PopNovel

Baca Buku di PopNovel

Milena

Milena

Penulis:penapika

Berlangsung

Pengantar
Mila terpaksa menikah dengan Kevin karena kesalahan malam itu. Di mana Kevin sudah merenggut paksa kehormatannya dan berakhir membuat Mila hamil. Lalu bagaimana kisah pernikahan mereka jika semua diawali karena kebencian?
Buka▼
Bab

Namaku Milena. Milena Afsheen Meisie Joan, biasa dipanggil Mila.

Aku blasteran, memiliki keturunan Jerman dari ayahku dan Indonesia dari ibuku. Meski aku dilahirkan di Jerman dan dibesarkan selama 10 tahun di sana, aku berkewarganegaran Indonesia.

Ayah dan ibuku meninggal saat aku berumur 10 tahun, sejak saat itu aku tinggal di Indonesia bersama bibi, adik dari ayahku.

Bibi adalah satu-satunya keluarga yang aku punya dalam hubungan darah, karena aku tidak pernah tahu tentang keluarga mendiang ibuku. Ibu tidak pernah menceritakannya padaku, bibi pun juga tidak tahu.

Meski begitu, aku tidak pernah merasa kesepian, karena aku memiliki dua orang berharga lainnya dalam hidupku. Adrian Matthew Benedict, tunanganku dan Gwenie Fidelia Orlin, sahabatku.

Aku bertunangan dengan Adrian enam bulan yang lalu, lalu kami akan menikah tiga bulan lagi, tentunya jika tidak ada halangan dan semoga saja tidak.

Kami bertemu saat Adrian mengambil gelar magister bisnisnya di Harvard University empat tahun lalu. Cerita cinta kami sangat klise, seperti pasangan lainnya. Tetapi aku selalu menghargai setiap momen yang aku habiskan dengan Adrian, karena hanya dia satu-satunya pria yang bisa kuandalkan, karena kelak dialah orang yang akan menemani seumur hidupku.

Mengenai Gwen, dia sahabatku dari SMA. Kami memiliki nasib yang sama, sudah tidak punya orang tua di usia muda. Mungkin karena itu juga kami sangat dekat seperti saudara. 12 tahun, selama itu waktu yang kuhabiskan bersamanya.

“Sudah sampai, Mbak.”

Seruan itu membuyarkan lamunanku, mengalihkan perhatianku pada sopir taksi yang saat ini sedang menatapku dengan tersenyum.

Aku balik tersenyum, kemudian mengambil dompet dari tas selempang kecil yang mengalung di lenganku. Aku mengambil beberapa uang seratus ribuan dan menyerahkannya.

“Ini terlalu banyak, Mbak,” kata pak sopirnya.

“Tidak apa-apa. Ambil saja, Pak.”

“Tapi –”

“Anggap itu sebagai rejeki Bapak,” kataku, memotong perkataannya dengan sengaja.

Bapak itu mengucapkan terimakasih padaku, lalu aku keluar dari taksinya dengan membawa satu tas berukuran sedang yang berisi pakaianku.

Saat ini, aku bisa melihat rumah yang memiliki kemegahan seperti istana. Rumah keluarga Andreas, musuh dari keluarga tunanganku, yang juga pernah menghancurkan keluargaku dulu.

Untuk itu, aku tidak ingin membahasnya sekarang. Kalian juga akan tahu nanti.

Aku berjalan menuju gerbang rumah itu, berbicara dengan beberapa penjaga yang bertugas untuk mem-verifikasi identitasku, agar aku diperbolehkan masuk oleh mereka. Setelah mereka memberi ijin, aku melangkah masuk, berjalan melewati pekarangan rumah yang sangat luas, asri dan sejuk suasananya.

Nyonya di rumah ini pasti sangat menyukai tanaman, terlihat dari pekarangan rumahnya yang lebih mirip seperti taman, sangat indah. Ternyata rumah ini tidak seseram yang kukira, meski penjagaannya terhitung ketat juga.

Sepanjang aku berjalan, aku bertemu sekitar sepuluh penjaga yang berkeliaran dengan membawa berbagai senjata, seperti senapan dan sejenisnya. Ada senjata ringan sekedar untuk melumpuhkan, ada juga yang bisa langsung sekali membunuh lawan.

Aku mengetahuinya karena lama tinggal di negeri orang, yang mengharuskanku untuk bisa melindungi diri dari bahaya kejahatan kriminal. Mungkin karena alasan itu, Adrian tidak pernah terlalu mengkhawatirkanku, karena dia tahu aku bisa menjaga diriku dengan sangat baik.

“Mbak Mila, ya?”

Seorang gadis cantik menyapaku, membuatku melemparkan senyum padanya.

“Saya Tasya, salah satu pelayan di sini yang ditugaskan untuk membantu Mbak Mila. Mbak keponakan Bi Imah, kan?” tanyanya, yang segera kubalas dengan sebuah anggukan.

“Kalau begitu, mari ikut saya ke dalam. Mbak sudah ditunggu oleh nyonya di ruang tamu keluarga,” ungkapnya, membuatku menurutinya, berjalan mengikutinya dari belakang, sebelum sesuatu menahanku.

Aku mengalihkan perhatian saat merasa ada seseorang yang memperhatikanku. Pandanganku berkeliling hingga akhirnya aku menemukan seorang pria tampan dengan kemeja birunya berdiri di samping mobil Ferrari merah.

