyak kurangnya. Bagi kamu mungkin diri kamu ini biasa aja dan yah mungkin nggak menarik dan sebagainya, tapi di mata orang lain itu berbeda. Kamu bisa menilai diri kamu buruk, tapi jangan menolak orang buat menilaimu lebih oke? Sama halnya kaya orang boleh menilaimu buruk, tapi kamu jangan sombong dan sebagainya karena apa yang ada di diri kamu ya semuanya kamu yang tau. Jangan marah jika diinjak, namun jangan terlalu bahagia jika dipuji. Sedang-sedang saja oke? Insecure boleh tapi kudu tetap bersyukur, sesekali ingin jadi seperti orang lain itu wajar tapi jangan salah juga serta jangan nyalahin kodrat dan jalan dari Allah aja karena semua orang sudah ada porsinya masing-masing sudah mempunyai kelebihannya masing-masing sudah punya kekurangannya masing-masing jadi ya so jangan pernah nyamain diri dan banding-bandingin diri sendiri sama orang lain yang ujung-ujungnya cuma bikin insecure dan sedih. Fyuh ...."

Dialihkannya pandangan Sarah ke arah samping dalam sekejap, "Dari kejadian tadi sebenarnya aku tuh bisa nyimpulin sih. Dimana kenyataannya itu kalau misalkan apa yang kita nilai di diri itu nggak selamanya emang dinilai gitu juga sama orang lain. Kita boleh Happy oleh bahagia boleh senang tapi sewajarnya aja karena kita juga punya kekurangan dan kekurangan itu yang tahu ya ya aku sendiri gitu, okelah mulai bersikap semakin dewasa aja semakin bersyukur dan dikurangin sopirnya karena ada di sini aku pun percaya kalau misalkan aku aku memang banyak kekurangannya ini masih pantas untuk bahagia tanpa harus sedih oleh segala penilaian dan ekspektasi sendiri yang ada itu menyakitkan. Tapi sudah tahu menyakitkan masih saja terlalu banyak memikirkan, hadeuh ... Udahlah pusing kadang sama diri sendiri!"

****

Detik demi detik berlalu dengan semestinya, seperti biasa Sarah selalu dibuat bingung oleh keadaan jika memang sedang dalam mode sepi seperti sekarang ini. Memainkan ponselnya pun sudah sampai membuat Sarah enek sendiri, bahkan jika ponsel pintarnya itupun bernyawa mungkin barang itu sudah lelah juga dimainkan oleh Sarah.

Hingga dengan helaan nafas panjang dan beratnya Sarah menatap ke arah jalanan di depan sana lurus, menatap ke arah jalan yang memang terlihat sepi meskipun adalah satu dan beberapa kendaraan yang berlalu-lalang tapi dia cukup bisa menyimpulkan bahwa hari ini memang suasananya berbeda dari biasanya. Makanya aku minta kaget dan cukup memaklumi jika di tempat kerjanya saat ini tak seramai hari-hari biasanya, kendaraan saja hanya beberapa yang berlalu lalang. Menyepikan keramaian dan mempersilahkan rasa sunyi hadir di hari minggu yang lumayan cerah ini.

Masih lurus menatap ke depan sana dengan penuh penuh kesejukan, Sarah mengedipkan matanya beberapa kali. Dirinya memang dibuat mengantuk lebih-lebih keadaan yang sunyi ditambah dengan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya membuat mata-mata itu tampak semakin lelah dan terasa sangat lelah rasa ingin terpejam namun Sarah sadar ya tak sepantasnya tidur di jam kerja seperti sekarang ini yang membuat wanita itu justru hanya bisa meletakkan kepalanya penuh di atas etalase dengan pandangan yang lurus ke depan.

Ctuk!

"Hayyo, tidur kok ngantuk. Eh salah, maksudnya jam kerja kok tidur. Ngantuk po? Ini anak musik kerjaannya tiap malam begadang nih ya kan?!"

Sarah menggeleng-gelengkan kepalanya penuh seolah menjadi tidak atas pernyataan yang dikeluarkan oleh sosok laki-laki yang tiba-tiba mengejutkannya, yang tiba-tiba hadir di hadapannya dan membuat segala lamunan serta ketidaksadarannya yang hampir tertidur itu dalam sekejap ntar terbuyar dengan segala kekesalannya yang juga ditahan-tahan olehnya setelah tahu siapa yang mengagetkannya itu.

Hingga dengan helaan nafas kasar juga sangat beratnya, Sarah membenarkan posisi dirinya yang sebelumnya sedikit membungkuk karena tertidur di atas etalase juga dengan pandangan yang kini masih saja menatap setia ke arah sosok laki-laki di hadapannya itu yang justru kini tampak senyum-senyum tak jelas dengan gelengan kepalanya ya aktif ia lakukan juga membuat Sarah hanya bisa menahan greget dan senang dalam sekejap yang tiba-tiba hadir di sana.

