PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Nama Gadis Itu Mira

Nama Gadis Itu Mira

Penulis:JU LE

Berlangsung

Pengantar
Mira, seorang remaja yang tengah dilanda kebingungan. dia dihadapkan dengan pilihan untuk menerima pinangan dari kang Budi yang sudah mempunyai anak dan istri atau dia harus bertahan memendam perasaannya karena dia pun menyukai kang Budi. haruskah dia maju dengan resiko menghancurkan rumah tangga kang Budi? Permasalahan Mira bukan hanya itu saja, masih hanyak hal yang datang, hanya menunggu meledak seperti bom waktu. disetiap langkah yang dia pilih. Mampukah Mira bertahan dengan segala permasalahannya yang pelik?
Buka▼
Bab

Jam menunjukan pukul 1 siang. Sebenarnya aku malas jika harus pulang lewat jalan Kecamatan, tapi kalo harus lewat jalan lain makan waktu juga, mana lagi panas panasnya matahari.

Kang Budi, satu alasan aku males lewat jalan Kecamatan. bukan apa apa, aku yang notabene nya masih anak SLTP di taksir sama dia yang sudah beristri. Memang sih dia lumayan ganteng, umur pun masih kepala 2. Tapi itu dia, sudah beristri.

Aku Mira, remaja kelas 2 SMP. Bukan hanya Kang Budi yang sering gangguin, hanya saja dia yang paling kepikiran. Secara gitu dia suami orang lain. Ini sudah bulan ke 5 yang setiap harinya dia gangguin.

Senin sampai Sabtu setiap pulang sekolah, selalu nongkrong di jalan Kecamatan. Entah nungguin aku lewat atau apa. Nah hari Minggu nya dia pasti ada di pasar dekat lapak dagang Bapak.

Karena setiap libur sekolah, aku selalu bantu bapak di pasar.

Bapak di pasar terkenal sebagai juragan ayam potong yang otomatis ekonomi di keluarga ku cukup baik. Buktinya aku bisa bersekolah sampai jenjang SLTP. Namun sayangnya adik pertama ku, Kurniawan tidak ingin sekolah. Namun adik kedua ku, Dika masih mau bersekolah.

Awan, nama panggilan adik ku. dia bilang dia tidak mau bersekolah karena capek mikir buat belajar. Masih ingat celoteh nya "ngapain belajar, enak di rumah makan tinggal makan, jajan tinggal minta"

Maklum lah, di tahun 1994 masih banyak anak yang tidak bersekolah di desa ku.

Itu sudah menjadi hal yang lumrah karena keterbatasan ekonomi dan hal lain.

Balik lagi ke permasalahan utama yaitu kang Budi! gimana caranya supaya dia gak gangguin aku lagi. apa aku harus tolak dia mentah mentah, permalukan dia di depan umum, atau harus aku diamkan saja?

Hari berlalu, besok Minggu. Pastinya sejak pagi aku ikut bapak ke pasar. Sudah terbayang saja nasi kuning Mak Esi. Ya, aku harus bangun lebih pagi dan lebih dulu berangkat ke pasar supaya bisa sarapan dulu nasi kuning Mak Esi.

Paginya, bukan aku bangun lebih pagi tapi aku kesiangan. Mamah bilang bapak pergi ke pasar dari subuh, ada yang jemput dan aku disuruh ke pasar sendiri. Aduh bapak gak biasanya gak nungguin.

Sesampainya di pasar aku langsung nanyain sama siapa bapak ke pasar tadi.

"Pak, kenapa sih gak nungguin Mira? lagian sama siapa Bapak tadi berangkat?" tanya ku.

"ini Mir, tadi Bapak di ajak bareng sama Budi. kamu kenal kan? Budi baik loh Mir, jago main catur juga."

hahh, Kang Budi ngapain juga jemput jemput segala. Bener bener gak bisa dibiarin ini.

"Terus sekarang kang Budi nya dimana pak?" tanya ku.

"Tadi sih bilangnya mau beli nasi kuning Mak Esi, yaudah bapak titip sekalian buat bapak sama kamu."

Astaga bapak, makin besar kepala aja nanti nya kang Budi. Apa bapak gak tau kalo anak gadisnya suka diganggu kang Budi. Lah ini bapak malah muji muji kang Budi.

Gak lama kang Budi datang sambil nenteng kresek yang dapat dipastikan nasi kuning kesukaan ku.

Yang tadi nya aku mau marah marah, tapi di tunda dulu deh.