Pria itu sedang menatapku dengan kerutan di dahinya.

Ada apa dengan tatapannya?

“Mbak, kenapa diam saja? Mari ikuti saya.”

Tasya menginterupsiku, membuatku sejenak beralih padanya. Namun saat aku kembali menoleh ke arah mobil Ferrari tadi, tidak ada apa-apa di sana.

Apa mobil itu sudah melaju pergi?

“Tasya, kamu tahu mobil Ferrari merah yang diparkir di sana tadi? Itu milik siapa?” tanyaku, lebih baik bertanya dari pada sesat di jalan. Entah karena alasan apa, aku juga merasa penasaran.

“Oh, itu. Mobil itu milik Den Kevin, Mbak.”

“Den Kevin? Siapa itu?”

“Beliau putra kedua keluarga ini, Mbak.”

Ah! Putra kedua? Tampan juga.

Hm, maksudku, aku seperti pernah melihatnya, atau mungkin hanya perasaanku saja?

“Mbak Mila, kok melamun lagi? Ada apa?”

Tasya melambaikan tangannya di depan wajahku, membuatku tidak enak hati padanya. Sudah berapa kali aku melamun padahal baru berada di sini sebentar saja? Kurasa, pekerjaan ini tidak akan mudah.

Tidak ingin membebani Tasya, aku mencoba untuk mengendalikan diriku, berjalan mengikutinya untuk masuk ke dalam ruangan dengan desain interior yang luar biasa megahnya.

Jujur, aku tidak pernah memasuki rumah semegah ini sebelumnya. Rumah Adrian pun masih kalah jauh jika dibandingkan.

Tetapi, kenapa aku harus membandingkannya?

“Nyonya, ini Mbak Mila, keponakan Bi Imah yang akan bekerja selama seminggu di sini.”

Perkataan Tasya kembali mengejutkanku, membuatku tersenyum canggung. Tetapi, saat aku bertatap muka dengan wanita paru baya yang masih terlihat sangat cantik itu, mataku membulat tidak percaya.

“Kamu gadis cantik yang menolong saya saat kecopetan kemarin di pasar, kan?”

Kebetulan macam apa ini?

“Ya Tuhan, terimakasih karena telah mendengarkan doa saya,” katanya tersenyum lebar, kemudian tiba-tiba memelukku. Aku terkesiap, tidak tahu harus merespon bagaimana.

Haruskah aku balik memeluknya?

“Sejak kemarin saya mencarimu. Saya bahkan mengerahkan seluruh anak buah suami saya untuk mencari kamu, tetapi tidak ada hasil. Rupanya kita justru bertemu di sini.”

Oh, baiklah. Apa aku harus berterimakasih karena sudah diperlakukan seperti buronan, hingga dicari oleh banyak orang?

“Maaf jika kamu tersinggung dengan sikap saya. Sungguh saya tidak pernah bermaksud buruk. Saya hanya ingin berterimakasih dengan benar, karena saya belum sempat melakukan itu kemarin.” Aku mengangguk dan tersenyum ramah, mencoba untuk memahami tindakan yang cukup ekstrem dilakukan menurutku.

“Kamu Mila, kan? Tunangan Adrian?”

Aku terbelalak. Dari mana ibu ini mengetahuinya? Apa mungkin bibi yang menceritakannya?

“Bi Imah sering menceritakan tentang kamu, membanggakan kamu di depan saya. Dan saya akui, saya cukup terkesan dengan kamu. Seorang lulusan magister bisnis Universitas Harvand bersedia bekerja sebagai pelayan hanya untuk menggantikan bibinya yang sedang sakit? Oh, itu benar-benar tindakan yang luar biasa!” ujarnya antusias.

“Andai kamu bukan tunangan Adrian, sudah pasti saya akan memaksa putra kedua saya untuk menikahi kamu,” lanjutnya, dengan jelas mengutarakan keinginannya, membuatku cukup takjub dengannya.

Aku rasa kami berdua memiliki satu persamaan, sama-sama memiliki pemikiran di luar nalar manusia. Aku cukup gila untuk berada di sini, dan ibu itu cukup gila untuk menginginkanku sebagai menantunya di hari pertama kita bertemu.

Ralat, ini bukan pertama kalinya. Maaf, aku melupakannya.

Tapi tunggu sebentar. Putra keduanya? Pria tampan berkemeja biru yang sempat bersitatap denganku sebentar tadi? Hei, kenapa aku harus menambahkan kata “tampan” setiap menyebutnya?

Sepertinya aku sudah benar-benar gila!

Author's Note :

Terima kasih banyak sudah mampir ke cerita pertama author ini! Kunjungi juga cerita author yang lain berjudul "Kebangkitan Si Janda Pewaris" ya!

[Kutipan cerita]

Setelah berjuang dalam pernikahan yang menyiksa selama tiga tahun, Natasha akhirnya memutuskan untuk bercerai dari suaminya, Edward Widjaja. Dia sudah lelah dengan perlakuan buruk keluarga Widjaja yang selalu menindas dan menginjak-injak harga dirinya karena asal-usulnya yang tidak jelas. Setelah bercerai, Natasha kembali pada keluarganya yang rupanya Miliarder di kota itu pula, kekayaan dan kekuasaannya melebihi keluarga Widjaja. Lalu, bagaimana reaksi Edward dan keluarganya saat mengetahui bahwa Natasha adalah Pewaris Miliarder?