PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Euforia

Euforia

Penulis:Dilla Mckz

Berlangsung

Pengantar
Camilla seorang gadis yang sangat sulit beradaptasi dengan sekitarnya. Sedangkan Jauza gadis yang menjadi sasaran terget bully Vanya. Keduanya dipertemukan dalam sebuah persahabatan. Tanpa mereka sadari keduanya mencintai seseorang yang sama, seseorang yang bisa memutuskan hubungan keduanya. Malvin sama sekali tak menduga jika dirinya menjadi alasan rusaknya persahabatan seseorang, bahkan menjadi alasan Vanya membully Jauza selama ini.
Buka▼
Bab

Camilla tersenyum menatap sebuah objek yang begitu menarik perhatiannya beberapa tahun ini. Di sebelahnya ada Jauza yang sibuk mengerjakan tugas, gadis itu sama sekali tak menyadari Camilla yang malah fokus dengan yang lainnya.

"Za," panggil Camilla sambil menggoyangkan lengan gadis itu. Jauza menoleh, menatap Camilla dengan tatapan bertanya.

"Lo pernah jatuh cinta?" Jauza menjatuhkan pulpennya, beralih menatap Camilla bingung.

"Kenapa nanya gitu?" tanya Jauza.

"Penasaran aja," balas Camilla.

Jauza mengangguk, "pernah," jawabnya sambil tersenyum tipis. Mendengar itu Camilla jadi bersemangat, semakin merapatkan tubuhnya ke arah Jauza.

"Rasanya gimana?" tanya Camilla penasaran.

Jauza berpikir sebentar, lalu menjawab.

"Jantung kita bakal deg-degan setiap kali ketemu atau bahas dia." Camilla menatap Jauza penuh minat.

"Natap dia mungkin bakal jadi salah satu hobi. Masih banyak lagi!" Mendengar penjelasan Jauza jantung Camilla jadi berdetak lebih cepat. Camilla menyentuh dadanya, lalu beralih menatap seorang cowok yang sedari tadi dia tatap setiap pergerakannya.

"Lo jatuh cinta?" tebak Jauza. Camilla mengelak dengan menggeleng, melihat itu Jauza tertawa.

"Siapa?" tanya Jauza penasaran. Namun, Camilla belum berniat memberi tahu siapa-siapa tentang hatinya.

"Rahasia," elaknya. Jauza mencebik sebal, tetapi tak urung gadis itu akhirnya diam.

"Dua sahabat lagi ngobrol, nih?" Jauza dan Camilla sama-sama menoleh.

"Kenapa?" tanya Camilla menatap gadis berambut panjang di depannya.

"Santai, dong!" Vanya duduk di depan Jauza. Menatap gadis dengan pipi bulat di depannya dengan remeh.

"Kenapa?" tanya Jauza polos. Vanya yang melihat itu menyeringai jijik, dia sangat benci gadis yang seperti Jauza.

"Gendut, seharusnya lo itu tau malu." Camilla bangkit, memutuskan menarik Jauza menjauh.

"Jangan nyakitin hati Jauza," ucapnya setelah itu menarik Jauza pergi. Vanya yang melihat itu hanya tersenyum jijik, dia mengambil salah satu buku Jauza. Lalu melemparnya kasar hingga tak berbentuk.

"Jijik gue liatnya!"

Vanya itu cantik, bahkan mendekati sempurna. Jika saja sifatnya baik, mungkin Vanya tak memiliki cacat sedikit pun. Sayangnya gadis itu sama sekali tak pernah bisa bersikap baik.

***

"Mau ke mana?" tanya Jauza sambil menghentikan langkah Camilla.

Camilla berhenti, menghadap kesal ke arah Jauza.

"Kalau ada yang hina lo jangan diem aja!" tegas Camilla. Dia sudah sangat jengah dengan sikap Jauza. Mungkin dirinya jarang mempunyai teman, tetapi Jauza jauh lebih buruk dari pada itu.

"Udah, gue enggak apa-apa kok." Jauza tersenyum. Dia mengelus lengan Camilla, tau jika sahabatnya itu sangat khawatir dengannya.

"Mau baik-baik atau enggak, lo enggak boleh diam aja," ucap Camilla kesal. Jauza hanya bisa mengangguk sambil tersenyum, hal itu semakin membuat Camilla kesal.

"Gue mau ke kelas," ucap Jauza langsung digelengi oleh Camilla. Mau tak mau akhirnya Jauza menurut, sebenarnya dia juga tak suka selalu dibully dengan Vanya karena hal sepele. Karena Jauza memiliki tubuh yang lebih berisi.

"Makasih, Milla." Camilla mengangguk, lalu menarik Jauza ke dalam pelukannya. Selama ini hanya Jauzalah yang menjadi teman paling setianya.

"Kembali," balas Jauza sambil membalas pelukan Camilla.