Pandangannya ia alihkan sejenak ke arah samping sebelum setelahnya kembali menatap ke arah sang empunya di depan sana yang masih saja tersenyum tak jelas menatap ke arahku Sarah setelah apa yang terjadi dan setelah apa yang dilakukan dan disimpulkan olehnya pada Sarah tentang pipinya cabi itu.

"Apa sih Mas, enggaklah. Cuma dikit sih heheheh ...."

Kaget jelas dirasakan oleh Sarah namun yang saat lebih dominan padanya adalah sebuah cengiran tak bersalah setelah apa yang diucapkannya itu dari membuat laki-laki di hadapannya. Ingin mengaduh rasanya tak mungkin Sarah lakukan di hadapan laki-laki itu tapi ingin biasa saja juga tak mungkin bisa ia lakukan. Hingga Sarah pun hanya bisa berakhir seperti sekarang ini, greget-greget sendiri di hadapan laki-laki yang belum ia ketahui namanya siapa sama sekali namun sukses membuat harinya di hari ini terasa begitu sempurna walaupun hanya sesederhana yang ia rasakan.

"Alah ngaku aja udah orang kelihatan kalau muka muka ngantuk, kok nggak mengakui."

Sarah terbelalak mendengar kejujuran dari sosok di hadapannya itu, sosok laki-laki yang selalu menyengir dan senyum lebar selebar senyum Pepsodent adanya semenjak beberapa jam yang lalu dan semenjak dirinya mulai dirasa diberi peluang untuk kenal akrab walaupun dengan metode yang sangat sangat absurd untuk pertama kalinya.

Kepalanya menggeleng-geleng kembali secara pelan merespons ucapan itu, pandangannya menatap penuh ke arah kanan dan kiri di depannya sana yang tak lain tak bukan adalah di samping laki-laki itu yang masih setia berdiri di hadapan Sarah yang diam-diam tampak saling menumpukan kedua kakinya di balik etalase sana.

Tipis, sangat tipis. Sarah berdecih, laki-laki di hadapannya itu dengan senyuman yang ia keluarkan entah terpaksa ataupun tidak bahkan dirinya sendiri tak tahu yang pasti ingin ia celetukkan sebuah kalimat yang berbunyi. "Enggak Mas ngeyel, oh iya dari mana mas kok tiba-tiba muncul di depanku kayak gini untung nggak punya riwayat serangan jantung kalau misalkan punya yang ada kamu tak suruh tanggung jawab loh mas eheheheh ...."

Cengiran tak jelas lagi dan lagi dikeluarkan Sarah sebagai bentuk ketidakjelasan nya saat ini yang hanya di jawab lagi dari sosok itu sampai membuat Sarah sendiri pun berpikir sedemikian anehnya sosok itu sampai sebuah senyuman saja ya tebarkan di mana-mana bagaimana jika dirinya baper? Ah namun tak mungkin. Tak mungkin terjadi nyata nya sekarang sudah sedikit dibuat terlena dan terkagum-kagum oleh kenyataan karena dirinya pun tak bisa menampik bahwa sosok itu memang manis sangat manis dan ganteng serta sangat friendly dan asik.

Namun dirinya sudah sangat dibuat menyerah sekarang ini, dibenarkannya bagi posisi dulu sekarang soalnya mencari kenyamanan di tempatnya berada. "Alah Mass, jangan senyum-senyum to. Nanti nek aku terbang gimana jal hahahaha, udah sana balik Mas. Kan kerja to, hayoloh hahahaha ....."

Ctuk!

"Eh?!" refleks Sarah, tangannya pun juga dibuat refleks mengelus jidatnya yang terjitak itu. Kaget jelas, pandangannya terdorong aku menatap kembali ke arah cepat dimana kedua bola mata itu tampak sejuk dan senyuman yang yang ditorehkan dari 2 sudut bibir sosok itu membuat Sarah hanya bisa membatin lagi dan lagi karena aksi absurdnya namun cukup membahagiakan tiba-tiba.

Aneh? Memang.

"Bentar to, ini orang lagi di sini mau main bentar kok malah diusir. Kamu juga tadi malah dibalik kata-katanya, ck! Barusan dari ini aku mau pesan mie soto biasa lapar makan siang eh sore menjelang malam malahan ya. Ya pokoknya pesen soto gitu, makan mbak nanti pingsan loh hahahaha ...."

"Dih, enak aja. Ya jelas enggak bakalanlah. Oke siap mas terima kasih sudah diingatkan hahahaha,

Keduanya tertawa tak jelas menyadari keabsurdan mereka

udah ah, sana balik Mas. Meh tidur ini loh, ngantuk banget rasanya. Balik sana balik ...."