PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Rumit

Rumit

Penulis:Manusia Salak

Berlangsung

Pengantar
Bagi Rega, Ida adalah dunianya. Namun, Ida justru mendamba cinta Kaisal. Padahal Kaisal hanya mengharapkan Nadyla. Sementara Nadyla begitu menginginkan hati Rega. Mereka cuma empat manusia yang bersembunyi di balik eratnya persahabatan. Semua perihal janji. Untuk tidak menyimpan rasa, juga tentang ketulusan cinta mereka. Sanggupkah Rega, Ida, Kaisal, dan Nadyla memendam perasaan merah muda yang begitu berbunga-bunga? Apa mereka akan bahagia dengan perasaan yang ada, atau tenggelam dan menghancurkan persahabatan itu hingga tak bersisa?
Buka▼
Bab

“Woi! Apa-apaan sih, lo!”

Seluruh pasang mata yang berada di kantin Wanareksa High School lantas terpusat pada meja yang berada di pojok kantin. Di mana seorang cewek tengah mengacungkan jari kepada seorang cowok yang baru saja menggebrak meja di hadapannya. Di sana tidak hanya ada kedua orang itu, tetapi juga beberapa teman si cewek yang terlihat kesal tersebut.

“Gue yang harusnya ngomong kayak gitu. Apa-apaan temen lo main nyakitin adek gue?” bentak cowok itu.

Nadyla Fionica, cewek yang tengah menahan diri agar tidak mendaratkan bogem kepada cowok songong di hadapannya, mengerutkan kening, bingung. Sebelah alis terangkat, tidak mengerti dengan maksud Vito—cowok yang terkenal bad boy sekaligus kakak kelasnya itu.

“Aurelia?” Nadyla berdecak, terlalu malas berurusan dengan Vito. “Kayaknya otak lo perlu diservis deh, Vit. Siapa juga yang nyakitin adek lo yang tukang ngadu itu? Yang ada, dia tuh yang gangguin sahabat-sahabat gue!”

Kembali Vito menggebrak meja. “Apa lo bilang? Jelas-jelas dia nyakitin adek gue!” Tiba-tiba saja, Vito mencengkeram kerah baju cowok yang duduk di dekat Nadyla dan menariknya agar berdiri. “Lo yang nyakitin adek gue, kan?” tuding Vito, menatap cowok itu dengan tajam.

“Woi, Vit! Lepasin tangan lo! Jangan ganggu Kai—“

Ucapan Nadyla terhenti saat cowok yang dicengkeram Vito mengangkat satu tangan, mengisyaratkan agar Nadyla diam. Nadyla berdecak, kesal karena sahabatnya, Kaisal, melarang untuk bertindak bar-bar seperti biasa.

“Menurut lo, gue yang nyakitin adek lo?” ucap Kaisal dengan santai.

Sikap santai tersebut membuat Vito mengeraskan rahang seraya berdecih. “Jelas lo! Brengsek!” maki Vito. Didorongnya Kaisal hingga cowok itu tersungkur.

Bukannya marah, Kaisal malah tertawa. Hal itu membuat Vito merasa diremehkan. Vito kembali meraih kerah baju Kaisal, berniat melayangkan bogem ke wajah Kaisal saat tiba-tiba saja tubuhnya langsung tersungkur. Vito mendongak, menatap nyalang ke cowok yang baru saja mendorongnya.

Tatapan tajam dan dingin dari Rega—salah satu sahabat Nadyla—yang tengah berdiri dengan santai, menghunus tepat di manik mata Vito. Kedua tangan berada di balik saku celana. Bersikap seolah-olah dia tidak melakukan apa-apa. “Lo salah orang. Yang lo maksud itu, gue,” aku Rega dengan nada datar.

Vito berdecih seraya berdiri. “Oh, jadi lo cowok brengsek yang bikin Aurel nangis? Ck! Dasar ban—arght!” Vito mengerang, baru saja Rega melayangkan pukulan di perutnya.

Ah, Vito sepertinya lupa siapa Rega Nicholando. Di Wanareksa High School, tidak ada yang tidak mengenalnya. Anak kelas sebelas yang sama sekali tidak takut pada siapa pun, bahkan senior sekalipun. Bagi Rega yang jarang berinteraksi dengan orang lain, siapa pun yang menyakiti sahabat-sahabat serta orang yang dia sayangi, dia tidak akan memaafkannya. Rega akan melakukan apa pun demi melindungi mereka.

Nama Rega Nicholando mulai populer di Wanareksa High School tepat di hari pertama dia dan teman-temannya resmi menjadi siswa di sekolah tersebut. Bukan hanya karena ketampanannya yang di atas rata-rata, tetapi juga karena keberaniannya. Saat itu, seorang senior kelas dua belas dan berstatus sebagai panglima perang jika ada tawuran, memalak anak-anak kelas sepuluh. Tidak ada yang berani menghentikan ataupun mengadu pada guru.

Namun, saat Ida, salah satu sahabatnya dipalak dengan cara dibentak-bentak sampai menangis, Rega akhirnya kalap dan memberi senior itu pelajaran. Setelah hari itu, nama Rega lantas meroket. Tidak hanya dia, tetapi juga ketiga sahabatnya. Mereka dikenal dengan nama Dolphins.