***

Vanya bersedekap dada. Menatap dua orang berbeda jenis kelamin, tetapi terlihat sangat akrab. Dia berdecih sinis, seharusnya dia yang lebih pantas berada di sana.

"Emang caper."

"Vanya," sapa Jauza sambil tersenyum lebar. Di sebelah gadis itu ada seorang cowok yang sedari tadi tak menunjukkan ekspresi apa pun.

"Ya," balas Vanya cuek. Merasa kesinisan Vanya, cowok itu menarik Jauza. Membawa gadis itu pergi dari sana. Vanya melotot kesal, sebenarnya apa sih bagusnya Jauza?

"Vanya!" panggil Rani. Vanya mengangguk, membalasnya.

"Papa lo dateng." Mendengar itu Vanya memutar bola matanya malas. Tanpa berbicara Vanya langsung berlalu pergi dari sana.

***

"Novel ini bagus," ucap Camilla sambil menyodorkan novel bersampul hitam itu ke arah Jauza. Jauza menerima, membaca blurd dari buku itu.

"Iya, bagus," balas Jauza setuju.

Hari ini Camilla datang ke rumah Jauza. Sebenarnya hal yang biasa, karena hampir setiap minggu Camilla datang berkunjung, karena memang merasa bosan di rumahnya.

"Tapi gue kurang suka sama genre fantasi." Camilla mendesah kecewa. Padahal sangat ingin bercerita banyak dengan Jauza. Jauza yang menyadari itu langsung menepuk bahu Camilla.

"Tapi gue bakal tetap baca, kok." Inilah yang Camilla suka dengan persahabatan mereka. Jika salah satu tak suka, salah satunya akan mencoba menyukainya. Mungkin ini yang namanya saling menyempurnakan.

"Makasih," ucap Camilla semangat. Jauza mengangguk, dia senang melihat Camilla yang terlihat bahagia.

"Komik itu bagus?" tanya Camilla. Gadis itu langsung merebutnya dari Jauza, Jauza hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Gue pinjem, boleh?"

"Boleh," jawab Jauza.

Camilla bersorak senang, memasukkan komik milik Jauza ke dalam tasnya. Walau bersahabat kesukaan keduanya sangatlah berbeda, contohnya ini. Jauza menyukai komik, dan Camilla menyukai Novel.

"Gue beruntung punya temen kayak lo."

"Gue lebih beruntung," tambah Jauza.

Camilla itu tipe seseorang yang sangat susah bergaul. Bahkan hanya beberapa orang di sekolah yang mengenalnya, dan Jauza dengan baik hati menawarkan pertemanan. Jauza yang gadis baik hati yang sangat bersemangat berteman dengan Camilla.

Walau Jauza sering menjadi target bully. Bukan berarti Jauza menjadi anti sosial, atau bahkan tak mempunyai teman. Dibanding Camilla, Jauza lebih baik dalam hubungan pertemanan.

Dengan perbedaan itu semua. Akhirnya Jauza dan Camilla bersahabat sampai detik ini.

***

"Camilla." Camilla tersenyum saat melihat Malvin berjalan ke arahnya.

"Hai," sapanya semangat. Malvin tersenyum, lalu mengangguk.

"Bisa ngobrol sebentar?" Tanpa berpikir dua kali Camilla langsung mengangguk setuju.

Akhirnya di sinilah mereka. Di taman sekolah yang cukup luas. Senyum sedari tadi tak luntur dari bibir Camilla, karena inilah impiannya.

"Soal eskul teater," jeda Malvin.

"Iya, kenapa?"

"Mungkin lo bisa coba lagi dilain waktu." Senyum Camilla luntur. Dia langsung kecewa dengan jawaban Malvin.

"Lo juga bisa belajar dari Jauza. Dia bagus banget aktingnya." Camilla mengangguk. Mungkin dia harus belajar lebih keras lagi dari Jauza.

"Gue yakin lo bisa ikut gabung, kok."

"Makasih banget. Semoga kita bisa kerja sama dilain waktu."

"Oh iya, Jauza mana?" tanya Malvin heran. Biasanya Jauza dan Camilla selalu bersama-sama.

"Masih di kelas," jawab Camilla. Malvin ber oh ria atas jawaban Camilla.

Malvin dan Jauza memang cukup dekat. Selain karena ekstrakurikuler, keduanya juga dekat di luar ekstrakurikuler. Contohnya sering mengerjakan tugas bersama, walau kelas mereka berbeda. Sedangkan Camilla, jangan tanya. Dia hanya bisa mengikuti ke mana Jauza pergi, karena hanya dengan dekat Jauza dia bisa merasakan punya teman.

"Kalau gitu gue balik, ya?" Camilla mengangguk sambil tersenyum lebar.

"Gue duluan." Camilla melambaikan tangan, walau dia tau jika Malvin sama sekali tak melihat itu.

"Gue bisa coba lagi," ucap Camilla yakin.