PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Encounter

Encounter

Penulis:Bebas Unyu

Berlangsung

Pengantar
Juan, seorang pria mapan yang jatuh cinta dengan gadis di masa kecilnya. Juan tahu siapa yang dia cintai, seumur hidupnya. Dia gunakan untuk melakukan yang terbaik agar bisa bersanding dengan gadis pujaannya, namun karena terlalu sibuk mempersiapkan diri. Juan melupakan sesuatu, jika wanita pujaannya itu bukan hanya dia satu-satunya yang memujanya. Bagaimana perjuangan Juan? Bukankah orang bijak mengatakan jika, usaha tidak akan mengkhianati hasil?
Buka▼
Bab

Samantha menatap wajah bibinya yang sendu itu, terlihat jelas rona kehilangan diwajahnya, namun dia berusaha tegar untuk Samantha.

Samantha tersenyum.

"Baiklah, aku akan melakukan apa yang bibi Rose katakan." Ucap Samantha.

Rose lega mendengar ucapan Samantha dan segera pergi melanjutkan pekerjaannya.

Malam harinya.

"Samantha, kamu besok mulai masuk sekolah lagi ya nak?" Tanya Rose.

"Baiklah bi." Sahut Samantha.

Laurin paman Samantha melihat istrinya, Rose memahami tatapan suaminya.

"Samantha, apa kamu sakit lagi ?" Tanya Rose.

"Tidak bi, Samantha hanya sedang tidak bersemangat saja." Ucap Samantha.

"Tadi kamu sudah berdoa untuk kedua orang tuamu ?" Tanya Rose.

Samantha menggelengkan kepalanya.

"Samantha, hidup masih terus berlanjut nak. Bibi yakin, Ayah dan Ibu mu tidak akan senang melihatmu seperti ini." Lanjut Rose kembali mengomel.

Samantha terdiam.

"Cobalah untuk menerima segalanya Samantha, kau masih beruntung bisa bersama dengan mereka. Tidak seperti paman " Sambung Laurin.

"Memang apa yang terjadi pada paman ?" Tanya Samantha.

"Paman sudah ditinggalkan oleh Ibu paman sejak paman bayi."

"Benarkah ?" Sahut Samantha.

"Benar, jadi... Sebenarnya apa yang kamu alami ini, memang adalah sesuatu yang sulit diterima. Tapi jangan berkecil hati, karena masih banyak orang yang hidupnya jauh tidak lebih beruntung dari kamu nak." Ucap Laurin menyadarkan Samantha.

Beberapa saat kemudian, Samantha tersenyum melihat pamannya itu.

"Aku beruntung memiliki kalian berdua." Sambung Samantha.

"Jadi bagaimana ?" Tanya Rose.

"Baiklah, Samantha besok akan kembali bersekolah." Sahut Samantha.

"Anak baik, bibi tahu... Kamu sebenarnya memang gadis yang baik seperti ibumu." Puji Rose.

"Terimakasih bibi." Sahut Samantha.

Setelah makan malam Samantha segera kembali ke kamarnya.

"Kenapa terburu-buru ?" Tanya Rose.

"Samantha harus berkemas untuk besok pergi sekolah bi." Sahut Samantha.

"Sudah, biarkan... Dia hanya sedang bersemangat." Ucap Laurin.

Dalam kamar.

"Aku harus bangkit, aku akan belajar dengan baik. Aku tidak boleh bermain-main seperti sebelumnya, keadaannya sudah berbeda." Ucap Samantha berapi-api.

"Ayah, Ibu... Lihat aku akan bangkit, aku akan mendoakan kalian dari sini. Tolong lindungi aku dimanapun kalian berada, Aku menyayangi kalian." Ucap Samantha sambil melihat foto kedua orang tuanya yang terpasang rapi di meja belajarnya.

Keesokan harinya.

Samantha berangkat pukul 6 pagi seperti biasanya, Rose sudah menyiapkan bekal untuk Samantha. Samantha sedikit terngiang akan ingatan dengan Ibunya jika pagi hari sebelum berangkat sekolah Ibu Samantha pasti akan menyiapkan bekal dan mencium keningnya. Rose melihat ponakannya yang mematung setelah menerima bekal darinya, tidak mengerti apa yang seharusnya dia lakukan.

Rose hanya tersenyum dan memeluk Samantha.

"Bi, terimakasih sudah berada disini bersama dengan ku, aku tidak bisa membayangkan jika bibi tidak ada disini, bagaimana dengan keadaan ku ?" Ucap Samantha sendu.

"Kami melakukan ini karena kami adalah Paman dan Bibi mu, kami juga ingin yang terbaik untukmu." Ucap Rose.

Laurin melihat jam di tangannya.

"Samantha, ayo paman akan mengantarmu ke sekolah." Ucap Laurin.