“Dengar! Lo dan adek lo boleh ngelakuin apa pun sesuka kalian, tapi ingat! Jangan pernah lo nyentuh sahabat-sahabat gue. Sekali aja lo nyentuh mereka, lo bakalan berurusan sama gue! Camkan itu!”

Setelah mengatakan itu, Rega lalu beranjak dari sana, tetapi langkahnya terhenti saat seseorang menahan tangannya. Dia menoleh, mendapati Ida, cewek manis dengan bando biru, kini menatapnya dengan cemas. “Mau ke mana, Ga?” tanyanya.

“Gue mau bolos, kalian ikut?”

Kaisal menggeleng tidak setuju. “Jangan bolos di saat keadaan seperti ini, nanti memperkeruh suasana.”

“I don’t care, yang terpenting gue tenang. Kalau enggak mau ikut, ya udah.”

Keputusan Rega adalah final. Ketika dia sudah memutuskan, maka sampai kapan pun tidak akan pernah berubah. Ida menatap kepergian Rega dengan khawatir lalu beralih pada Kaisal yang baru saja dibantu berdiri oleh Nadyla.

“Gimana? Kita biarin Rega bolos?”

Kaisal mengedikkan kedua bahu dan menatap Nadyla. “Menurut lo, Nad?”

“Gue?” Nadyla menunjuk diri sendiri. “Jelas kita ikut Rega-lah! Bad mood gue gara-gara nih cowok!” kata Nadyla seraya melirik Vito dengan sinis.

Karena sepertinya Kaisal dan Ida sepemikiran dengan Nadyla, maka tujuan mereka kali ini adalah ikut bolos dengan Rega. Tidak ada orang yang tidak khawatir saat tahu jika sahabatnya sedang dalam suasana hati yang tidak menyenangkan. Begitulah mereka. Satu sakit, maka semuanya sakit.

***

“Jadi, lo nolak Aurel?” Pertanyaan Ida membuat Nadyla yang sedang sibuk dengan ponsel dan Kaisal yang berbaring, kini memusatkan perhatian pada Rega yang memejamkan mata di samping Kaisal.

Sekarang mereka berada di kamar Kaisal. Tempat yang tepat untuk memperbaiki mood. Selain sepi, rumah Kaisal cukup mewah dan nyaman dijadikan tempat bersantai. Setiap ada kesempatan, mereka; Ida, Rega dan Nadyla, sering ke sana untuk bermain. Bukan hanya stok makanan yang tidak pernah habis, tetapi juga ada lapangan basket, lapangan tenis dan kolam renang sehingga rumah Kaisal jadi tempat favorit mereka.

Rega masih memejamkan mata, tidak berniat menjawab pertanyaan Ida. Mendengar nama cewek yang dari SMP terobsesi padanya hanya akan membuat mood-nya tambah buruk. Ayolah, tidak adakah pembahasan selain Aurel?

“Ga, kalau ditanya, ya jawab. Tuhan nyiptain telinga buat mendengar dan mulut buat bicara. Tapi kenapa lo malah enggak pergunain? Lo enggak budeg, enggak bisu juga. Lo—“

“Berisik banget sih, Kai!” potong Rega pada akhirnya. Kaisal ini kadang begitu menyebalkan.

“Makanya jawab, Dodol!” gerutu Kaisal.

Rega menghela napas panjang lalu bangkit. Melihat itu, Ida dan Nadyla segera ikut bergabung dengan duduk di spring bad king size Kaisal. “Bisa, enggak, kita bahas yang lain aja? Gue muak dengar nama tuh cewek.” Keluhan Rega akhirnya keluar. Jujur saja, Rega tidak menyukai cewek bernama Aurelia itu. Bukan hanya karena sifatnya yang bossy dan tukang ngadu, tetapi karena Rega memang tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan selain persahabatan. Bagi Rega, kehadiran para sahabatnya sudah membahagiakan, jadi dia tidak perlu mencari hal lain yang sifatnya sementara. Contohnya pacaran.

“Kita cuman pengin dengar kisah penolakan lo yang ke sekian kali,” celetuk Kaisal sambil cengengesan.

Nadyla menjentikkan jari dengan antusias. “Benar, Ga! Gue juga penasaran! Hahaha, tuh cewek emang muka tembok kali, ya? Udah ditolak dari SMP, tetap aja ngarep.”

“Tapi kasihan si Aurel-nya. Rega nolaknya enggak kasar-kasar, kan?” Ucapan Ida lantas membuatnya mendapat tatapan tajam dari Nadyla.

“Ngapain lo khawatirin si Nenek Lampir itu? Tuh cewek emang kudu dikasarin, biar cepat sadar. Lagian, ngebet banget sih, tuh cewek?”

“Namanya juga cinta, Nad. Orang kalau udah cinta, bakalan ngelakuin apa pun demi mendapatkan cintanya.” Kaisal ikut berkomentar.

Nadyla mengangguk-angguk. Cewek dengan lengan baju yang digulung itu kemudian menjentikkan jari. “Ya udah. Kalau gitu, kita enggak boleh saling jatuh cinta. Gue enggak mau persahabatan kita bakalan berakhir kalau nurutin ego sendiri.”

Untuk pemikiran Nadyla barusan, Rega bertepuk tangan pelan. “Gue setuju!”

“Gue juga setuju. Kita harus bisa menjaga persahabatan ini selamanya. Kalau perlu sampai akhirat!” Ida menambahkan.