"Pak, ini nasi kuning titipan bapak. Sekalian saya belikan gorengan juga. Silahkan pak, dimakan dulu sama Mira" ucap kang Budi dengan sopan nya.

"Makasih Bud, kamu udah makan? apa gak sekalian?"

"Tadi sudah pak sambil nunggu nasi bapak dibungkus. Ayo pak, Mir, dimakan dulu."

Ya gak usah disuruh juga bakal di makan kok. Akupun segera melahap nasi kuning yang dari kemarin sudah aku inginkan. Memang ya cuma makanan yang bisa nurunin emosi. tapi jangan di pikir aku bakal lupa sama kekesalan ku sama kang Budi. Bapak gak boleh tertipu sama akal akalan Kang Budi.

Selesai melahap nasi kuning tadi, aku mulai melayani pembeli ayam potong jualan Bapak. Sebenarnya Bqpak punya satu pegawai kepercayaan di lapak, namanya Kang Sodik. Jadi Bapak gak harus tiap hari ke pasar. Tapi Bapak bilang dia bosan dirumah, kalo di pasar kan bisa main catur sama pedagang lain katanya. Ketika pembeli mulai berkurang dan aku rasa pegawai Bapak sudah tidak kewalahan, aku mulai mencari keberadaan Kang Budi. Kupikir pasti tidak jauh dari tempat bapak biasa main catur. Benar saja, Kang Budi lagi ngeliatin Bapak main catur lawan Pak Hasyim. Aku langsung berjalan menuju lapak kosong tempat main catur Bapak.

"Kang, boleh bicara sebentar?" tanya ku pada Kang Budi.

Seketika Kang Budi tersenyum memamerkan gigi nya sambil mengangguk.

Bapak yang tidak ada kecurigaan pun hanya menatap sekilas.

Aku dan Kang Budi berjalan sedikit menjauh.

"Ada apa Neng, tumben ngajak ngobrol akang duluan? biasanya ditanya juga suka cuek sama Akang." seru Kang Budi.

"Maksud Akang jemput Bapak kerumah apa Kang? jangan kira Akang bisa dapetin Mira dengan cara deketin Bapak dulu!!" cerca ku.

"Hahaha, kalo Neng berpikir Akang jemput Bapak gara gara Neng Mira, Neng salah. Sebenarnya tadi subuh Akang di depan rumah Neng mau jemput Neng Mira, tapi malah Pak Mulyadi duluan yang keluar. Jadi Akang bilang mau jemput Pak Mulyadi buat bareng ke pasar. Tapi kalau misalnya Pak Mulyadi berminat jadiin Akang menantu nya, Akang siap siap aja."

Dengan entengnya Kang Budi bilang gitu. hati ini panas mendengar penuturan Kang Budi. bisa bisanya dia bicara se enteng itu padahal dia sudah punya anak dan istri. Anaknya tuh seumuran sama Dika, adikku. Gak kebayang anak sekecil Dika kalau tahu kelakuan bapak nya kaya gini. Ini sudah kelewatan sih menurutku.

"Kang, Akang pikir Mira mau sama suami orang? Akang tuh emang masih muda tapi kan sudah punya anak. Ingat Kang, anak Akang tuh perempuan! gimana kalo beberapa tahun kedepan Siska, anak Akang di sakitin sama laki laki? ingat hukum tabur tuai Kang!" amarah ku pun meledak.

Muka kang Budi berubah menjadi sendu, entah kenapa ada sedikit rasa bersalah tapi ah bodo amat. Bukan nya yang aku lakukan sudah benar? perihal mengingatkan dia agar menjaga sikapnya agar tidak menyakiti anak dan istri nya.

"Neng, ini yang mau Akang cerita in ke neng Mira. kira nya Neng Mira bersedia, Akang akan menceritakan tentang Siska anak Akang, dan Leli istri Akang. sebenarnya, ini semua gak seperti apa yang Neng tahu!"

Perubahan nada bicara dan ekspresi Kang Budi membuat aku penasaran. Bukankah sudah cukup mengetahui bahwa dia adalah suami orang dan seorang ayah pula?

Entah apa lagi drama dan alasan yang dia buat. Aku diam saja tak membalas perkataan nya.

"Neng, percaya sama Akang. Akang serius untuk mendapatkan Neng. beri waktu Akang buat menceritakan nya ya Neng?" tanya Kang Budi.

Aku yang bingung tetap saja diam. Entah kenapa, malah timbul penasaran. Sebenarnya ada apa sih? mau ngasih kesempatan tapi nanti disangkanya aku ngasih harapan pula. Ah entahlah aku bingung.