Samantha mengangguk.

Beberapa saat kemudian Samantha dan Laurin sudah berada didalam mobil dan hendak berangkat. Rose melambaikan tangannya, Samantha melakukan hal sebaliknya juga. Di dalam mobil Laurin melirik Samantha.

"Ada apa Paman ?" Tanya Samantha.

Laurin tersenyum.

"Kami tidak memiliki keturunan." Ucap Laurin.

"Kenapa Paman ?" Tanya Samantha penasaran.

"Rahim bibi mu, memiliki banyak masalah dan harus menjalani banyak operasi." Lanjut Laurin.

"Sudah ?" Tanya Samantha.

"Tentu saja sudah, tapi kami tidak juga kunjung memiliki keturunan." Lanjut Laurin.

"Mengapa seperti itu paman ?" Tanya Samantha.

"Ternyata, operasi yang pernah dilakukan oleh bibimu memiliki efek samping yang sangat buruk terhadap kesuburannya." Jelas Laurin.

"Jadi rahim bibi kering ?" Ucap Samantha seenaknya.

"Hampir seperti itulah keadaannya." Ucap Laurin sedih.

"Tapi kehadiran mu ditengah-tengah kami, membuat paman dan bibi merasa seperti hidup lagi, kami seperti mendapatkan berkah dari Tuhan." Ucap Laurin dengan wajah bahagianya.

"Benarkah paman dan bibi berpikir seperti itu ?" Tanya Laura.

"Benar, kamu gadis yang sangat manis Samantha." Ucap Laurin.

Samantha tersenyum malu.

Beberapa saat kemudian Samantha sampai di sekolahnya.

"Baiklah paman, Samantha pergi dulu ya." Ucap Samantha berpamitan.

"Iya berhati-hatilah." Ucap Laurin.

Samantha tersenyum.

Sekolah.

Laura segera masuk dan menuju kelasnya. Beberapa saat kemudian bel berbunyi dan pelajaran pun dimulai. Pelajaran hari ini dimulai dengan pelajaran matematika. Samantha terngiang hasil ujian matematika terakhirnya yang dia berikan kepada orang tuanya, saat itu dia mendapatkan nilai 50. Ayah dan Ibunya begitu kesal dengan hasil ujian yang Samantha dapatkan, Samantha hanya bisa terdiam dan berjanji akan mendapatkan nilai bagus untuk hasil ujian selanjutnya namun sayang, hal diluar dugaan terjadi. Mereka sudah pergi terlebih dahulu sebelum Samantha mendapatkan nilai bagus itu.

"Mungkin aku tidak bersungguh-sungguh dalam belajar." Pikir Samantha.

"Apa aku terlalu banyak bermain dan bercanda dengan mereka ?" Samantha melirik teman-temannya, Samantha tersenyum menyungging.

"Apa ini saatnya untuk mencari kesalahan orang lain untuk mencari pembenaran untuk diriku ?" Ucap Samantha pada dirinya sendiri.

Sejak saat itu Samantha mulai belajar dengan bersungguh-sungguh dan memperbaiki semua nilai sekolahnya yang buruk, teman-teman Samantha menyadari bahwa Samantha menghindari mereka dan menjadi lebih pendiam dan sering menghabiskan waktu di perpustakaan. Sebenarnya nilai buruk Samantha tidak hanya ada di bidang akademis tapi juga bidang non akademisnya buruk, salah satunya olahraga.

Samantha memiliki riwayat sakit sesak nafas bawaan yang membuatnya tidak bisa berlari jauh, namun tekadnya sudah bulat dia ingin berubah dan memperbaiki semua nilai-nilainya, Hingga suatu hari saat pelajaran olahraga.

"Samantha, duduklah saja tidak perlu ikut berlari. Bapak tidak ingin kamu pingsan ditengah jalan." Sahut pak Gito.

"Tenang saja pak, saya sudah berlatih. Saya akan berhenti saat saya merasa tidak kuat." Ucap Samantha.

"Baiklah, jika kamu memaksa." Ucap Pak Gito.

Beberapa saat kemudian semua murid bersiap untuk berlari melakukan pemanasan.

"Baiklah semuanya! Satu... Dua... Tiga..." Ucap pak Gito sambil memberi aba-aba lari.

Semua murid berlarian mengelilingi lapangan.

"Samantha kamu baik-baik saja ?" Tanya Rita.

"Iya aku baik Rita." Sahut Samantha.

"Aku akan berlari santai saja." Ucap Hani dibelakang Samantha.

"Iya aku juga ingin menemani Samantha dan memberinya semangat." Ucap Nia.

"Terimakasih sudah memberikan ku kesempatan untuk berlari bersama dengan kalian semua." Ucap Samantha terharu.